albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Anda Harus Tahu! Begini Asal Mula Hoaks
Anda Harus Tahu! Begini Asal Mula Hoaks
Akhir-akhir ini, kerisauan mengenai pentingnya penjernihan informasi publik menjadi sebuah topik yang hangat dan penting untuk di bicarakan dalam berbagai forum. Geliat teknologi informasi yang kian menggelora, di satu sisi membuat laju penyebaran informasi semakin pesat dan bertumbuh dengan meluas tetapi di sisi lain, hal itu juga menjadi sebuah tantangan besar yang jika tidak di sikapi dengan bijak malah akan menjadi prahara yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia.
Perkembangan media massa, terutama media sosial, terlihat sangat signifikan dan mengalahkan bahkan pertumbuhan populasi dan karenanya sangat rentan menjadi "senjata makan tuan" jika tidak di kelola dan di manfaatkan dengan bijak. Salah satu permasalahan yang timbul kemudian adalah maraknya berita atau informasi bohong atau lebih populer di kenal dengan "hoax".
Jika di telisik dari sejarah, sebenarnya hoax ini bukan hal baru. Fenomena semacam ini bahkan sudah terjadi berabad-abad yang lalu sebelum era teknologi informasi berkembang dikarenakan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kecenderungan naluri manusia yang dilengkapi dengan atribut sifat buruk yaitu bohong atau dusta.
Dalam kadar tertentu, manusia seolah merasa terpuaskan secara batin jika dirinya mampu mengolah sebuah narasi atau cerita imajinatif yang mengarah fiktif untuk tujuan tertentu, baik untuk kepentingan dirinya secara pribadi maupun untuk kepentingan orang lain yang mana hal tersebut bisa mendatangkan insentif bagi dirinya.
Secara kronologis, beberapa catatan menjelaskan bahwa isu hoax atau penyebaran berita bohong ini telah berlangsung lama di seluruh dunia.

1. Apa Itu Hoax?

Hoax adalah informasi palsu, berita bohong, atau fakta yang diplintir atau direkayasa untuk tujuan lelucon hingga serius (politis). ... Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), hoax diterjemahkan menjadi hoaks yang diartikan dengan “berita bohong”.

Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran.

Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hoax atau hoaks dalam bahasa Indonesia adalah segala informasi yang memuat berita yang tidak benar, sebagian benar, di samarkan, di belokkan atau di pelintir atau segala informasi yang di ucapkan dan di viralkan oleh seseorang kepada publik yang  mana informasi tersebut memuat sesuatu yang tidak benar, tidak terjadi atau bukan merupakan sebuah fakta yang benar-benar terjadi.

2. Bagaimana Sejarah Hoax ?

Di Indonesia, istilah hoax atau hoaks baru menjadi kosakata yang populer dalam kurun beberapa tahun terakhir ini. Istilah ini mengacu pada black campaign atau kampanye hitam, yang mana hal tersebut seringkali di pakai untuk kepentingan politik untuk menjatuhkan kontestan lain yang sedang bertarung dalam kontestasi politik.
Di beberapa negara sebenarnya istilah ini telah di kenal cukup lama. Pertama tercatat sekira tahun 1661, ada sebuah kisah yang di kenal dengan "drummer of Tedworth, yang berkisah tentang John Mompesson seorang tuan tanah yang di hantui oleh suara-suara drum setiap malamnya di rumahnya. Ia merasakan hal tersebut setelah menuntut William Dury, seorang drummer band gypsi dan memenangkan perkaranya. Atas dasar itu Mempesson menuduh Dury melakukan guna-guna kepadanya dengan tujuan agar dia tidak dapat hidup dan tenang karena di hantui oleh rasa bersalah melalui teror bunyi drum itu. Singkat cerita, seorang penulis yang bernama Glanvil mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama dan kemudian menceritakannya dalam 3 buah buku yang berjudul local horror story yang di akuinya merupakan adaptasi dari sebuah kisah nyata. Kehebohan dan kesereman cerita horor dalam buku tersebut berhasil menaikkan jumlah penjualan bukunya. Namun, pada buku ketiganya Glanvil mengakui bahwa sebenarnya ia tidak pernah mendengar bunyi-bunyi seram itu dan mengarang cerita sebagai trik untuk menaikan popularitas bukunya.

Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.

Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.

Kedua, catatan historis "Great Moon Hoax ”tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan. Contoh yang lebih baru adalah 2006 “Flemish Seccession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgia melaporkan bahwa Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan bahwa yang membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham.

Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch Ness, tembok Cina yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Semua hoaks tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting seperti politik praktis sebuah negara adidaya.

Dari dua catatan sejarah diatas dapat di simpulkan bahwa sejatinya hoax memang sengaja di ciptakan oleh orang atau sekelompok orang tertentu dengan motif untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Celakanya, hal tersebut dewasa ini ternyata sangat berbahaya dan tentu saja dampaknya bisa lebih luas dengan kemajuan teknologi informasi dan kemunculan internet.

3. Sikap Kita Terhadap Hoax

Media sosial merupakan sebuah alat yang seperti dua sisi mata uang. Jika di gunakan dengan bijak ia akan mendatangkan manfaat tetapi jika tidak ia akan malah menjadi musibah yang mengerikan. Betapa tidak, penyebaran informasi yang masif dan tidak terkontrol ini menjamah semua kalangan tidak kira umur, level pendidikan, daerah atau entitas primordial. Semua di sapu rata tanpa adanya regulasi atau pengawasan tentang apa yang boleh atau yang tidak boleh. Belum lagi tingkat literasi kita yang sangat minim menambah tingkat kerusakan itu semakin menjadi. Setiap orang bisa dengan sangat mudah dan cepat menyebarkan atau menyiarkan informasi yang ternyata isinya adalah kebohongan atau paling tidak sudah di manipulasi.

Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu ada sebuah kejadian bencana di sebuah daerah Palu Sulawesi Tengah yang entah oleh dorongan apa kemudian muncul beberapa foto mengenai korban bencana yang mana sebagian besarnya adalah palsu. Foto tersebut bukanlah korban tsunami di Palu tetapi itu adalah korban tsunami di Aceh yang terjadi pada 2004.  Motifnya tentu saja untuk kepentingan dirinya, atau menaikkan popularitas dan viewers media sosialnya. Sungguh picik sekali.

Contoh lain, misalnya pada saat Pemilu 2014 dan 2019 yang lalu. Dua peristiwa ini memunculkan dua kubu dalam masyarakat yang di kenal dengan istilah cebong dan kampret/kadrun. Cebong adalah panggilan untuk mereka yang mendukung Pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi, sementara kampret/kadrun adalah panggilan bagi mereka yang beroposisi atau berlawanan pendapat dengan pemerintah. Semua ini terjadi karena maraknya hoaks-hoaks yang berseliweran di media sosial. Tak jarang hoaks-hoaks tersebut menyasar pribadi-pribadi yang cenderung mengarah kepada pelecehan terhadap orang yang terus-menerus di produksi bahkan di viralkan. Hal ini masih saja marak terjadi hingga saat ini.

Sebagai masyarakat Indonesia yang bermartabat dan menjunjung tinggi falsafah Bhineka Tunggal Ika, kita tentunya harus menempatkan diri pada porsi yang tepat dan memandang segala sesuatunya dengan objektif. Segala informasi dan berita jangan begitu saja kita terima tanpa melalui verifikasi dan validasi yang kuat. Kita harus menggunakan rasionalitas dan akal sehat yang kita miliki sebagai intelektual untuk menganalisa dan menentukan apakah sebuah informasi layak atau tidak kita konsumsi dan kita sebabrkan kepada orang lain baik dari segi kebenaran dan esensi dari sebuah konten itu maupun muatannya yang bisa jadi menyebabkan ketersinggungan primordial. Gunakan media sosial sebagai ajang sarana untuk mengembangkan diri dalam hal-hal positif dan hentikan memproduksi hoaks yang sia-sia.

marwangroove920Avatar border
marwangroove920 memberi reputasi
1
171
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan