- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PPN Mau Naik? Siap-siap Daya Beli Rakyat Tercekik!


TS
Lockdown666
PPN Mau Naik? Siap-siap Daya Beli Rakyat Tercekik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sudah bertahun-tahun mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%. Dalam perubahan terbaru Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah punya rencana untuk menaikkan tarif secara bertahap hingga ke 12%.
Akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menggelontorkan stimulus triliunan rupiah. Bantuan sosial, subsidi pajak, dan sebagainya disalurkan kepada rakyat untuk membantu bertahan hidup di tengah terpaan pandemi.
Gara-gara pandemi juga, modal untuk mendanai stimulus itu sangat terbatas. Ya, pandemi yang menghantam perekonomian membuat setoran pajak seret. Sebab, penerimaan pajak bergantung kepada aktivitas ekonomi. PPN, misalnya, mencerminkan transaksi di perekonomian.
Akibatnya, utang pemerintah membengkak. Per akhir Agustus 2021, total utang pemerintah adalah Rp 6.625,43 triliun. Naik Rp 55,27 triliun dari bulan sebelumnya.
Sudah dua tahun APBN kerja keras bagai kuda. Kini, seiring pandemi yang mulai terkendali, mungkin sudah saatnya menarik tali kekang. APBN tidak bisa terus-terusan ngebut, harus ada rem.
Dalam Rancangan APBN 2022, pemerintah menargetkan defisit anggaran di 4,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Turun dibandingkan rencana di APBN 2021 yang sebesar 5,82% PDB.
Untuk itu, setoran pajak harus naik. Untuk 2022, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 1.265 triliun. Naik 2,88% dari target tahun ini. Salah satu cara untuk mengejar kenaikan target itu adalah menaikkan tarif PPN.
PPN merupakan salah satu kunci dalam penerimaan pajak, dengan sumbangsih 40,84% terhadap total setoran pajak per Agustus 2021. Dalam 10 tahun terakhir, penerimaan PPN rata-rata tumbuh 7,52% per tahun.
PPN Naik, Daya Beli Rakyat Tercekik
Meski secara otomatis akan mengerek penerimaan pajak, karena tidak mungkin orang tidak bertransaksi, kenaikan tarif PPN punya dampak lain. Saat tarif PPN naik, maka harga barang dan jasa juga akan terdongkrak sehingga mempengaruhi daya beli rakyat.
Belajar dari pengalaman di Jepang, kenaikan tarif PPN akan langsung menurunkan konsumsi. Pada 1997, pemerintah Negeri Matahari Terbit menaikkan tarif PPN dari 3% jadi 5%. Hasilnya, konsumsi rumah tangga terkontraksi 0,76% pada 1998.
Pada 2014, tarif PPN kembali dinaikkan dari 5% menjadi 8% dan pada Oktober 2015 naik lagi jadi 10%. Pada 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh -0,93%.
Mengutip laporan Japan Research Institute (JRI), kenaikan tarif PPN akan menaikkan harga barang dan jasa sebesar 0,9%. Ini akan membuat pengeluaran konsumen berkurang 0,6% dan berdampak 0,4% terhadap PDB.
Selain berisiko menggerus pertumbuhan ekonomi, kenaikan tarif PPN juga melenceng dari salah satu tujuan kebijakan fiskal yaitu redistribusi pendapatan. Kebijakan fiskal harus memiliki semangat keadilan, mereka yang mampu seyogianya berkontribusi lebih besar dan mereka yang membutuhkan diberi keringanan serta dukungan dari negara. Ini yang namanya redistribusi pendapatan.
Namun kenaikan tarif PPN bersifat pukul rata. Orang kaya dan orang miskin menanggung beban yang sama. Mereka yang sehari-hari makan nasi dengan kecap harus membayar PPN yang sama dengan mereka yang makan steak wagyu.
Betul pemerintah membutuhkan tambahan setoran pajak jika ingin mengurangi utang. Namun menaikkan tarif PPN adalah jalan pintas, low hanging fruit, cara paling mudah. Pasti penerimaan negara akan naik sonder upaya ekstra (extra effort).
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...yat-tercekik/1






screamo37 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.8K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan