Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

harbisindoAvatar border
TS
harbisindo
Pimpinan KPK Terlibat Kasus Suap Robin? Ini Bantahan Firli
Pimpinan KPK Terlibat Kasus Suap Robin? Ini Bantahan Firli

Bisnis, JAKARTA - Siapakah "batman" atau tepatnya "badman" yang menjadi "atasan" Robin dalam kasus suap penanganan perkara di KPK?

Pertanyaan itu menjadi penting, setelah Robin yang bernama lengkap Stepanun Robin Pattuju menjadi nama yang disebut dalam persidangan. Apalagi, Robin disebut-sebut menggunakan alasan "permintasan atasan" saat meminta uang kepada mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Terkait itu, pimpinan KPK dipastikan tidak terlibat dalam kasus dugaan suap yang dilakukan Robin. Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Firli menegaskan KPK serius mengusut kasus suap yang melibatkan Robin. Bahkan, lanjut Firli, KPK sudah memeriksa beberapa saksi termasuk dari kalangan internal KPK sendiri untuk mengusut kasus suap Robin.

"Tidak ada bukti bahwa atasannya terlibat perkara SRP (Stepanus Robin Pattuju)," kata Firli kepada wartawan, dikutip Selasa (12/10/2021).

Dalam sidang lanjutan kasus suap penaganan perkara, mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyebut dirinya sering dipaksa Robin untuk segera memberikan uang suap. Hal tersebut diungkapkan Syahrial saat bersaksi dalam persidangan kasus suap penanganan perkara di Tanjungbalai secara daring, Senin, (11/10/2021).

Syahrial menyebut Robin meminta agar uang suap itu cepat diberikan, karena atasan memintanya. Syahrial menyebut atasan yang dimaksud adalah pimpinan KPK. Dalam perkara ini, Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp11,02 miliar dan US$36 ribu dari sejumlah pihak. Uang itu diterima Stepanus dari para pihak yang diduga terlibat perkara di KPK. Uang tersebut diberikan agar Stepanus membantu para pemberi yang tengah terjerat perkara di KPK.

Secara terperinci, Stepanus menerima Rp1,69 miliar dari Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. Kemudian, Stepanus menerima dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin melalui pihak swasta Aliza Gunadi. Jumlah uang yang diterima Rp3,09 miliar dan US$36 ribu.

Ketiga, Stepanus juga disebut menerima uang dalam kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi Jawa Barat dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna Rp507,39 juta. Stepanus juga disebut menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi Rp525 juta.

Terakhir, Stepanus disebut menerima uang Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Atas perbuatannya, Stepanus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KPK juga mendalami cara mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memberikan uang suap kepada Robin. Azis adalah tersangka kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Dia sebelumnya diperiksa oleh penyidik lembaga antikorupsi selama tiga jam.

"Dikonfirmasi di antaranya terkait dengan kepemilikan rekening bank atas nama pribadinya yang diduga digunakan untuk mengirimkan sejumlah uang kepada SRP (Stepanus Robin Pattuju) melalui rekening bank milik pihak lain," ujar Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (12/10/2021).

Sebelumnya, Azis Syamsuddin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Dalam perkara ini, Azis awalnya mencoba menghubungi Robin untuk menutup perkara yang menjerat politikus Partai Golkar Aliza Gunado dan dirinya di KPK.

Robin meminta uang kepada Azis untuk membantunya menutup perkara di KPK. Robin diduga berkali-kali menemui Azis. Dalam pertemuan-pertemuan itu Azis memberikan uang kepada Robin sebanyak tiga kali yakni US$100 ribu, S$17.600, dan S$140.500.

Robin selalu menukarkan pemberian Azis dalam mata uang asing ke rupiah. Totalnya mencapai Rp3,1 miliar. Dalam kesepakatan awal, Azis seharusnya memberikan Rp4 miliar untuk menutup kasus tersebut.

Atas perbuatannya, Azis dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.





Diubah oleh harbisindo 13-10-2021 08:35
0
743
1
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan