- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Anak Muda Ogah Nikah, China Mustahil Jadi Superpower Dunia!


TS
Lockdown666
Anak Muda Ogah Nikah, China Mustahil Jadi Superpower Dunia!

Jakarta, CNBC Indonesia -China adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Ini adalah modal besar untuk menuju cita-cita yang diidamkan oleh Presiden Xi Jinping, membuat China menjadi negara adikuasa alias superpower melengserkan 'takhta' Amerika Serikat (AS).
"Ambisi Beijing semakin hari semakin terlihat. Menjadi negara paling berkuasa di dunia dan 'mengkudeta' Washington, mendominasi Asia, dan menyingkirkan pengaruh AS di wilayah barat Pasifik," sebut Jean-Pierre Cabestan, penulis buku Demain la Chine: guerre ou paix?
Modal China, yang tidak dimiliki AS, adalah jumlah penduduk yang lebih dari satu miliar jiwa. Populasi sebesar ini adalah basis yang luar biasa untuk kegiatan produksi dan konsumsi.
Akan tetapi, kini China punya tantangan. Tingkat kelahiran anak di Negeri Tirai Bambu terus menurun.
Pada 2020, rata-rata seorang perempuan China memiliki 1,3 anak. Ini sama seperti negara-negara yang memiliki masalah penuaan populasi (ageing population) yaitu Jepang dan Italia. Idealnya, China membutuhkan 2,1 kelahiran per tahun.
Pada 1979, China mulai memberlakukan kebijakan satu anak per keluarga. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan angka kemiskinan dan mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama di perdesaan.
Salah satu kontroversi kebijakan ini adalah tingginya angka aborsi, terutama terhadap anak perempuan. Dalam kebudayaan China, anak laki-laki lebih 'berharga' karena meneruskan nama keluarga (marga). Pada 2015, pemerintah China tegas melarang aborsi terhadap anak dengan jenis kelamin tertentu.
Pada 2016, pemerintah China memberi kelonggaran dengan mengizinkan satu keluarga memiliki dua anak. Meski sudah ada relaksasi angka kelahiran tetap rendah. Pada 2019, jumlah kelahiran per 1.000 penduduk adalah 10,48, turun dibandingkan 2018 yang sebesar 10,94.
Dalam satu dasawarsa terakhir, rata-rata angka kelahiran adalah yang terendah sejak dekade 1950-an. Pada 2010-2019, rata-rata angka kelahiran per 1.000 penduduk adalah 11,93
Dalam periode 2019-2020, angka kelahiran China turun 15%. Pertimbangan keamanan finansial, ditambah dengan kehadiran pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), membuat keluarga di Negeri Panda semakin enggan untuk memiliki buah hati.
Muda-Mudi China Enggan Menikah
Masalah ini penuaan populasi kian pelik kala generasi Z (kelahiran pertengahan hingga akhir dekade 1990-an) di China semakin enggan untuk berumah tangga. Dalam survei yang digelar Liga Pemuda Komunis China yang melibatkan 2.905 orang berusia 18-26 tahun, sebanyak 44% responden perempuan mengungkap tidak punya niat untuk menikah. Sementara 25% respoden laki-laku mengutarakan hal senada.
"Saat ini, orang tua muda harus membeli rumah sendiri. Tekanan ini sudah sangat berat. Ditambah dengan biaya untuk anak seperti pendidikan dan sebagainya," kata Gan Yuyang, seorang warga Zhengzhou, dalam wawancara dengan Reuters.
Lizzy Ran, seorang dokter perempuan berusia 29 tahun, juga memutuskan untuk belum berpikir soal membangun rumah tangga. Menurutnya, pernikahan bukan sesuatu yang penting dalam hidup.
"Ibu saya cemas, menurut beliau seseorang harus menikah dan memiliki anak dalam hidupnya. Menurut saya tidak, pernikahan tidak penting buat saya.
"Jika saya menemukan seseorang yang cocok, maka itu bagus. Namun saya belum menemukannya, dan itu tidak masalah. Saya tidak akan memaksakan diri untuk mencari seorang laki-laki dan menikahinya," papar Ran dalam perbincangan bersama Today Online.
Populasi adalah Koentji
Keenganan berkeluarga (dan memiliki anak) memiliki konsekuensi besar terhadap perekonomian China. Bisa-bisa impian Kamerad Xi menjadikan China sebagai penguasa dunia bakal sirna.
Penduduk menjadi penting dalam upaya transformasi ekonomi China. Presiden Xi ingin mengubah struktur ekonomi China dari produkif menjadi konsumtif.
Berbeda dengan Indonesia, konsumsi rumah tangga bukan penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) China. Mengutip catatan Bank Dunia, konsumsi rumah tangga 'hanya' berkontribusi sekitar 30% terhadap PDB China, sementara Indonesia lebih dari 50%.
Selama ini, penyumbang utama PDB China adalah investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB). Kontribusi pos ini terhadap PDB mencapai lebih dari 40%.
China yang begitu jor-joran menggenjot investasi menyebabkan satu masalah pelik. Utang korporasi, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), membengkak karena terus berekspansi.
Mengutip Reuters,pada 2006 dari 1.189 perusahaan besar di China ada 845 yang memiliki rasio utang sehat. Kesehatan rasio utang diukur dari perbandingan antara utang bersih dengan laba sebelum pembayaran bunga, pajak, amortisasi dan depresiasi (EBITDA). Rasio utang bersih/EBITDA menggambarkan seberapa lama perusahaan mampu melunasi utang jika faktor lain dianggap konstan (ceteris paribus).
Rasio utang bersih/EBITDA sehat biasanya berada di kisaran 0-5. Kalau di atas lima, maka sudah tidak sehat.
Pada 2006, masih banyak perusahaan yang memiliki rasio utang sehat yaitu 845 dari 1.189 atau 71,07%. Namun pada 2016, jumlahnya menyusut menjadi 557 perusaaan (48,53%).

Sumber: Reuters
Saat utang pemerintah relatif terkendali, tidak demikian dengan utang swasta (termasuk BUMN). Pada 2020, utang swasta di China mencapai 182,43% dari PDB, rekor tertinggi sepanjang sejarah.
China Mustahil Jadi Superpower Dunia
Tidak ingin masalah ini semakin berlarut-larut, Presiden Xi memutuskan untuk mengubah struktur ekonomi China. Jangan lagi investasi menjadi motor pertumbuhan ekonomi, karena akan menambah beban utang.
Oleh karena itu, konsumsi rumah tangga harus jadi yang utama. Memang laju pertumbuhan ekonomi tidak akan secepat jika didorong oleh investasi, tetapi konsumsi menjanjikan sesuatu yang lebih stabil dan berjangka panjang. Ekonomi China mungkin sulit untuk tumbuh dua digit, tetapi lebih baik begitu daripada tersandera oleh gunungan utang.
Agar konsumsi bisa tampil sebagai 'pemeran' utama, kuncinya adalah manusia. Semakin banyak manusia, maka konsumsi akan semakin meningkat dan diharapkan mampu menggantikan peran investasi.
So, wajar jika China ingin jumlah penduduknya terus bertambah. Namun kalau anak muda enggan menikah, apalagi memiliki keturunan, bagaimana itu bisa terjadi?
"Dua masalah terbesar di China adalah demografi dan utang. Jika China ingin menyusul AS sebagai perekonomian terbesar dunia, maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sekitar 6% per tahun hingga 2050. Itu tidak akan terjadi," sebut Charles Parton, Senior Associate Fellow di Royal United Services Institute, dalam tulisan berjudul China is Not the Next Superpower and We Should Stop Fearing It, yang diterbitkan City AM.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...rpower-dunia/1
Diubah oleh Lockdown666 17-10-2021 15:46
0
446
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan