Kumpulan puisi yang menguras emosi bagi pembacanya.


Di Manakah Jiwaku

Bahwasanya, individu yang di sebut manusia itu
Adalah makhluk primitif buas yang bertransformasi
Bahwasanya, individu yang di sebut manusia itu
Adalah hewan paling rakus, menakutkan dan lihai

Apa yang kau cari wahai makhluk angkuh?
Apa yang kau anggap suci wahai makhluk nista?
Apa yang kau anggap mulia wahai nutfah dan halaqah?
Apa yang anggap permata wahai setetes air hina?

Kau bilang mencari damai
Tapi yang kutemui, malah kacau balau
Kau bilang saling sayang
Tapi angkara murka yang kau sumbang

Kubertanya padamu, adakah jiwamu?
Kubertanya padamu, adakah rasamu?
Kubertanya padamu, adakah empatimu?
Sebab akupun bertanya juga, di manakah jiwaku?
*====*

Apa Itu Bahagia

Apa itu bahagia?
Tak pernah ku kenal, tak pernah kujumpai
Makhluk astral apa itu?
Sebangsa ibliskah? Hantukah? Atau dajjjal yang sakti?

Apa itu bahagia?
Tak pernah ada dalam sajak kehidupanku
Asing, hampa, lerai, kosong, tiada dalam asa
Matikan saja dia, atau hapus dalam kamus bahasa
Aku tak butuh imajinasi palsu itu

Apa itu bahagia?
Jangan sebut kata itu lagi
Mengapa semubazir itu ia tercipta?
Mengapa tak dikubur sejak dini?

Bahagia itu apa?
Adakah bajingan berperikemanusiaan
Yang oleh manusia dipandang manusiawi oleh sebab rupa, harta, tahta
Adakah mereka yang menang di garis akhir, karena menyingkirkan manusia lain dengan hancur lebur tak berperasaan
Aku bertanya
Bahagia itu apa?
Jika tak ada, mengapa kau simpan sebagai kosakata.
*====*

Omong Kosong "Etika"
Kau apa itu bajingan ?
Dia yang pura-pura menunduk, sebab kau kaya
Kau tahu apa itu bajingan?
Dia yang berpura-pura memuji, sebab kau kuasa

Omong kosong "etika"
Kata paling basi seantero kamus
Omong kosong "etika"
Cari paling kotor berebut fulus, modus

Ah, omong kosong "etika"
Menyebut saja aku kaku
Di simpang jalan, di trotoar, di gorong-gorong, di tong sampah berbau
Kata itu jadi benalu, di lindas jaman berlalu
*====*

Purnama Yang Redup
Yang menyakitkan itu selalu
Bukanlah saat pamit untuk berbagi jalan pulang
Yang menyakitkan itu selalu
Bukanlah saat berkata selamat tinggal di suatu petang

Yang menyakitkan itu mengapa bertemu
Yang menyakitkan itu mengapa bertamu
Yang menyakitkan itu mengapa bersatu
Yang menyakitkan itu mengapa dipadu

Awal luka itu, saat di takdirkan bertemu
Saat itu, harusnya aku tak bertamu
Harusnya kau tolak untuk menjadi satu
Sebab tak ada alasan menjadi padu

Kuberkata dalam hati malam itu
Saat redup purnama selepas hujan
Apakah sekejam ini takdirku?
Tak bisa kulepas arusku dari beban.
*====*

Palsu
Apa yang kalian dengar itu palsu
Dia narasikan kebalikan, semua kisah itu semu
Dan kalian, dengarkannya dengan haru
Kalian lesap dalam isak-isak yang biru

Tapi inginkah kalian jika kukisahkan yang asli?
Dia itu macam sutradara laga
Pandai mengatur jalan cerita
Sedang lakonnya sudah di tulis dalam rima-rima berbingkai

Palsu, tangisnya itu cara dia mengalur
Palsu, retorikanya itu senjatanya membaur
Agar kalian, terpaut pada durjananya
Agar kalian, larut pada karya fiksinya
*====*

Bias
Kau bilang menjaga hati, nyatanya membagi
Kau bilang mencari nyaman, nyatanya menghilang
Kau bilang butuh teman curhat, nyatanya chatku terbiar berkarat

Ah sudahlah, kau memang begitu
Meski kupaksa jua, kau memang sudah tak mau
Alibimu banyak, argumenmu patah oleh fakta
Dasar bias, wanita kadang bedebah juga.
*====*

Lorong-Lorong Waktu
Kita adalah perulangan masa
Detik berlalu haru
Menit membisu tak bicara
Jam berdeting pada dinding berjelaga talu demi talu

Aku sedang bicara padanya
Pada asa yang tak pernah kunjung
Aku sedang menggerutu padanya
Pada manusia yang tak tahu arti berkabung

Yang manakah duka paling dalam itu ?
Suatu hari aku bertanya pada tua renta
Yang tak kenal apa itu putus asa
Dia berkata " Duka itu palsu"
Yang nya hanyalah mata yang tak awas
Pada tanda-tanda yang lembut lalu menjelma buas
Pada hilang dan timbul di lorong-lorong waktu.