Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Legenda Wa Ina Wandiu-Diu (Putri Duyung) Episode 3
Hai Aganers!! Sebelumnya aku minta maaf karena satu dan lain hal, lanjutan dari kisah Wandiu-diu ini telat aku posting. Seharusnya sehari berikutnya sejak episode 2, lanjutan dalam episode 3 ini harus aku posting tapi baru kesampaian sekarang. Perlu aku sampaikan juga, pada awalnya aku ingin menamatkan cerita ini dalam 3 episode saja. Tetapi karena cerita ini sangat menarik dan masih banyak alur-alur yang mesti diangkat, aku memutuskan untuk melanjutkannya sampai 5 episode. Semoga aganers sekalian memahami dan semoga terus setia membaca setiap thread saya. Yuk lanjut ceritanya di episode 3 !!!

*****************

Legenda Waina Wandiu-Diu (Putri Duyung) Episode 3

Hari mulai terang dan fajarpun mulai menyingsing dari ufuk timur. Suara ayam berkokok sahut-sahutan menandakan waktu pagi akan segera tiba. Lafajara yang sejak malam tadi terus mengawasi sang putri duyung kini terbangun dari tidurnya yang tak seberapa pulas itu. Dia mulai membuat tungku sederhana dengan cara mengumpulkan batu yang di susun pada empat sisi saling berhadapan. Lalu dia mengambil beberapa rantik kering dan di masukkan kedalam tungku dan kemudian menggesek-gesek dua buah batu hingga nyala api memijar. Di bakarnya kayu-kayu kering itu hingga nyala apinya mulai nampak. Lafajara lalu mengambil sebuah periuk yang terbuat dari tanah liat, memasukan beras yang terlebih dahulu di cucinya dan di letakkan di atas tungku itu. Sambil menanak nasi, Lafajara terus saja memperhatikan Wandiu-diu dengan serius. Sesekali jika terlihat mulai redup, dia meniup lagi api di tungku itu dengan sebuah alat berbentuk bulat panjang yang terbuat dari potongan bambu sedang itu. Tak lama kemudian, nasi pun telah matang dan siap untuk di santap. Bara bekas menanak nasi itu kemudian di gunakan oleh Lafajara untuk membakar ikan kering hasil tangkapannya yang ia gunakan untuk lauk menemani nasi yang sudah dia masak tadi.

Sementara asyik membakar ikan asin itu, Wandiu-Diu pun nampak telah terbangun pula dari tidur pulasnya. Dia membuka kedua matanya perlahan-lahan lalu bangkit dari tidurnya dan sejenak kemudian terduduk. Di tatapnya sekeliling itu dengan saksama. Raut wajahnya menampakkan tanda tanya yang amat banyak dan serius. Rasanya mungkin dia masih setengah sadar dan tidak begitu mengingat kejadian sebelumnya. Lafajara yang masih saja sibuk membakar ikan asin hanya sesekali saja memperhatikannya. Sejurus kemudian sepatah kata keluarlah dari mulut Wandiu-Diu.

"Aku di mana rupanya ini ? Kamu siapa? Bagaimana aku bisa tertidur di sini, diatas perahu ini ?"

"Kamu di sini. Di sebuah pantai di sebuah desa bernama Lambusango. Aku telah menyelamatkanmu dari perangkap jala ku. Dan aku membawamu untuk beristirahat sejenak di sini" Lafajara menimpali sambil terus meniup-niup bara.

"Oh begitu rupanya. Aku tak ingat apa-apa. Apakah kamu seorang dari bangsa manusia atau makhluk laut juga?"

"Aku manusia. Namaku Lafajara. Aku seorang diri saja di sini. Sejak di tinggal oleh nenek ku, aku bekerja sebagai pencari ikan. Dan malangnya, kamu tersangkut di jala itu kemarin".

Dalam hati Lafajara bergumam, " mungkin juga ini bukan suatu kemalangan, tapi sebuah anugerah buat ku" .

" Lalu apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa membuat api dan membakar ikan?" Tanya Wandiu-Diu lagi.

"Ini untuk lauk yang nantinya akan aku makan bersama nasi itu " sahut Lafajara sambil menunjuk ke arah periuk dari tanah liat itu.

"Oh rupanya begini cara manusia makan. Di bangsa kami, semua makanan tidak perlu di masak. Cukup di makan mentah saja" Wandiu-diu tersenyum tipis yang makin memancarkan cahaya indah di wajahnya.

"Baguslah. Jadi aku tidak akan repot-repot memberi mu makan. Jika merasa lapar, di dalam perahu itu ada kerang dan ikan yang masih hidup. Kamu tinggal mengambilnya" Lafajara meneruskan dan menunjuk pada sebuah kotak berbentuk segiempat yang di dalamnya ada ikan dan kerang itu.

"Baiklah. Rasanya aku mulai lapar. Dari semalam aku belum makan".

Lafajara mulai mengambil ikan dan kerang itu. Di potongnya menjadi bagian yang kecil-kecil lalu di campurkannya dengan sedikit rempah-rempah dan kemudian di sajikan di hadapan sang putri duyung. Tanpa pikir panjang sang putri duyung segera melahapnya dengan cepat. Selang beberapa saat semua sudah habis tak tersisa. Rupanya ia memang sudah sangat lapar. Tak lama kemudian ikan asin telah matang dan Lafajara pun mulai sarapan juga. Setelah semuanya selesai percakapan pun berlanjut.

"Aku mau segera kembali ke Istana Laut. Ayah dan ibuku pasti sudah sangat khawatir dan mencariku ke mana - mana " Wandiu-diu memulai percakapan itu.

" Aku tahu, mungkin kamu tidak akan betah di sini. Tapi maukah jika kau tinggal beberapa hari lagi di sini untuk sekedar bercakap-cakap denganku. Sejak nenek meninggal, aku tinggal sebatang kara di sini. Aku butuh teman. Jika kau tidak keberatan, tinggalah dulu untuk satu atau dua hari lagi".

"Bukannya tidak ingin. Tapi aku kasihan sama kedua orang tua dan teman-teman yang mengkhawatirkanku. Aku harus kembali".

" Aku janji bakal mengantarkanmu. Tapi tolong sejenak tinggal lah dulu"

"Baiklah. Sehari saja lagi. Sesudah itu antarkan aku pulang. Bagaimana?"

" Baiklah, sehari lagi. Aku janji setelah ini akan mengantarmu kembali ke Istana laut".

Percakapan itu kembali berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan soal asal-usul dan kebiasaan kedua insan yang berasal dari alam yang berbeda itu. Keduanya nampak sudah semakin dekat dan akrab. Canda-canda dan tawa kecil mengiringi percakapan ringan itu. Seharian Lafajara dan Wandiu-diu hanya menghabiskan waktu untuk bercakap-cakap dan sesekali terdiam jika tak ada lagi topik yang bisa di bahas. Lalu salah seorang dari mereka memulai lagi dan percakapan kemudian di lanjutkan lagi. Begitu seterusnya hingga hari pun mulai memasuki senja dan menandakan pergantian waktu akan segera tiba.

Gelap perlahan-lahan menutupi sekalian pantai yang di hiasi pasir putih yang bersahaja itu. Lafajara mulai menyusun kayu-kayu besar yang bermaksud di jadikannya sebagai api unggun itu. Perlahan-lahan gelap semakin nampak dan nyala api unggun pun berganti menerangi sekitarnya. Nyala api itu seiring dengan binar-binar wajah Wandiu-diu yang kini nampak berbeda. Jika saat pertama kali ke pantai itu dia nampak tak senang dan gelisah, kini ia nampak berseri-seri. Seperti sebuah suasana baru yang dia juga sebenarnya sungguh menginginkannya. Tak dapat ia pungkiri, inilah pengalaman yang pertama kali ia rasakan dengan seseorang yang asing dan alam yang berbeda.

Di sisi lain, Lafajara sibuk mengatur pikirannya untuk merencanakan sesuatu yang besar. Hatinya sudah terlanjur jatuh dan kepincut pada wanita dari istana laut itu. Dia sadar bahwa hal itu adalah suatu kemustahilan. Mana mungkin ia menjalin hubungan dengan seorang putri duyung apalagi menikahi nya. Dia dan Wandiu-Diu adalah dua orang berbeda dari dua alam yang berbeda pula. Apalagi menurut mitos yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat di desa itu, menikah dan berkeluarga dengan seorang putri duyung adalah sesuatu yang sangat di larang sebab bakal mendatangkan malapetaka dan kesialan. Masyarakat akan ikut menanggung akibatnya dan bencana besar bakal melanda desa itu. "Ah, kenapa ada mitos dan aturan aneh itu", gumam Lafajara dalam hati.

Malam semakin larut dan kedua insan itu masih asyik bercengkerama. Sesekali terlihat Lafajara mengunyah sirih dan pinang yang sudah seperti cemilan itu. Wandiu-Diu turut memperhatikan dengan ekspresi yang aneh. Dia barangkali bertanya-tanya apakah gerangan yang di kunyah laki-laki itu.

"Besok, kamu janji akan mengantarkan aku bukan?" Wandiu-Diu tiba-tiba saja mengeluarkan pertanyaan itu.

"Iya. Sesuai dengan janjiku" Lafajara menjawab singkat. Wajahnya menampakan ketidakrelaan.

"Begini saja. Aku kan sudah kenal tempat ini. Kapan-kapan aku akan mampir lagi. Kita bisa mengobrol lagi".

"Iya. Tapi bagaimana aku bisa memastikan kalau kamu tidak berbohong?"

"Bangsa kami tidak mengenal kata bohong. Kami selalu memegang setiap kata-kata yang kami ucapkan. Tidak seperti bangsamu"

"Jangan seperti itu, kau menyinggungku. Aku hanya bertanya untuk memastikan saja"

"Baiklah, tenang saja. Ku pastikan aku akan ke sini lagi. Kita bisa terus mengobrol"

Percakapan itu berakhir sebab malam sudah semakin larut. Malam itu adalah akhir dari pertemuan singkat keduanya. Dalam hati kecil Wandiu-Diu sebenarnya juga tidak tega meninggalkan Lafajara yang sudah begitu baik padanya. Tapi apa hendak di kata, dia harus melawan perasaan itu sebab mereka bukanlah dua orang yang di benarkan untuk saling berhubungan satu sama lain. Dia harus menjaga darah keluarganya dari di cemari oleh darah lain apalagi dari bangsa manusia yang sangat di larang keras itu. Tanpa sadar, Wandiu-Diu membayangkan bagaimana jadinya jika ia harus tinggal di desa kecil sebagai seorang wanita biasa. Sementara di Istana laut dia adalah seorang putri raja yang sangat di hormati dan di sanjung-sanjung. Semua yang ia butuhkan serba tersedia. Dia tidak perlu bersusah payah dalam menjalani hidup.

Tak terasa Wandiu-Diu pun terlelap dalam tidurnya. Rasa kantuk yang berat membawanya pulas menuju pulau harapan diatas peraduan. Malam dingin itu di lalui juga dan pagi yang ditunggu itu akan segera tiba. Tetapi Lafajara yang tampak belum bisa tidur sejak semalam merasa begitu sangat gelisah. Pikirannya terbelah antara menepati janji untuk mengantarkan Wandiu-Diu pulang atau melakukan sesuatu yang akan menahannya lama, bahkan selamanya. Pikirannya mulai tidak karuan, rasa memilikinya kian menggebu kuat. Dalam keadaan sebegitu, muncullah ide yang licik dan buruk itu. "Bagaimana jika aku menggagahinya saja? Lagian kan tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya aku dan dia saja. Jika aku berhasil melakukannya, menyetubuhinya dan darahku telah mencampurinya, dia akan tinggal selamanya. Karena meskipun dia kembali, keluarganya tidak akan menerimanya lagi sebab darahnya tidak murni lagi". Pikiran sedemikian itu berkecamuk berulang-ulang dan tak terkendali. Hingga akhirnya, Lafajara rupanya telah di kuasai oleh nafsunya sendiri.

Bersambung ===)


redbaronAvatar border
bukhoriganAvatar border
spay21Avatar border
spay21 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
973
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan