Kaskus

News

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Islam, Radikalisme dan Politik Identitas
Islam, Radikalisme dan Politik Identitas Kaitannya Terhadap Media Sosial dan Kontestasi Politik Praktis.
Islam, Radikalisme dan Politik Identitas
Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan populasi muslim terbanyak. Stastistik mencatat dari 273 juta lebih penduduk, 86,88 % nya adalah penganut agama Islam (sumber :https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-penduduk-indonesia-beragama-islam). Penyebaran penduduk beragama Islam ini cukup merata dan masif jika di ukur dari populasi penduduk yang berdiam di 4 pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi, dan hanya Papua, Bali dan Nusa Tenggara Timur yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam.
Dalam komposisi demikian, sudah barang tentu umat Islam menjadi bagian yang sangat penting dan memegang peranan yang cukup krusial dalam berbagai aspek, baik politik, sosial, budaya dan Pemerintahan. Merupakan suatu kewajaran jika Islam yang begitu populis yang di sebabkan oleh jumlah populasi yang besar ini di jadikan makanan yang empuk oleh para pemangku kepentingan, tidak terkecuali para pelaku atau praktisi politik.

Berdasarkan riset dan penelitian dari berbagai lembaga yang concern mengenai isu-isu radikalisme, di temukan fakta-fakta yang sangat mencengangkan. Baru-baru ini saja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme misalnya, melalui Kepala BNPT Boy Rafli Amar telah merilis ada 198 lembaga pendidikan Islam yang bukan hanya terpapar tetapi lebih parahnya telah terafiliasi dengan lembaga-lembaga yang mendukung aksi-aksi terorisme (sumber :https://www.suara.com/news/2022/01/31/125022/buntut-ucapan-boy-rafli-amar-bnpt-diminta-ungkap-198-nama-pesentren-yang-disebut-terafiliasi-gerakan-terorisme). Meskipun sempat menjadi polemik dan di bantah dengan tegas oleh beberapa tokoh, tetapi hal ini menarik untuk di jadikan sebuah perhatian yang serius. Betapa tidak, jika temuan BNPT ini terbukti benar adanya, bukan tidak mungkin akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Apalagi jika isu-isu semacam ini kemudian oleh orang-orang atau kelompok tertentu di giring ke dalam politik dan di jadikan komoditas untuk "jualan politik" demi menarik massa dan suara. Ini tentu saja merupakan fenomena yang tidak sehat.

Diskusi demi diskusi mengenai ini kemudian bermunculan. Beberapa tokoh menyampaikan pendapatnya mengenai hal ini dalam kaitannya dengan kontestasi politik menjelang Pemilu 2024 nanti. Salah satunya adalah Haikal Hassan Baras, seorang intelektual Islam yang juga Pengurus HRS Center atau Habib Rizieq Shihab Center(Sumber : .https://makassar.tribunnews.com/2021/02/04/ustadz-haikal-hassan-buru-buru-tepis-jika-dia-bukan-kader-dan-pengurus-fpi-habib-rizieq-shihab).

Dalam sebuah diskusi yang di selenggarakan oleh Total Politik di akun Youtube miliknya (link youtube total politik : https://youtu.be/JtgCr1FWjNc) Babe Haikal, demikian sapaan akrab beliau memberikan masukannya. Beliau mengatakan bahwa klaim yang di rilis oleh BNPT tersebut mesti di sertai dengan fakta-fakta dan bukti yang kuat. Menurutnya, menempatkan kata "afiliasi" terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam semisal pesantren adalah sebuah atribusi yang serius dan bisa berdampak luas. Lebih lanjut beliau memberikan pandangan bahwa seharusnya, jika memang BNPT menemukan adanya fakta demikian tindakan yang harus di lakukan adalah segera menangkap dan mengamankan oknum-oknum yang di sinyalir terlibat itu. Lanjutnya, beliau pernah bertemu dengan Kepala BNPT Boy Rafli Amar yang juga memberikan keterangan bahwa sebenarnya beliau melalui BNPT telah melakukan tindakan untuk mengamankan dan mengembalikan pemahaman beberapa oknum yang di duga terlibat atau terafiliasi dengan kelompok terorisme ini melalui program deradikalisasi dan hasilnya sebagian dari mereka telah dapat di pulihkan dan kembali kepada pemahaman agama yang Islam yang benar. Jika demikian, lanjut Babe Haikal, beliau menyayangkan tindakan BNPT yang seharusnya tidak mengumumkan atau merilis pernyataan tersebut di depan publik yang akhirnya menimbulkan reaksi yang riuh.

Di pihak lain, Nuruzzaman, Kepala Densus 99 GP Anshor, Organisasi sayap dari ormas terbesar Nahdlatul Ulama (NU) menyampaikan pandangannya bahwa berdasarkan penelitian memang harus diakui gerakan-gerakan yang mengarah kepada radikalisme lalu akhirnya terorisme itu memang sebuah fakta. Bahwa ada beberapa pesantren yang mengajarkan kekerasan dan kebencian kepada para santrinya dan hal itu mirisnya telah berlangsung lama dan diterima oleh mereka sejak dini. Lebih lanjut Nuruzzaman juga mengajak kepada semua pihak untuk melihat hal ini secara jernih dan mengakui bahwa memang hal tersebut adalah fakta. Dia mengajak semua elemen untuk duduk bersama-sama membicarakan ini dan meluruskan berbagai hal yang dianggap menyimpang dari kesepakatan berbangsa dan bernegara agar situasi dapat di kendalikan dan keadaan semacam ini tidak mengganggu stabilitas nasional. Menurutnya lagi, berdasarkan sebuah penelitian bahwa ada sejumlah populasi muslim baru di Indonesia yang jumlahnya 30 juta yang mana mereka adalah kategori umat muslim yang semangat beragamanya tinggi tetapi pemahaman agamanya rendah. Kelompok ini menurutnya adalah pihak paling rentan mendapatkan efek negatif di sebabkan oleh minimnya pengetahuan sehingga tidak dapat membedakan yang mana politik dan yang mana agama. Untuk mempengaruhi orang dan massa di Indonesia yang paling mudah adalah dengan menggunakan politik identitas sebab beberapa pelaku politik memanfaatkannya sebagai ajang yang dianggap instan untuk meraup suara elektoral dalam setiap Pemilu.

Menanggapi pernyataan Nuruzzaman, Babe Haikal menyatakan untuk lebih mudah memahami Islam dalam konteks Indonesia beliau menyampaikan gagasannya untuk kembali kepada Piagam Madinah yang di gagas di masa Rasulullah. Dalam pasal pertama Piagam Madinah, kata beliau, Nabi Muhammad langsung menyampaikan bahwa semua kelompok mempunyai hak-hak dan kewajiban yang sama dalam bernegara. Konteks itu di sandingkan dengan Bhineka Tunggal Ikan, yang mana merupakan falsafah berbangsa itu menjadi dasar bagi mengelola keberagaman dan keberagamaan di Indonesia. Yang berbahaya kemudian adalah adanya eksklusifisme yang menganggap kelompoknya paling benar dan kelompok lain salah. Menurutnya lagi, bahwa kehadiran media sosial menjadi salah satu faktor penentu dari kesalahpahaman masyarakat tentang konsep Islam. Orang akan cenderung mengikuti apa yang pertama kali ia dengarkan atau liat di media sosial dan membentuk semacam algoritma dan tertanam kuat dalam dirinya. Faktor lain yang juga penting adalah kehadiran para buzzer yang cenderung desktruktif dengan penyebaran informasi hoaks yang tidak terkontrol. Beliau mencontohkan kejadian pada saat kunjungannya ke Malang, Jawa Timur, yang mana berita yang kemudian di blow up adalah beliau di usir dari Malang padahal faktanya beliau di terima dan di sambut dengan baik oleh masyarakat setempat.

Beberapa hal di atas menjadi alarm yang kuat untuk mengingatkan kepada kita bangsa Indonesia akan pentingnya pemahaman bergama yang benar dan mampu menempatkan diri dalam dunia digital khususnya media sosial dengan objektif dan proporsional. Radikalisme adalah ancaman yang nyata di satu sisi, tetapi di sisi lain peran masyarakat juga sangat di harapkan untuk menjadi peredam dan sarana filterisasi terhadap isu-isu yang tidak rasional dan cenderung provokatif.





Diubah oleh albyabby91 08-02-2022 21:16
pilotugal2an541Avatar border
bukan.bomatAvatar border
marwangroove920Avatar border
marwangroove920 dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan