Di usia 27 ini, aku kembali bertemu dengan sosok wanita cantik yang pernah aku taksir waktu studi di kota Solo.

Tak ada yang berubah dari paras cantiknya, cara dia berbicara pun masih sama ketika kita sering bercanda di kantin kampus.

Namun satu ada satu hal yang semakin membuatku kagum pada sosoknya, adalah sikap dewasanya saat ini yang telah jauh berbeda dari sebelumnya.

Hari berganti hari, entah siapa yang memulai, akhirnya kita berdua sepakat menjalin hubungan bersama.

Seperti kata anak-anak muda pada umumnya. "Yaudah jalani saja," kataku saat itu.

Di tengah jalan, satu permasalahan muncul ketika calon pasanganku mendapati vonis dari dokter.

Satu penyakit yang dideritanya itu seolah memutar keadaan dengan begitu cepat.

Dia yang sebelumnya memiliki penghasilan justru kehilangan pekerjaan karena penyakit ini.

Namun dengan keteguhan hati, sejak mendapati vonis dokter tersebut, saya telah bertekad untuk selalu ada di sampingnya dan menjadi pelipur lara baginya.

Bulan berganti, penyakitnya semakin parah dan semakin membatasi segala aktifitasnya sehari-hari.

Namun masih dengan sikap yang sama, sebaik mungkin saya berusaha untuk menemani di saat-saat sulit seperti ini.

Sampai hari itu tiba, dia mengatakan kenyataan yang kemudian menghancurkan ketulusanku ini. Dia mengakui bahwa telah memiliki hubungan dengan seorang duda diluar sana.

Dia sendiri yang mengaku, dia sendiri yang membuktikan.

Saya yang dengan lapang menerima kenyataan seperti ini justru mendapati kenyataan pahit yang tak pernah terpikir sebelumnya.

Entah akupun tak ingin menyalahkan dia. Karena bagiku semua ini tentu ada alasannya. Sampai akhirnya dia menanyaiku apakah masih akan bersamanya kemudian.

Dengan segala berat hati dan kekecewaan, akhirnya aku memilih pergi dan melupakannya.

Hanya satu harapanku. Semoga kau semakin dikuatkan disana. Aku selalu berdoa yang terbaik buatmu. Paling tidak aku pernah menunjukkan ketulusan tanpa pamrih kepadamu.

Ngr.