Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

gangel160487Avatar border
TS
gangel160487
Kelam yang Mencekam - Liputan di Rumah Sakit ke Bengkayang (Part II)
[url=https://www.kaskus.co.id/thread/5e82f04daf7e930700612af0/kengerian-dalam-kesunyian---perjalanan-di-rumah-sakit-ke-bengkayangSENSOR REFFERALprofile&med=thread]Kejadian Horor di Bengkayang[/url]


Aku terbangun dengan rasa sakit yang amat sangat di kepala ku, badan ku rasanya seperti remuk dan perasaan ku tidak enak. Perjalanan ke Bengkayang kali ini begitu menyita energi ku dan membuat stamina ku cukup terkuras.
Aku Nina....
Sebagai seorang jurnalis yang baru diterima di sebuah media terkemuka, ini adalah kali ceritaku sebagai jurnalis di media cetak.
Saat lulus dari kuliah jurusan komunikasi, menjadi seorang wartawan memang idamanku sejak lama.

Terlahir dan besar di kota Pontianak yang nama kota nya sendiri diambil dari nama makhluk halus kuntilanak maka hal mistis seakan sudah menjadi sesuatu yang biasa bagiku.
Sebagai anak baru di media, aku harus bersiap ditempatkan di bidang mana saja. Termasuk yang receh-receh. Tapi buatku tugas apapun tak menjadi receh sebab untuk setiap tugas yang diberikan membutuhkan nyali besar. Untuk kali ini aku ada tugas untuk liputan dan aku ditugaskan (bahasa kerennya, penempatan) di sebuah rumah sakit di bilangan pedalaman Kalimantan Barat.
Mungkin rumah sakit itu sekarang beda dengan zaman dulu saat pertama kali didirikan, terus terang ini adalah kali kesekianku kesana.

Cerita kali ini adalah saat aku bersama sama dengan kenalan ku untuk liputan di shift malam.
Sebut saja Rini, Nia dan Hani. Mereka bertiga adalah perawat yang ditempatkan di rumah sakit di bilangan kota Bengkayang.

Suatu hari, Rini, Nia, dan Hani harus masuk shift malam. Saat itu memang kondisi di Bengkayang sedang musim hujan dan debit hujan kali ini begitu deras, saat itu di beberapa lokasi sudah banjir dan mereka yang terpaksa harus ditugaskan overtime karena kekurangan tenaga medis dimana kondisi banjir besar sehingga harus ada tenaga medis yang berjaga jaga apabila ada situasi darurat. 
Jam sudah menunjukan pukul 11.20 malam. 

Keadaan sudah cukup sepi pada waktu itu, dengan hujan diluar yang begitu deras nya. 
Aku seperti biasa standby di muka meja resepsionis dengan kartu akses yang diberikan pihak RS dan visitor pass dikalungkan di leher.
Rumah sakit ini berada di lahan yang cukup luas, dikelilingi suasana kampung dan temaram lampu malam, dimana akses ke setiap bangsal harus melalui jalan setapak yang ditutupi oleh kanopi tetapi kiri kanan akan terlihat suasana malam taman dan dibelakang rumah sakit adalah pegunungan dan hutan.
Aku berjalan di arah koridor dimana ada satu atau dua keluarga pasien, dokter, dan perawat yang masih beraktifitas seperti biasa.

Hingga waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari, lalu rasa kantuk menyelimutiku. Saat itu, aku berjalanan menghampiri Rini dan rekan rekannya.
Rini bermaksud untuk beristirahat sejenak tapi Nia dan Hani masih terjaga.
“Nia, tidur sebentar ya. Aku mau merem sejenak aja,” kata Rini seraya menuju kasur ruang jaga dokter.
“Iya, Rini, gapapa. Han en Nina, jangan tidur ya. Temenin!,” ucap Nia.
Meskipun Rini tertidur, Ia masih dapat mendengar obrolan dan suara bisikan di dalam ruangan mereka.
Saat itu suasana begitu hening, terdengar tiupan angin yang menyapu jendela kamar rumah sakit dan sahutan kilat dan petir di langit malam dan rintik air hujan yang begitu deras nya. Aku merasakan dingin yang begitu sangat sehingga mengigil, bergegas kukancingkan jaket ku hingga menutupi leher.
Beberapa saat berlalu, hingga kemudian, tiba tiba terdengar suara indikator bel pasien. Suara itu begitu nyaring, memecah keheningan malam.

Salah satu pasien dari bangsal A, yang berada di lokasi ujung kamar membutuhkan bantuan perawat. Hani yang mendengar suara bel tersebut berinisiatif untuk pergi kesana. Rini yang kemudian terbangun juga bersiap ingin menemaninya, aku juga berinisiatif menemani mereka, lumayan mungkin ada sesuatu yang bisa aku masukan di liputanku.
Saat dini hari, suasana rumah sakit ini terasa sangat sepi. Tidak ada seorangpun di koridor. Hujan turun semakin lebat diselingi dengan kilat dan guruh yang bersahut sahutan.
Bertiga kami berjalan dalam remang malam koridor rumah sakit tersebut, menyusuri jarak yang lumayan jauh untuk menuju bangsal A tempat pasien berada.
Rini dan Hani yang masuk ke kamar pasien dan melihat lampu yang padam. Beberapa pasien memang menyukai lampu padam saat tidur.
Di kamar ini ada beberapa ranjang untuk pasien dan satu toilet pasien. Pintu toilet sedikit terbuka. Hani mengeceknya dan tidak ada orang didalam.
Hanya ranjang paling ujung dekat jendela yang tertutup gorden.
“Oh yang itu pasiennya,” kata Hani sambil menyalakan lampu, tiba tiba terdengar bunyi guruh yang cukup Cumiakan telinga, Rini sontak berteriak, suasana menjadi cukup mencekam.
Setelah beberapa saat, hening kembali terasa dalam ruangan tersebut, kami saling berpandang pandangan dan terdiam.
Akhirnya setelah tenang, kami berjalan menuju kearah pasien.
Bertiga kami beriringan pergi ke ranjang pasien tersebut. Rini sedikit merasa ketakutan karena kamar yang cukup besar ini hanya diisi satu pasien.
Rini dan Hani saat itu sudah siap untuk menyibak gorden dan menyapa pasien. Betapa terkejutnya mereka karena melihat ranjang pasien yang kosong.

Terkejut, kami melihat segera ke sekeliling kamar tetapi tidak mendapati seorangpun disana.
Rini melihat Hani dan kami melihat kearah tempat tidur untuk melihat kalau kalau ada tanda list nama pasien, menyadari kalau tidak ada satu orangpun di kamar ini dan tidak ada list nama pasien di samping ranjang bawah. Hani yang panik bermaksud berlari keluar tapi aku berinisiatif memegang tangan nya dan menenangkannya, agar tidak panik dan kabur.
Rini diam mematung dengan kaki yang masih lemas. Ia memberanikan diri untuk mengecek keadaan sekitar koridor, namun tidak ada tanda-tanda keluarga pasien. Berusaha untuk tenang, Rini kemudian mematikan lampu dan keluar dari kamar itu.
Pikiran Rini kalut, badannya terasa lemas dan berkeringat dingin, darahnya seolah naik ke ubun-ubun. Kami yang ikut serta pun sudah merasa ketakutan yang amat sangat.
Dengan setengah berlari kami kembali menyusuri koridor rumah sakit diiringi sahutan kilat dan guruh serta terpaan angin kencang hujan.
Sesampainya kami bertiga di ruangan jaga, Nia berusaha untuk menenangkan Hani dan memberikan air untuk diminum. Mereka tidak menceritakan kejadian ini kepada Nia karena hari masih dini dan jam jaga masih cukup lama hingga pagi tiba.
Waktu berlalu dan menunjukan pukul 03.00, saat itu kami merasakan waktu yang berjalan begitu lama dan mencekam, untuk tidur pun sudah tidak terasa ngantuk lagi melainkan hanya keringat dingin yang mengucur di tubuh walaupun di tengah cuaca yang begitu dingin dan lembab.
Rini tiba-tiba merasa ingin pergi ke toilet. Ia meminta tolong kepada Hani, Nia untuk menemaninya ke toilet karyawan karena masih ketakutan dengan kejadian di kamar pasien tadi.
"Nin, kamu sendiri disini ya tolong standby di ruang jaga, kami mau pergi ke toilet sebentar, tolong ya." Pinta Rini setengah memelas.
Aku pun mengangguk mengiyakan saja, karena kaki ku juga terasa lemas dan badan ku yang tidak ingin beranjak kemana mana lagi di pagi yang mencekam ini.
Akhirnya mereka bertiga pun menuju ke toilet rumah sakit.
Toilet karyawan rumah sakit ini cukup bersih, tetapi dengan penerangan pagi yang remang remang, memang rumah sakit ini sengaja mematikan beberapa penerangan di malam menuju pagi karena biasanya memang tidak ada lagi orang yang berlalu lalang di jam ganjil itu. Ada empat ruangan di toilet tersebut. Rini memastikan, tidak ada seorangpun di toilet ini karena semua pintu bilik terbuka.
Ia melongok dan melihat kedalam satu demi satu, memastikan sudah aman barulah ia masuk.
Baru saja Rini masuk ke salah satu bilik dan menutup pintu, tiba tiba terdengar suara air mengalir dari bilik kosong di sebelahnya, seperti bunyi toilet yang disiram. Gemetar, Rini merasa ada kejanggalan di toilet sebelah, dengan terburu buru Rini bergegas beranjak, membuka pintu dan berlari pergi. Diluar toilet, Ia segera menarik Hani dan Nia ke ruang jaga.

Aku merasa heran saat RIni, Hani dan Nia yang berlari tiba di ruang jaga dan melihat raut muka mereka aku pun menyadari ada sesuatu yang dia alami tapi kami berempat tidak lah membicarakan apapun saat itu.
Akhirnya kami melalui pagi yang terasa lama dalam keheningan dan ketakutan.
Singkat cerita pagi pun tiba, saat ganti shift dan bertemu perawat senior mereka. Rini dan Hani pun bercerita kepada perawat seniornya tentang kamar pasien nomor 35 di bangsal A.

“Oh iya, awalnya di ruangan itu ada pasiennya. Tapi udah meninggal kemarin malam jam 7,” kata perawat itu sambil tersenyum setelah mendengarkan cerita mereka.
Mendengar jawaban perawat senior itu, Rini dan Hani hanya bisa saling bertatap dan ketakutan.
"Jadi siapa yang membunyikan bel di tengah malam??"





Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh gangel160487 05-02-2022 10:32
apawaalAvatar border
nomoreliesAvatar border
read51843848Avatar border
read51843848 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.1K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan