Kaskus

News

tribunnews.comAvatar border
TS
tribunnews.com
Kenapa Bakso Enak dan Terkenal Kebanyakan Berasal dari Wonogiri? Ini Asal Usulnya
TRIBUNSOLO.COM , WONOGIRI - Solo Raya terkenal dengan kuliner bakso dan mie ayam.
Bisa dipastikan tiap Kabupaten di Solo Raya memiliki warung makan bakso andalannya masing-masing.
Konon, bakso Wonogiri tak cuma terkenal di Solo Raya saja.

Kuliner olahan daging ini sudah melalangbuana hingga seantero negeri.

Lantas pernahkan Anda bertanya-tanya, kenapa bakso enak identik dengan Wonogiri? Rupanya begini sejarahnya.

Baca juga: Viral Foto Marc Marquez di Lombok Dijadikan Bahan Meme, Diedit Jajan Rujak hingga Bakso Keliling

Baca juga: Pedagang Bakso yang Pura-pura Jatuh Diduga Pernah Beraksi di Salatiga dan Jogja, Ini Kesaksian Warga

Kenapa Bakso Enak dan Terkenal Kebanyakan Berasal dari Wonogiri? Ini Asal Usulnya

Sejarah Bakso Enak di Wonogiri

Dirangkum TribunSolo.com dari berbagai sumber, bakso khas Wonogiri dalam semangkok porsi berisi mi, bihun, sawi, dan ditaburi bawang goreng serta seledri.

Bagi pecinta kuliner, bakso Wonogiri memiliki citarasa yang khas dengan daging dominan dibanding daerah lainnya.

Dari hasil penelusuran, Bakso Wonogiri pertama kali populer karena dikenalkan oleh orang Girimarto, Wonogiri, Jawa Tengah.

Banyak perantau dari Girimarto yang lihai membuat bakso enak.

Lantas mereka membawa resep tersebut keluar daerah hingga bakso Wonogiri kondang se-Indonesia.

Salah satu warung bakso legendaris di Wonogiri adalah Titoti.

Kini warung bakso itu sudah memiliki banyak cabang di nusantara.

Pemilik bakso Titoti adalah Slamet Triyanto, wong asli Wonogiri.

"Di Jakarta bakso Titoti memiliki sembilan cabang, di Solo ada dua, di Sragen ada satu, dan di Wonogiri sendiri ada dua," kata Slamet Triyanto saat di temui di rumah makannya yang berada di jalan Raya Ngadirojo km.6, Desa Brubuh, Kecamatan Ngadirojo, Kabupeten Wonogiri, dilansir dari Tribunnews.com.

Kesuksesan tersebut tidaklah didapat dengan mudah oleh Slamet, perlu kerja keras untuk mencapainya.

Diceritakannya, ayah lima orang anak ini pertama kali berjualan bakso pada tahun 1971.

Saat itu Slamet pertama kali berjualan di daerah Kota Bambu, Jakarta dengan cara dipikul.

 "Sebelumnya saya nekat merantau ke Jakarta ikut kerja dengan orang yang lebih dulu berjualan bakso. Setelah ikut orang lain, akhirnya saya putuskan berjualan sendiri," tambahnya.

Setelah cukup lama berjualan dengan cara dipikul, kemudian cara berjualannya berubah dengan menggunakan gerobak dorong.

Baru pada tahun 1987 Slamet mulai membuka warung bakso di kawasan Kota Bambu, Jakarta Barat.

Karena memiliki rasa yang berkualitas, bakso Titoti terus berkembang hingga saat ini.

Dijelaskan Slamet untuk menghasilkan bakso yang enak adalah bakso yang dibuat haruslah menggunakan daging sapi sepenuhnya.

"Jika biasanya orang membuat bakso banyak diberi tepung tapioka, kalo di sini tidak. Hanya daging sapi yang kami gunakan untuk membuatnya, agar bisa dibentuk kami tambahkan putihan telur," jelas Slamet.

Di rumah makan Bakso Titoti pengunjung bisa memesan beragam varian bakso, mulai dari bakso kuah, bakso mie, dan bakso spesial. Bakso spesial adalah menu andalan rumah makan ini.

Mbah Joyo Guru Banyak Pedagang Bakso Sukses

Saking suksesnya pedagang bakso dari Wonogiri yang merantau, tak sedikit mereka yang memiliki rumah gedongan di kampung halaman.

Rumah mewah para pedagang bakso itu terhampar di Girimarto, yang disebut-sebut sebagai daerah asal bakso enak Wonogiri.

Kenapa Bakso Enak dan Terkenal Kebanyakan Berasal dari Wonogiri? Ini Asal UsulnyaDeretan Rumah Mewah di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto, Wonogiri. (TribunSolo.com/Agil)
 
Hal itu dibenarkan oleh Sekretaris Desa Bubakan,Girimarto, bernama Suparto. Ia menyebut 70 persen warganya merupakan perantau. 

"Penduduk Desa Bubakan ada sekitar 5 ribu orang, yang tersebar di 10 dusun. Dan mayoritas mereka adalah perantauan," katanya, Kamis (20/5/2021).

Warga Bubakan yang merantau kebanyakan berjualan bakso dan jamu.

Hasil sukses berjualan bakso di tanah perantauan, ditabung, hingga akhirnya bisa membangun rumah megah di desa.

"Rumah yang bagus-bagus, yang rumahnya tingkat itu, milik warga kami yang sukses di perantauan," ujarnya. 

Sebelum menjadi desa elit, Desa Bubakan dulunya ada Desa yang tertinggal. 

Mayoritas mata pencaharian masyarakatnya merupakan petani di desa. 

Namun pada tahun 1980-an, beberapa warga Desa diajak merantau oleh pengusaha asal Sukoharjo, Mbah Joyo. 

"Mereka ikut Mbah Joyo, jualan jamu dan bakso. Mereka diminta menunggu cabang milik Mbah Joyo itu," ujarnya. 

Setelah belajar cara membuat dan berjualan jamu saat bekerja dengan mbah Joyo, mereka kemudian membuka usaha mereka sendiri.

Saat berwirausaha tersebut, mereka mengajak warga desa yang lain sebagai pekerjanya.

"Dari situ, banyak warga yang mulai merantau ke berbagai kota di Indonesia. Mereka jualan jamu dan bakso, dan sukses," ujarnya. 

Kesuksesan itu pun terus diwariskan ke genarasi berikutnya hingga sekarang. 

"Saat ini yang merantau atau meneruskan usaha keluarganya sudah generasi ketiga," katanya. (TribunSolo.com)
0
693
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan