- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Reuni 212: Déjà vu Kepentingan Politik NU


TS
NegaraTerbaru
Reuni 212: Déjà vu Kepentingan Politik NU
Spoiler for Zain An Najah:
Spoiler for Video:
"Itu MUI makhluk apa? Instansi pemerintah? Ormas? Orsospol? Lembaga pemerintahankah? Tidak jelas, kan? Tapi ada anggaran APBN. Ini jadi bingungi," Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus)
Seandainya perkataan itu diucapkan bukan oleh seorang ulama, mungkin si pembicara telah dianggap menistakan agama. Namun faktanya kalimat itu diucapkan oleh Rais Aam Syuriah Nahdlatul Ulama tahun 2014 – 2015, Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus pada 30 Maret 2015 di Kampus III Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Menurut Gus Mus, penggunaan nama ulama dalam MUI bisa disalahgunakan. Di MUI katanya, asalkan bisa jadi pengurus MUI maka akan disebut sebagai ulama, meski sebenarnya tak memiliki kompetensi sebagai ulama.
Sumber : Tempo[Gus Mus: MUI Itu Sebenarnya Makhluk Apa?]
Kejanggalan dari MUI yang dikhawatirkan Gus Mus terbukti 6 tahun kemudian setelah anggota Komisi Fatwa MUI Zain An-Najah ditangkap Densus 88 Antiteror karena kasus terorisme. Ia ditangkap bersama Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Farid Okbah dan pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perisai Nusantara Esa, Anung Al Hamad.
Farid Okbah, Anung Al Hamad, dan Zain An-Najah ternyata terlibat dengan kelompok teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI).
Menurut pengamat terorisme dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, JI dinilai sengaja menanam kader di MUI untuk memengaruhi pengambilan kebijakan. "Karena MUI lembaga strategis dalam membuat kebijakan terkait kepentingan umat Islam, mereka (JI) menanam orang-orangnya untuk memengaruhi pengambilan kebijakan," kata Zaki Mubarak, Senin, 22 November 2021.
Zaki mengatakan organisasi JI yang baru atau Neo-JI memang memiliki strategi penyusup. Terutama menyusup ke lembaga negara dan organisasi masyarakat (ormas) strategis, serta partai politik. JI juga dinilai berusaha menyulut kebencian publik terhadap penguasa. Hal itu merupakan strategi baru, karena JI belum siap bertentangan langsung dengan aparat keamanan.
Sebagai informasi, JI adalah sebuah organisasi militan Islam yang berpusat di Asia Tenggara. Kita mungkin lebih mengenal JI sebagai dalang dari peristiwa bom Bali 2002 dan memiliki keterkaitan dengan Abu Bakar Baasyir. Aksi teror tersebut tentunya menyebabkan pemerintah menetepkan JI sebagai organisasi terlarang.
Sumber : Medcom [Pengamat: JI Tanam Orang di MUI untuk Pengaruhi Kebijakan]
Kelihaian menyusup dari JI yang merupakan organisasi terlarang di Indonesia serta upayanya untuk memengaruhi pengambilan kebijakan terlihat jelas saat terjadinya pertemuan antara Farid Okbah sebagai Ketua Umum PDRI dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada 29 Juni 2020. Pertemuan kala itu dimanfaatkan Farid Okbah agar Presiden Jokowi mencabut Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Bukankah ini pertanda bahwa JI mampu menyusup dan berupaya memengaruhi pengambilan kebijakan dari istana?
Sumber : Suara [Terduga Teroris Foto Bareng Jokowi Di Istana, BNPT: Bukti Penyamaran Mereka]
Menurut eks Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai, JI mulai mengembangkan strategi dalam menjalankan kegiatannya. Mereka tak lagi berpaku pada teror di tempat umum. "Mereka mengadakan semacam reformasi struktur itu yang memungkinkan mereka tidak saja jihad kemiliteran," ujar Ansyad Mbai, Minggu, 21 November 2021.
Pengembangan strategi yang dimaksud, yakni bergerak lewat jalur politik. Seperti yang dilakukan Farid Okbah membentuk PDRI serta Ahmad Zain An-Najah yang telah menjadi anggota Komisi Fatwa MUI.
Sumber : Medcom [Eks Kepala BNPT: Strategi JI Berkembang, Tak Hanya Sekedar Jihad Militer]
Pertanyaannya, bagaimana bisa kelompok JI dapat menyusup dengan mudah ke dalam kancah perpolitikan serta ormas yang terkenal dengan sertifikat halalnya tersebut? Dalam hal PDRI, partai tersebut adalah partai baru yang terbentuk sekitar lima bulan lalu, tepatnya pada 31 Mei 2021.
Akan tetapi, MUI adalah ormas yang dibentuk sejak 26 Juli 1975, mengapa pihak yang berafiliasi dengan JI dapat masuk ke dalam MUI? Bukankah, seharusnya MUI telah mengantisipasi hal ini sebelumnya agar tidak terjadi?
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menyayangkan ketika orang yang berasal dari kalangan MUI terpapar radikalisme atau terorisme. Seharusnya, kata dia, MUI bertugas melakukan deradikalisasi bukan justru sebaliknya.
Sumber : Suara [Wakil Ketua MPR: MUI Seharusnya Berfungsi Menderadilkalisasi, Malah Tersusupi Radikalisme]
Itulah mengapa, banyak pihak yang menilai agar MUI dibubarkan saja
Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Okky Tirto mengatakan MUI adalah wadah organisasi yang berisi orang-orang dengan latar belakang keilmuan agama. Akan tetap sungguh mengkhawatirkan ketika MUI justru ‘kemasukan’ paham radikalisme bahkan terorisme yang bersembunyi di balik jubah agama.
Okky berpandangan bahwa insiden ini menjadi suatu pertanda bahwa ormas-ormas Islam harus semakin menegaskan komitmen kebangsaan dengan melakukan auto evaluasi terhadap orientasi kadernya.
Namun pengajar sosiologi Universitas NU ini menambahkan, bahwa berlebihan jika atas dasar insiden tersebut maka MUI harus dibubarkan.
Sumber : Pos Kota [MUI Disusupi Kelompok Teroris, Pengamat Sebut 'Red Alert' bagi Negara dan Ulama untuk Rapatkan Barisan]
Beda hal dengan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB) Rudi S Kamri. Menurutnya, penangkapan Zain yang merupakan anggota Komisi Fatwa MUI cukup menimbulkan kegaduhan soal eksistensi lembaga tersebut.
Rudi menegaskan untuk tidak takut menguak kebenaran soal teroris, karena MUI hanya sekedar ormas. "Orang yang membela MUI karena dianggap sebagai kalangan para ulama, itu tidak benar. Jadi, MUI itu bentuknya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)," ucap Rudi, Kamis, 18 November 2021.
Rudi menambahkan MUI telah kehilangan legitimasi sebagai kumpulan dari ulama saat diisi orang-orang yang ekstrem.
Sumber : Genpi [Menguak Akar Teroris MUI, LKAB Beri Analisis Mengejutkan]
Pro dan kontra akan pembubaran MUI oleh masyarakat ini lantas ditanggapi oleh PBNU yang memiliki banyak anggota di kepengurusan MUI. PBNU menegaskan sikapnya untuk menolak pembubaran MUI. Menurut PBNU, pemberantasan terorisme harus terus dilakukan dengan tidak membubarkan lembaganya.
Sumber : Kompas [NU Tolak Desakan Pembubaran MUI Oleh Sejumlah Masyarakat]
Namun, kita harus ingat lagi bahwa MUI sebagai ormas mendapatkan APBN seperti yang pernah dikatakan pula oleh Gus Mus. Tentunya ada argumen kuat dari pihak yang ingin MUI dibubarkan karena meresahkan setelah disusupi oleh teroris yang jelas-jelas tidak berasaskan Pancasila dan UUD 45.
Jika kita mengambil dari pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, tujuan dari pendirian sebuah ormas adalah untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketertiban umum. Ormas yang boleh memiliki izin untuk berdiri harus dipastikan benar berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
Sehingga ketika didapati ada ormas yang dianggap justru telah meresahkan. Pemerintah memiliki kewajiban untuk hadir sesuai dengan kewenangan, baik itu untuk pembinaan maupun penertiban. Menurut politikus PDIP itu, jika memang ormas tersebut sudah diberi peringatan, namun masih tetap menciptakan keresahan di tengah masyarakat, maka pencabutan izin atas ormas tersebut dianggap sebagai solusi yang wajar dilakukan oleh pemerintah.
Sumber : Warta Ekonomi [Makin Meresahkan, DPR Minta Kemendagri Menertibkan Ormas yang Sering Bentrok]
Oleh karena MUI memiliki keunikan sebagai ormas yang menggunakan APBN, maka cara pertama yang dapat dilakukan untuk memastikan penggunaan dananya demi kepentingan negara dan rakyat Indonesia, maka perlu dilakukan audit.
Audit ini dapat dilakukan dalam bentuk audit ideologi dan audit keuangan.
Terkait audit ideologi, hal ini dipaparkan Pengamat politik dan intelijen, Erizely Bandaro yang mengatakan demi stabilitas politik nasional dan keutuhan NKRI, pengurus-pengurus MUI harus lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). “Karena aktifitas MUI menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN,” kata Erizely, Senin, 22 November 2021.
Sumber : Suarapemredkalbar [Gunakan APBN, Demi Keutuhan NKRI Pengurus MUI Mesti Lolos TWK]
Sedangkan soal audit keuangan dapat mencontoh hal yang pernah diutarakan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Belum lama ini, Luhut mengancam akan melakukan audit terhadap sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menurutnya telah menyebarkan informasi tidak benar. Dalam kesempatan itu, ancaman Luhut terkait bantahan dari kalangan aktivis lingkungan mengenai data deforestasi yang diklaim menurun oleh pemerintah.
Bukankah ini artinya, LSM alias ormas MUI yang disinyalir menggunakan dananya bukan untuk kepentingan negara dan masyarakat wajar untuk diaudit pula?
Sumber : Bisnis [Menko Luhut Pandjaitan Mau Audit LSM, Buat Apa?]
Audit keuangan ini makin diperlukan karena semenjak Omnibus Law Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, ternyata soal sertifikasi halal masih saja dimonopoli oleh MUI. Tidak terdengar kabarnya -terlebih setelah Ketua GP Ansor NU Gus Yaqut naik menjadi Menteri Agama- kelanjutan dari demonopoli MUI soal sertifikat halal yang seharusnya dapat diserahkan kepada seluruh ormas-ormas Islam lain.
Sertifikasi halal masih didominasi MUI.
Sumber : Detik [Keuntungan dan Kerugian Omnibus Law pada Sertifikasi Makanan Halal]
Coba kita bayangkan, dari sertifikasi halal saja sudah berapa uang yang didapatkan MUI. Sudah berapa pemasukan yang didapatkan MUI, terlebih lagi ormas ini sudah mendapatkan bantuan APBN. Bukankah bisa saja, keuntungan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan politik Islam, khususnya NU?
Sekali lagi ingat, mayoritas pengurus MUI adalah pihak NU.
Hal ini mengingatkan kita pada reuni PA 212, yang sebentar lagi akan dilakukan pada 2 Desember mendatang. Kegiatan tersebut dituding didanai oleh ormas terlarang, yakni FPI dan HTI. Namun, Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin yang juga panitia acara secara tegas membantah tuduhan tersebut.
Novel lantas menyebut kelompok yang menentang reuni adalah komunis gaya baru yang hadir di Indonesia atau memang penista agama yang dibungkus agama, padahal aslinya hanya komunis.
Sumber : JPNN [Panitia Reuni PA 212 Menyerang Balik, pakai Istilah Penista Agama]
Menarik, tuduhan menista agama tersebut juga acap kali digaungkan oleh pihak NU.
Masih teringat jelas dalam benak kita bersama bahwa Wapres Maruf Amin yang mengatakan Ahok harus dihabisi atas kasus penistaan agama yang menimpanya
Sumber : CNN Indonesia [Ma'ruf Amin Klarifikasi soal Video 'Ahok Harus Kita Habisi']
Masih ingat pula kita bahwa NU yang mengaku sebagai ormas Islam moderat, menuduh Joseph Paul Zhang, Muhammad Kace, dan Yahya Waloni sebagai penista agama.
Sumber : Detik [PBNU Minta Polisi Tangkap Jozeph Paul Zhang yang Diduga Nista Agama]
Sumber : Viva [PBNU Akan Laporkan Muhammad Kece ke Polisi Soal Penistaan Agama]
Sumber : Sindonews [Tokoh Muda NU Apresiasi Langkah Polri Menangkap Muhammad Kece dan Yahya Waloni]
Sehingga dapat kita simpulkan, bahwa pemerintah haruslah berhati-hati saat Reuni 212 nanti. Momen tersebut dapat dimanfaatkan PBNU untuk kembali menunggangi reuni tersebut demi kepentingan politiknya. NU yang tertekan karena kasus terorisme di MUI, tentu bisa menjadikan Reuni 212 sebagai sarana untuk melayangkan tekanan kepada penegakan hukum anti teror Densus 88 terhadap MUI.
Reuni 212 dapat dimanfaatkan NU sebagai sarana mendesak percepatan kasus Penistaan Agama Zhang, Kace, dan Waloni yang seharusnya tidak masuk kategori penistaan agama jika benar NU merupakan ormas Islam moderat.
Reuni 212 bisa menjadi momen bagi kepentingan politik Blok NU (dan Blok Politik Wakil Presiden) untuk menyudutkan Blok Politik Presiden dalam kerangka 'Islamophobia Jokowi’.
Diubah oleh NegaraTerbaru 25-11-2021 20:37
0
1.6K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan