- Beranda
- Komunitas
- News
- Militer dan Kepolisian
B-1B Lancer | Pesawat Pengebom Ini Dulu Tidak Pernah Diinginkan Kelahirannya


TS
si.matamalaikat
B-1B Lancer | Pesawat Pengebom Ini Dulu Tidak Pernah Diinginkan Kelahirannya
Pada thread terdahulu TS pernah membahas sekilas sejarah dua pesawat pengebom strategis AS yakni B-52 Stratofortressdan B-2 Spirit. Sebenarnya ada satu lagi pesawat bomber yang belum sempat TS bahas, guna melengkapi profil bomber strategis AS kini ane akan membahasnya.
Saat ini Amerika punya trio bomber, yang paling tua ada B-52 serta sedikit agak muda ada B-1B Lancer dan B-2 Spirit. Bicara soal B-1B Lancer pesawat ini sudah mulai dikurangi jumlahnya. Sekitar 17 unit sudah dipensiunkan oleh Amerika, hal itu dilakukan untuk menyambut kelahiran bomber B-21 Raider yang kabarnya akan diluncurkan pada awal tahun 2022. Sebelum B-1B Lancer pensiun seluruhnya mari kita sejenak mengenal sejarahnya, selamat membaca
Sejarah lahirnya B-1B Lancer memang cukup panjang, bahkan bomber ini sempat tidak akan diproduksi pada awalnya. Setelah usainya Perang Dunia II, Angkatan Udara Amerika (USAF) menginginkan pesawat bomber baru yang bisa terbang sampai kecepatan maksimum Mach 2 seperti Convair B-58 Hustler serta punya jangkauan dan muatan layaknya B-52. Pada bulan Desember 1957, USAF menunjuk North American Aviation untuk membuat pesawat bomber baru tersebut yang dikenal sebagai B-70 Valkyrie.
B-70 Valkyrie dilengkapi dengan 6 mesin dan mampu melesat sampai kecepatan Mach 3 serta terbang di ketinggian 21.000 m. Namun, pada dekade 1950-an USAF menyadari bahwa rudal permukaan ke udara (SAM) bisa mengancam pesawat yang ada di ketinggian tinggi. Mereka lantas mengubah spesifikasi bomber mereka untuk terbang di ketinggian rendah.
Apa yang mereka pikirkan ternyata terjadi pada pesawat mata-mata U-2 Dragon Lady yang dipiloti Gary Powers yang ditembak jatuh oleh S-75 Dvina milik Soviet pada 1 Mei 1960. Setelah kejadian itu program B-70 Valkyrie lantas dibatalkan, karena USAF menganggap pesawat yang terbang pada ketinggian tinggi akan menjadi sasaran empuk rudal permukaan ke udara milik Soviet. Purwarupa B-70 kemudian diteliti dan dikembangkan untuk program pesawat subsonik.
Pada Oktober 1963 USAF merilis program Advanced Manned Precision Strike System (AMPSS), yang mengarah ke studi industri di Boeing, General Dynamics, dan North American Aviation. Selanjutnya pada pertengahan tahun 1964, USAF kemudian merevisi persyaratan untuk bomber barunya dan menamakan kembali proyek tersebut sebagai Advanced Manned Strategic Aircraft (AMSA), yang berbeda dari AMPSS karena dalam program ini menuntut pesawat terbang pada kecepatan tinggi mencapai Mach 2 serupa dengan kemampuan F-111 yang sudah ada.
Namun, upaya USAF guna mencari bomber baru tidak berjalan mulus dan terus mendapat kecaman berbagai pihak. Salah satu kecaman datang dari Menteri Pertahanan Robert McNamara, ia mengatakan lebih memilih ICBM (rudal jelajah antar benua) daripada membuat pengebom baru untuk Angkatan Udara, ia merasa bahwa pembom baru yang mahal tidak diperlukan. McNamara lantas membatasi program AMSA untuk studi dan pengembangan komponen yang dimulai pada tahun 1964.
Namun, 4 tahun kemudian program studi kembali dilanjutkan, IBM dan Autonetics dianugerahi kontrak studi avionik lanjutan untuk program AMSA pada tahun 1968. IBM merupakan akronim dari International Business Machines Corporation, sebuah perusahaan teknologi multinasinal yang berbasis di New York, sementara Autonerhics merupakan divisi dari North American Aviation yang betugas membuat avionik pesawat. Meski program dilanjutkan, akan tetapi McNamara tetap menentang program tersebut demi meningkatkan armada B-52 yang ada dan menambahkan hampir 300 F-111 untuk peran jarak yang lebih pendek kemudian diisi oleh B-58. Dia kembali memveto pendanaan untuk pengembangan pesawat AMSA pada tahun 1968.
Angin segar terkait pengembangan bomber baru datang di rezim Presiden Richard Nixon pada tahun 1969, Menteri Pertahanan Nixon, Melvin Laird, meninjau program dan memutuskan untuk menurunkan jumlah F-111. Menurutnya pesawat tidak akan memiliki jangkauan yang diinginkan, dan merekomendasikan agar studi desain AMSA dipercepat. Pada bulan April 1969, program ini secara resmi dirubah menjadi B-1A, Angkatan Udara kemudian mengeluarkan permintaan proposal pada bulan November 1969.
Proposal desain pesawat kemudian diajukan oleh Boeing, General Dynamics dan North American Rockwell pada Januari 1970. Pada Juni 1970, North American Rockwell dipilih desainnya dan dianugerahi kontrak pengembangan. Perusahaan tersebut kemudian mengubah namanya menjadi Rockwell International dan menamai divisi pesawatnya North American Aircraft Operations pada tahun 1973. Mereka membangun 4 prototype yang dibangun dengan standar produksi, prototype lantas dipesan pada anggaran tahun fiskal 1976. Rencananya akan ada 240 unit B-1A yang dibangun, dengan kemampuan operasional awal ditetapkan pada 1979.
Pesawat bomber baru menampilkan desain sayap sapuan variabel (variable-sweep) besar untuk memberikan lebih banyak daya angkat saat lepas landas dan mendarat, dan hambatan yang lebih rendah selama fase terbang pada kecepatan tinggi. Dengan sayap yang bisa diatur posisinya, pesawat memiliki kinerja yang jauh lebih baik daripada B-52, memungkinkannya untuk beroperasi dari landasan yang lebih pendek.
Prototype B-1A pertama dengan serial No. 74-0158 terbang pada tanggal 23 Desember 1974. Namun, pada perkembangannya biaya per unit pesawat ini terus meningkat sebagian karena inflasi yang tinggi selama periode itu. Pada tahun 1970, perkiraan biaya per unit B-1A adalah US$ 40 juta per unit, dan pada tahun 1975 angka ini meningkat menjadi US$ 70 juta.
Pada tahun 1976, pilot Uni Soviet Viktor Belenko membelot ke Bdat dengan membawa MiG-25 "Foxbat" miliknya ke Jeoang. Saat diinterogasi dia menggambarkan bahwa, "Super-Foxbat" baru (hampir pasti mengacu pada MiG-31 ) memiliki radar look-down/shoot-down untuk menyerang rudal jelajah. Hal tersebut juga akan membuat pesawat yang terbang di ketinggian rendah akan mudah diserang. Mengingat bahwa suite persenjataan B-1 mirip dengan B-52, dan tampaknya tidak mungkin B-1A bisa bertahan di wilayah udara Soviet daripada B-52, program ini pun semakin dipertanyakan.
Secara khusus, Senator William Proxmire terus-menerus mencemooh program B-1 di depan umum, dia mneyebut B-1 sebagai "dinosaurus yang sangat mahal."Sementara itu selama kampanye pemilihan federal 1976, Jimmy Carter dari Partai Demokrat mengatakan "Pengebom B-1 adalah contoh dari sistem yang diusulkan yang tidak boleh didanai dan akan membuang-buang uang pembayar pajak." Dan lagi-lagi program B-1 tersendat waktu itu.
Ketika Carter menjabat pada tahun 1977, ia memerintahkan peninjauan seluruh program. Pada titik ini, proyeksi biaya program telah meningkat menjadi lebih dari US$ 100 juta per pesawat, meskipun hal itu merupakan biaya keseluruhan seumur hidup selama 20 tahun. Dia diberitahu tentang pekerjaan yang relatif baru pada pesawat siluman yang telah dimulai pada tahun 1975, dan dia memutuskan bahwa ini adalah pendekatan yang lebih baik daripada B-1.
Pejabat Pentagon juga menyatakan bahwa AGM-86 Air Launched Cruise Missile (ALCM) yang diluncurkan dari armada B-52 akan memberikan kemampuan yang sama kepada USAF untuk menembus wilayah udara Soviet. Dengan jangkauan 2.400 km, ALCM dapat diluncurkan jauh di luar jangkauan pertahanan Soviet dan menembus pertahanan lawan pada ketinggian rendah seperti karena ukurannya yang lebih kecil, dan dalam jumlah yang jauh lebih besar dengan biaya yang lebih rendah. Sejumlah kecil B-52 dapat meluncurkan ratusan ALCM, selain itu sebuah program untuk meningkatkan B-52 dan mengembangkan dan menyebarkan ALCM akan menelan biaya setidaknya 20% lebih rendah dari 244 B-1A yang direncanakan waktu itu.
Pada tanggal 30 Juni 1977, Carter mengumumkan bahwa B-1A akan dibatalkan demi program ICBM, SLBM, dan meodernisasi armada B-52 yang dipersenjatai dengan ALCM. Carter menyebut keputusannya waktu itu sebagai salah satu keputusan tersulit yang pernah dibuat sejak ia menjabat. Pada awal 1978 ia kemudian mengesahkan proyek Advanced Technology Bomber (ATB), yang akhirnya mengarah pada pembuatan bomber siluman B-2 Spirit .
Selama kampanye presiden tahun 1980, Ronald Reagan berkampanye dan menyebut bahwa, Carter lemah dalam pertahanan, ia mengutip pembatalan program B-1 sebagai contohnya, sebuah tema kampanye yang terus ia gunakan hingga tahun 1980-an. Selama waktu ini menteri pertahanan Carter, Harold Brown mengumumkan proyek pengebom siluman tampaknya menyiratkan alasan pembatalan program B-1.
Saat menjabat, Reagan dihadapkan pada keputusan yang sama seperti Carter sebelumnya, apakah akan melanjutkan B-1 untuk jangka pendek, atau menunggu pengembangan ATB, pesawat yang jauh lebih maju. Hasil studi menunjukkan bahwa, B-52 yang ada dengan dipersenjatai ALCM akan tetap menjadi ancaman yang kredibel sampai tahun 1985.
Selama tahun 1981, dana dialokasikan untuk studi baru untuk pembom untuk kerangka waktu tahun 1990-an yang mengarah pada pengembangan Proyek Pesawat Tempur Jarak Jauh (LRCA). LRCA mengevaluasi B-1, F-111, dan ATB sebagai solusi yang memungkinkan; penekanan ditempatkan pada kemampuan multi-peran, yang bertentangan dengan operasi strategis murni.
Pada tahun 1981, diyakini B-1 dapat beroperasi sebelum pesawat dari programATB, yang mencakup periode transisi antara meningkatnya kerentanan B-52 dan pengenalan ATB. Reagan lantas memutuskan solusi terbaik adalah pengadaan B-1 dan ATB, dan pada 2 Oktober 1981 ia mengumumkan bahwa 100 B-1 akan dipesan untuk mengisi peran LRCA (Long-Range Combat Aircraft).
Pada Januari 1982, Angkatan Udara AS memberikankontrak kepada Rockwell senilai US$ 2,2 miliar untuk pengembangan dan produksi 100 pesawat pengebom B-1 baru. Banyak perubahan dilakukan pada desain untuk membuatnya lebih cocok dengan misi waktu itu yang kemudian menghasilkan B-1B . Perubahan ini termasuk pengurangan kecepatan maksimum, selain itu lapisan khusus digunakan pada pesawat yang akan mengurangi RCS (radar cross section) B-1B yang membuatnya sulit dideteksi radar.
Desain unik lainnya dari B-1B adalah mengusung desain sayap menyapu variabel yang mampu diatur sudutnya mulai dari 15 derajat sampai 67,5 derajat. Pengaturan sayap ini digunakan untuk keperluan lepas landas, mendarat serta saat terbang jelajah maksimum di ketnggian tinggi. Sayap menyapu variabel B-1B membuatnya mampu mendarat di landasan pacu pendek, akan tetapi badan pesawat yang panjang membuatnya mengalamai turbulensi saat terbang di ketinggian rendah. Untuk itu Rockwell membuat sirip segitiga kecil di dekat hidung untuk menstabilkan pesawat.
Kecepatan subsonik tinggi pada ketinggian rendah menjadi area fokus untuk desain yang direvisi, dan kecepatan tingkat rendah ditingkatkan dari Mach 0,85 menjadi 0,92. Sementara kecepatan maksimumnya adalah Mach 1,25 di ketinggian yang lebih tinggi. Tes penerbangan dari empat prototype B-1A untuk program B-1A berlanjut hingga April 1981. Program ini mencakup 70 penerbangan dengan total 378 jam. Pengujian mesin juga berlanjut selama waktu ini dengan mesin YF101 dengan total waktu hampir 7.600 jam. Untuk meningkatkan daya jelajahnya pesawat sudah bisa melakukan pengisian bahan bakar di udara dengan metode flying boom.
Meski mendapat berbagai penolakan, pada akhirnya rezim Reagan berhasil untuk membuat pesawat bomber baru tersebut. B-1B pertama selesai dan memulai pengujian penerbangan pada Maret 1983. Produksi pertama B-1B diluncurkan pada 4 September 1984 dan terbang pertama pada 18 Oktober 1984. B-1B ke-100 dan terakhir dikirimkan pada 2 Mei 1988. Meski pada awalnya B-1B dibuat oleh Rockwell, pada perkembangannya Rockwell pun menjadi bagian dari Boeing, maka dari itu program upgrade B-1B kini dilakukan oleh Boeing.
Saat ini Angkatan Udara AS sedang menunggu kelahiran bomber terbaru B-21 Raider, untuk itu mereka berencana akan memensiunkan bomber B-1B Lancer. Sampai awal tahun 2021 total ada 64 unit B-1B yang masih aktif bertugas bersama USAF. Namun, memasuki bulan Februari 2021 mulai ada rencana untuk menghentikan operasional B-1B. Mengutip artikel TheDrive.com
pesawat B-1B terakhir dari total 17 unit sudah tiba di Boneyard, yang merupakan tempat peristirahatan terakhir pesawat milik USAF. Total 13 pesawat lainnya berada di Boneyard, sementara 4 pesawat lainnya dibawa ke berbagai tempat yang berbeda.
Dari empat pesawat yang tidak dibawa ke Boneyard, salah satunya sekarang dipajang di Museum Global Power di Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana. B-1B lainnya pergi ke Pangkalan Angkatan Udara Edwards untuk digunakan sebagai platform pelatihan bagi kru darat. Pangkalan Angkatan Udara Tinker di Oklahoma juga menerima satu B-1B yang akan digunakan sebagai prototype untuk tindakan perbaikan struktural. Selain itu National Institute for Aviation Research (NIAR), bagian dari Wichita State University di Wichita, Kansas, juga mendapatkan salah satu pesawat B-1B sebagai bagian dari proyek untuk membuat apa yang disebut "digital twins" dari B-1B untuk digunakan sebagai rekayasa digital. Program ini digunakan untuk mendukung pengembangan lanjutan, peningkatan dan perbaikan untuk operasional pesawat B-1B yang tersisa di tahun-tahun mendatang.
Sementara itu update terbaru dari B-1B Lancer yang ditulis oleh TheDrive.com mengatakan bahwa, Boeing berencana akan menguji coba rudal hipersonik pada tahun 2022 mendatang. Rencananya B-1B yang tersisa akan dijadikan platform penggotong rudal hipersonik.
Beberapa rudal hipersonik yang bisa dibawa B-1B yaitu, AGM-183A Air-launched Rapid-Response Weapon atau AARW yang sudah diuji coba pada B-52, selain itu ada rudal Hypersonic Air-Breathing Weapon Concept atau HAWC yang digadang-gadang punya kecepatan sampai Mach 5, varian rudal ini juga sudah diuji coba pada pesawat bomber B-52. Rencananya penggunaan rudal hipersonik ini digunakan untuk mendukung kesiapan B-1B dalam menghadapi ancaman di era modern, sembari menunggu beroperasionalnya bomber B-21 Raider pada pertengahan tahun 2020-an.
Lahir di era Perang Dingin, B-1B Lancer juga punya kemampuan melepaskan bom nuklir. Namun, pada prakteknya di lapangan bomber ini hanya menjatuhkan bom konvensional. Sebagai tambahan informasi, setelah runtuhnya Uni Soviet kemampun nuklir B-1B dihapuskan secara resmi mulai tahun 1995. Berbagai palagan konflik pernah dicicipinya, salah satunya pertempuran untuk mendukung operasi di Irak selama Operasi Desert Fox pada bulan Desember 1998.
B-1B kemudian juga digunakan dalam Operasi Pasukan Sekutu (di Kosovo) dan dalam Operasi Enduring Freedom di Afghanistan dan invasi Irak tahun 2003. Dalam enam bulan pertama Operasi Enduring Freedom, delapan B-1 menjatuhkan hampir 40 persen persenjataan udara, termasuk sekitar 3.900 JDAM. Amunisi JDAM banyak digunakan oleh B-1B di Irak, terutama pada 7 April 2003 dalam upaya yang gagal untuk membunuh Saddam Hussein dan kedua putranya. Selama Operasi Enduring Freedom, B-1B mampu meningkatkan tingkat kemampuan misinya menjadi 79%.
Sebagai tambahan informasi, kemampuan operasional awal dicapai pada 1 Oktober 1986 dan B-1B ditempatkan pada status siaga nuklir. B-1B menerima nama resmi "Lancer" pada tanggal 15 Maret 1990. Namun, pengebom itu biasanys disebut "Bone"; nama panggilan yang tampaknya berasal dari artikel surat kabar di AS di mana namanya secara fonetis dieja sebagai "B-ONE"dengan tanda hubung yang dihilangkan secara tidak sengaja.
Sejauh ini ada sekitar 48 pesawat yang beroperasi setelah 17 unit ditarik dari layanan USAF, sepanjang karirnya B-1B sudah hadir dalam 3 varian yang berbeda, berikut ini adalah beberapa varian dari B-1B Lancer:
Desain awal dari B-1 yang punya kecepatan tertinggi sampai Mach 2.2. Empat prototype dibangun, tapi tidak ada unit yang diproduksi.
B-1B adalah desain B-1 yang direvisi dengan tanda radar (radar cross section) yang dikurangi, punya kecepatan tertinggi Mach 1,25. Sebanyak 100 B-1B diproduksi.
Kode "R" di sini berarti "Regional", ini adalah varian upgrade yang diusulkan untuk B-1B. Mesin akan diganti dengan memakai mesin Pratt & Whitney F119 yang bisa digeber sampai kecepatan Mach 2.2. Namun, hal itu akan menurunkan 20% daya jelajahnya. Pesawat dilengkapi radar AESA serta rudal udara ke udara. Belum ada informasi lanjutan dari B-1R, meski konsepnya sudah diungkapkan ke publik.
Saat ini Amerika punya trio bomber, yang paling tua ada B-52 serta sedikit agak muda ada B-1B Lancer dan B-2 Spirit. Bicara soal B-1B Lancer pesawat ini sudah mulai dikurangi jumlahnya. Sekitar 17 unit sudah dipensiunkan oleh Amerika, hal itu dilakukan untuk menyambut kelahiran bomber B-21 Raider yang kabarnya akan diluncurkan pada awal tahun 2022. Sebelum B-1B Lancer pensiun seluruhnya mari kita sejenak mengenal sejarahnya, selamat membaca

SEJARAH
Sejarah lahirnya B-1B Lancer memang cukup panjang, bahkan bomber ini sempat tidak akan diproduksi pada awalnya. Setelah usainya Perang Dunia II, Angkatan Udara Amerika (USAF) menginginkan pesawat bomber baru yang bisa terbang sampai kecepatan maksimum Mach 2 seperti Convair B-58 Hustler serta punya jangkauan dan muatan layaknya B-52. Pada bulan Desember 1957, USAF menunjuk North American Aviation untuk membuat pesawat bomber baru tersebut yang dikenal sebagai B-70 Valkyrie.
B-70 Valkyrie dilengkapi dengan 6 mesin dan mampu melesat sampai kecepatan Mach 3 serta terbang di ketinggian 21.000 m. Namun, pada dekade 1950-an USAF menyadari bahwa rudal permukaan ke udara (SAM) bisa mengancam pesawat yang ada di ketinggian tinggi. Mereka lantas mengubah spesifikasi bomber mereka untuk terbang di ketinggian rendah.
Apa yang mereka pikirkan ternyata terjadi pada pesawat mata-mata U-2 Dragon Lady yang dipiloti Gary Powers yang ditembak jatuh oleh S-75 Dvina milik Soviet pada 1 Mei 1960. Setelah kejadian itu program B-70 Valkyrie lantas dibatalkan, karena USAF menganggap pesawat yang terbang pada ketinggian tinggi akan menjadi sasaran empuk rudal permukaan ke udara milik Soviet. Purwarupa B-70 kemudian diteliti dan dikembangkan untuk program pesawat subsonik.
Pada Oktober 1963 USAF merilis program Advanced Manned Precision Strike System (AMPSS), yang mengarah ke studi industri di Boeing, General Dynamics, dan North American Aviation. Selanjutnya pada pertengahan tahun 1964, USAF kemudian merevisi persyaratan untuk bomber barunya dan menamakan kembali proyek tersebut sebagai Advanced Manned Strategic Aircraft (AMSA), yang berbeda dari AMPSS karena dalam program ini menuntut pesawat terbang pada kecepatan tinggi mencapai Mach 2 serupa dengan kemampuan F-111 yang sudah ada.
Quote:
Namun, upaya USAF guna mencari bomber baru tidak berjalan mulus dan terus mendapat kecaman berbagai pihak. Salah satu kecaman datang dari Menteri Pertahanan Robert McNamara, ia mengatakan lebih memilih ICBM (rudal jelajah antar benua) daripada membuat pengebom baru untuk Angkatan Udara, ia merasa bahwa pembom baru yang mahal tidak diperlukan. McNamara lantas membatasi program AMSA untuk studi dan pengembangan komponen yang dimulai pada tahun 1964.
Namun, 4 tahun kemudian program studi kembali dilanjutkan, IBM dan Autonetics dianugerahi kontrak studi avionik lanjutan untuk program AMSA pada tahun 1968. IBM merupakan akronim dari International Business Machines Corporation, sebuah perusahaan teknologi multinasinal yang berbasis di New York, sementara Autonerhics merupakan divisi dari North American Aviation yang betugas membuat avionik pesawat. Meski program dilanjutkan, akan tetapi McNamara tetap menentang program tersebut demi meningkatkan armada B-52 yang ada dan menambahkan hampir 300 F-111 untuk peran jarak yang lebih pendek kemudian diisi oleh B-58. Dia kembali memveto pendanaan untuk pengembangan pesawat AMSA pada tahun 1968.
Angin segar terkait pengembangan bomber baru datang di rezim Presiden Richard Nixon pada tahun 1969, Menteri Pertahanan Nixon, Melvin Laird, meninjau program dan memutuskan untuk menurunkan jumlah F-111. Menurutnya pesawat tidak akan memiliki jangkauan yang diinginkan, dan merekomendasikan agar studi desain AMSA dipercepat. Pada bulan April 1969, program ini secara resmi dirubah menjadi B-1A, Angkatan Udara kemudian mengeluarkan permintaan proposal pada bulan November 1969.
Proposal desain pesawat kemudian diajukan oleh Boeing, General Dynamics dan North American Rockwell pada Januari 1970. Pada Juni 1970, North American Rockwell dipilih desainnya dan dianugerahi kontrak pengembangan. Perusahaan tersebut kemudian mengubah namanya menjadi Rockwell International dan menamai divisi pesawatnya North American Aircraft Operations pada tahun 1973. Mereka membangun 4 prototype yang dibangun dengan standar produksi, prototype lantas dipesan pada anggaran tahun fiskal 1976. Rencananya akan ada 240 unit B-1A yang dibangun, dengan kemampuan operasional awal ditetapkan pada 1979.
Pesawat bomber baru menampilkan desain sayap sapuan variabel (variable-sweep) besar untuk memberikan lebih banyak daya angkat saat lepas landas dan mendarat, dan hambatan yang lebih rendah selama fase terbang pada kecepatan tinggi. Dengan sayap yang bisa diatur posisinya, pesawat memiliki kinerja yang jauh lebih baik daripada B-52, memungkinkannya untuk beroperasi dari landasan yang lebih pendek.
Quote:
Prototype B-1A pertama dengan serial No. 74-0158 terbang pada tanggal 23 Desember 1974. Namun, pada perkembangannya biaya per unit pesawat ini terus meningkat sebagian karena inflasi yang tinggi selama periode itu. Pada tahun 1970, perkiraan biaya per unit B-1A adalah US$ 40 juta per unit, dan pada tahun 1975 angka ini meningkat menjadi US$ 70 juta.
Pada tahun 1976, pilot Uni Soviet Viktor Belenko membelot ke Bdat dengan membawa MiG-25 "Foxbat" miliknya ke Jeoang. Saat diinterogasi dia menggambarkan bahwa, "Super-Foxbat" baru (hampir pasti mengacu pada MiG-31 ) memiliki radar look-down/shoot-down untuk menyerang rudal jelajah. Hal tersebut juga akan membuat pesawat yang terbang di ketinggian rendah akan mudah diserang. Mengingat bahwa suite persenjataan B-1 mirip dengan B-52, dan tampaknya tidak mungkin B-1A bisa bertahan di wilayah udara Soviet daripada B-52, program ini pun semakin dipertanyakan.
Secara khusus, Senator William Proxmire terus-menerus mencemooh program B-1 di depan umum, dia mneyebut B-1 sebagai "dinosaurus yang sangat mahal."Sementara itu selama kampanye pemilihan federal 1976, Jimmy Carter dari Partai Demokrat mengatakan "Pengebom B-1 adalah contoh dari sistem yang diusulkan yang tidak boleh didanai dan akan membuang-buang uang pembayar pajak." Dan lagi-lagi program B-1 tersendat waktu itu.
Ketika Carter menjabat pada tahun 1977, ia memerintahkan peninjauan seluruh program. Pada titik ini, proyeksi biaya program telah meningkat menjadi lebih dari US$ 100 juta per pesawat, meskipun hal itu merupakan biaya keseluruhan seumur hidup selama 20 tahun. Dia diberitahu tentang pekerjaan yang relatif baru pada pesawat siluman yang telah dimulai pada tahun 1975, dan dia memutuskan bahwa ini adalah pendekatan yang lebih baik daripada B-1.
Pejabat Pentagon juga menyatakan bahwa AGM-86 Air Launched Cruise Missile (ALCM) yang diluncurkan dari armada B-52 akan memberikan kemampuan yang sama kepada USAF untuk menembus wilayah udara Soviet. Dengan jangkauan 2.400 km, ALCM dapat diluncurkan jauh di luar jangkauan pertahanan Soviet dan menembus pertahanan lawan pada ketinggian rendah seperti karena ukurannya yang lebih kecil, dan dalam jumlah yang jauh lebih besar dengan biaya yang lebih rendah. Sejumlah kecil B-52 dapat meluncurkan ratusan ALCM, selain itu sebuah program untuk meningkatkan B-52 dan mengembangkan dan menyebarkan ALCM akan menelan biaya setidaknya 20% lebih rendah dari 244 B-1A yang direncanakan waktu itu.
Quote:
Pada tanggal 30 Juni 1977, Carter mengumumkan bahwa B-1A akan dibatalkan demi program ICBM, SLBM, dan meodernisasi armada B-52 yang dipersenjatai dengan ALCM. Carter menyebut keputusannya waktu itu sebagai salah satu keputusan tersulit yang pernah dibuat sejak ia menjabat. Pada awal 1978 ia kemudian mengesahkan proyek Advanced Technology Bomber (ATB), yang akhirnya mengarah pada pembuatan bomber siluman B-2 Spirit .
Selama kampanye presiden tahun 1980, Ronald Reagan berkampanye dan menyebut bahwa, Carter lemah dalam pertahanan, ia mengutip pembatalan program B-1 sebagai contohnya, sebuah tema kampanye yang terus ia gunakan hingga tahun 1980-an. Selama waktu ini menteri pertahanan Carter, Harold Brown mengumumkan proyek pengebom siluman tampaknya menyiratkan alasan pembatalan program B-1.
Saat menjabat, Reagan dihadapkan pada keputusan yang sama seperti Carter sebelumnya, apakah akan melanjutkan B-1 untuk jangka pendek, atau menunggu pengembangan ATB, pesawat yang jauh lebih maju. Hasil studi menunjukkan bahwa, B-52 yang ada dengan dipersenjatai ALCM akan tetap menjadi ancaman yang kredibel sampai tahun 1985.
Selama tahun 1981, dana dialokasikan untuk studi baru untuk pembom untuk kerangka waktu tahun 1990-an yang mengarah pada pengembangan Proyek Pesawat Tempur Jarak Jauh (LRCA). LRCA mengevaluasi B-1, F-111, dan ATB sebagai solusi yang memungkinkan; penekanan ditempatkan pada kemampuan multi-peran, yang bertentangan dengan operasi strategis murni.
Pada tahun 1981, diyakini B-1 dapat beroperasi sebelum pesawat dari programATB, yang mencakup periode transisi antara meningkatnya kerentanan B-52 dan pengenalan ATB. Reagan lantas memutuskan solusi terbaik adalah pengadaan B-1 dan ATB, dan pada 2 Oktober 1981 ia mengumumkan bahwa 100 B-1 akan dipesan untuk mengisi peran LRCA (Long-Range Combat Aircraft).
Quote:
Pada Januari 1982, Angkatan Udara AS memberikankontrak kepada Rockwell senilai US$ 2,2 miliar untuk pengembangan dan produksi 100 pesawat pengebom B-1 baru. Banyak perubahan dilakukan pada desain untuk membuatnya lebih cocok dengan misi waktu itu yang kemudian menghasilkan B-1B . Perubahan ini termasuk pengurangan kecepatan maksimum, selain itu lapisan khusus digunakan pada pesawat yang akan mengurangi RCS (radar cross section) B-1B yang membuatnya sulit dideteksi radar.
Desain unik lainnya dari B-1B adalah mengusung desain sayap menyapu variabel yang mampu diatur sudutnya mulai dari 15 derajat sampai 67,5 derajat. Pengaturan sayap ini digunakan untuk keperluan lepas landas, mendarat serta saat terbang jelajah maksimum di ketnggian tinggi. Sayap menyapu variabel B-1B membuatnya mampu mendarat di landasan pacu pendek, akan tetapi badan pesawat yang panjang membuatnya mengalamai turbulensi saat terbang di ketinggian rendah. Untuk itu Rockwell membuat sirip segitiga kecil di dekat hidung untuk menstabilkan pesawat.
Kecepatan subsonik tinggi pada ketinggian rendah menjadi area fokus untuk desain yang direvisi, dan kecepatan tingkat rendah ditingkatkan dari Mach 0,85 menjadi 0,92. Sementara kecepatan maksimumnya adalah Mach 1,25 di ketinggian yang lebih tinggi. Tes penerbangan dari empat prototype B-1A untuk program B-1A berlanjut hingga April 1981. Program ini mencakup 70 penerbangan dengan total 378 jam. Pengujian mesin juga berlanjut selama waktu ini dengan mesin YF101 dengan total waktu hampir 7.600 jam. Untuk meningkatkan daya jelajahnya pesawat sudah bisa melakukan pengisian bahan bakar di udara dengan metode flying boom.
Meski mendapat berbagai penolakan, pada akhirnya rezim Reagan berhasil untuk membuat pesawat bomber baru tersebut. B-1B pertama selesai dan memulai pengujian penerbangan pada Maret 1983. Produksi pertama B-1B diluncurkan pada 4 September 1984 dan terbang pertama pada 18 Oktober 1984. B-1B ke-100 dan terakhir dikirimkan pada 2 Mei 1988. Meski pada awalnya B-1B dibuat oleh Rockwell, pada perkembangannya Rockwell pun menjadi bagian dari Boeing, maka dari itu program upgrade B-1B kini dilakukan oleh Boeing.
Meski Akan Beroperasi Sampai tahun 2036, Pesawat yang Tersisa Akan Mampu Menggotong Rudal Hipersonik
Saat ini Angkatan Udara AS sedang menunggu kelahiran bomber terbaru B-21 Raider, untuk itu mereka berencana akan memensiunkan bomber B-1B Lancer. Sampai awal tahun 2021 total ada 64 unit B-1B yang masih aktif bertugas bersama USAF. Namun, memasuki bulan Februari 2021 mulai ada rencana untuk menghentikan operasional B-1B. Mengutip artikel TheDrive.com
pesawat B-1B terakhir dari total 17 unit sudah tiba di Boneyard, yang merupakan tempat peristirahatan terakhir pesawat milik USAF. Total 13 pesawat lainnya berada di Boneyard, sementara 4 pesawat lainnya dibawa ke berbagai tempat yang berbeda.
Dari empat pesawat yang tidak dibawa ke Boneyard, salah satunya sekarang dipajang di Museum Global Power di Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana. B-1B lainnya pergi ke Pangkalan Angkatan Udara Edwards untuk digunakan sebagai platform pelatihan bagi kru darat. Pangkalan Angkatan Udara Tinker di Oklahoma juga menerima satu B-1B yang akan digunakan sebagai prototype untuk tindakan perbaikan struktural. Selain itu National Institute for Aviation Research (NIAR), bagian dari Wichita State University di Wichita, Kansas, juga mendapatkan salah satu pesawat B-1B sebagai bagian dari proyek untuk membuat apa yang disebut "digital twins" dari B-1B untuk digunakan sebagai rekayasa digital. Program ini digunakan untuk mendukung pengembangan lanjutan, peningkatan dan perbaikan untuk operasional pesawat B-1B yang tersisa di tahun-tahun mendatang.
Sementara itu update terbaru dari B-1B Lancer yang ditulis oleh TheDrive.com mengatakan bahwa, Boeing berencana akan menguji coba rudal hipersonik pada tahun 2022 mendatang. Rencananya B-1B yang tersisa akan dijadikan platform penggotong rudal hipersonik.
Beberapa rudal hipersonik yang bisa dibawa B-1B yaitu, AGM-183A Air-launched Rapid-Response Weapon atau AARW yang sudah diuji coba pada B-52, selain itu ada rudal Hypersonic Air-Breathing Weapon Concept atau HAWC yang digadang-gadang punya kecepatan sampai Mach 5, varian rudal ini juga sudah diuji coba pada pesawat bomber B-52. Rencananya penggunaan rudal hipersonik ini digunakan untuk mendukung kesiapan B-1B dalam menghadapi ancaman di era modern, sembari menunggu beroperasionalnya bomber B-21 Raider pada pertengahan tahun 2020-an.
Quote:
Lahir di era Perang Dingin, B-1B Lancer juga punya kemampuan melepaskan bom nuklir. Namun, pada prakteknya di lapangan bomber ini hanya menjatuhkan bom konvensional. Sebagai tambahan informasi, setelah runtuhnya Uni Soviet kemampun nuklir B-1B dihapuskan secara resmi mulai tahun 1995. Berbagai palagan konflik pernah dicicipinya, salah satunya pertempuran untuk mendukung operasi di Irak selama Operasi Desert Fox pada bulan Desember 1998.
B-1B kemudian juga digunakan dalam Operasi Pasukan Sekutu (di Kosovo) dan dalam Operasi Enduring Freedom di Afghanistan dan invasi Irak tahun 2003. Dalam enam bulan pertama Operasi Enduring Freedom, delapan B-1 menjatuhkan hampir 40 persen persenjataan udara, termasuk sekitar 3.900 JDAM. Amunisi JDAM banyak digunakan oleh B-1B di Irak, terutama pada 7 April 2003 dalam upaya yang gagal untuk membunuh Saddam Hussein dan kedua putranya. Selama Operasi Enduring Freedom, B-1B mampu meningkatkan tingkat kemampuan misinya menjadi 79%.
Sebagai tambahan informasi, kemampuan operasional awal dicapai pada 1 Oktober 1986 dan B-1B ditempatkan pada status siaga nuklir. B-1B menerima nama resmi "Lancer" pada tanggal 15 Maret 1990. Namun, pengebom itu biasanys disebut "Bone"; nama panggilan yang tampaknya berasal dari artikel surat kabar di AS di mana namanya secara fonetis dieja sebagai "B-ONE"dengan tanda hubung yang dihilangkan secara tidak sengaja.
Sejauh ini ada sekitar 48 pesawat yang beroperasi setelah 17 unit ditarik dari layanan USAF, sepanjang karirnya B-1B sudah hadir dalam 3 varian yang berbeda, berikut ini adalah beberapa varian dari B-1B Lancer:
1. B-1A
Desain awal dari B-1 yang punya kecepatan tertinggi sampai Mach 2.2. Empat prototype dibangun, tapi tidak ada unit yang diproduksi.
2. B-1B
B-1B adalah desain B-1 yang direvisi dengan tanda radar (radar cross section) yang dikurangi, punya kecepatan tertinggi Mach 1,25. Sebanyak 100 B-1B diproduksi.
3. B-1R
Kode "R" di sini berarti "Regional", ini adalah varian upgrade yang diusulkan untuk B-1B. Mesin akan diganti dengan memakai mesin Pratt & Whitney F119 yang bisa digeber sampai kecepatan Mach 2.2. Namun, hal itu akan menurunkan 20% daya jelajahnya. Pesawat dilengkapi radar AESA serta rudal udara ke udara. Belum ada informasi lanjutan dari B-1R, meski konsepnya sudah diungkapkan ke publik.
Quote:
Diubah oleh si.matamalaikat 01-10-2021 15:50






dafiqi17 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
5.8K
26


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan