- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Klaster Sekolah COVID, P2G: Indikasi Pengawasan Lemah


TS
Kuratif
Klaster Sekolah COVID, P2G: Indikasi Pengawasan Lemah
Jakarta - Sebanyak 1.302 sekolah tercatat sebagai klaster sekolah COVID dalam laman [url]https://sekolah.data.kemdikbud.go.id,[/url] Kamis (23/9/2021) pukul 10.45 WIB.
Klaster sekolah COVID tersebut terdiri dari 583 SD, 251 PAUD, 244 SMP, 109 SMA, 70 SMK, dan 13 SLB. Angka klaster sekolah COVID ini mencakup 2,77 % dari 47.053 responden sekolah yang disurvei. Sisanya, sebanyak 45.751 sekolah tidak menjadi klaster PTM terbatas.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, kondisi tersebut merupakan peristiwa berulang dari kondisi sebelum PTM terbatas pada 30 Agustus 2021.
Sebagai informasi, dikutip dari data survei Kemdikbudristek tanggal 19 Agustus 2021 dalam raker dengan Komisi X DPR RI menjelang PTM, sebanyak 2,8% sekolah juga menjadi klaster sekolah COVID.
Satriwan mengatakan, sejumlah daerah dengan klaster sekolah COVID saat ini merupakan sekolah sudah pernah menjadi klaster sebelumnya.
"Contoh di Jepara, sudah banyak sekolah yang sebelumnya jadi klaster. Lalu di Padang Panjang, SMAN 1 Padang Panjang, ada 45 yang positif setelah dibuka kembali (untuk PTM terbatas) kan. Sementara itu, sebelum PTM 30 Agustus (2021), SMAN 1 Padang Panjang di catatan kami juga sudah pernah jadi klaster COVID," kata Satriwan kepada detikEdu, Kamis (23/9/2021).
"Berarti ada indikasi bahwa pengawasan memang lemah. P2G menghimpun laporan 30 Agustus hingga hari ini. Data menunjukkan, rata-rata terjadi pelanggaran di sekolah maupun sepulang dari sekolah," imbuhnya.
Satriwan menyebutkan, berbagai daerah dengan pelanggaran terhadap prokes selama PTM terbatas di antaranya yakni Aceh Utara, Aceh Timur, Kab. Pandeglang (SD), Kab. Tanah Datar, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kab. Blitar (SMP), Kab. Situbondo (SMA), Kab. Ende, Kab. Bima, dan Kepulauan Sangihe.
"Saya ada fotonya, anak-anak tidak pakai masker saat pulang sekolah," kata Satriwan.
"Intinya rata-rata terjadi, termasuk di DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi. Sepulang sekolah paling banyak, nongkrong rame-rame, ngariung (berkumpul)," imbunya.
Khusus SD, menurut Satriwan, angka klaster COVID sebesar 2,81% membuktikan bahwa siswa SD seharusnya masuk paling akhir untuk PTM terbatas, terutama jenjang kelas awal. Sementara itu, SMK seharusnya menjadi prioritas PTM terbatas, disusul SMA, yang relatif sudah dewasa dan bisa diarahkan.
"Kalau SD ini bertemu teman, cipika-cipiki, bercanda. Anak-anak di daerah jangan dipikir kayak di Jakarta, biasanya tidak pegang HP jadi cenderung tidak bisa diawasi saat pulang. Jalan kaki ke mana dulu, bergerombol," jelas Satriwan.
Satriwan mengatakan, karena itu, P2G mendesak aparat termasuk Satpol PP untuk disebar di kantong-kantong anak sekolah di jam pulang sekolah. Kondisi ini, jelas Satriwan, sebagai upaya untuk memantau penerapan prokes siswa SD dan pelajar secara umum hingga pulang dengan kendaraan umum atau dengan cara lainnya.
"Dan gampang mengidentifikasi anak sekolah, mereka pakai seragam. Jadi kalau anak ini tida pakai masker, bergerombol, aparat Satpol PP bisa memulangkan, harus antar pulang, bahkan kalau perlu lapor ke sekolah biar sekolah besok memperingatkan ke ortunya," kata Satriwan.
Ia menambahkan, rendahnya disiplin masyarakat juga membuat warga tidak dapat menegur siswa yang tidak menerapkan prokes.
"Di Pandeglang, Ende, Bima, Situbondo, masyarakat juga tidak pakai masker, bagaimana mereka mau menegur anak SMA-SMP agar pakai masker. Jadi anak-anak patuhnya saat berangkat sekolah dan di sekolah. Sampai disitu. Saat pulang sekolah sudah 'bebas'," kata Satriwan.
Di sisi lain, saat anak-anak patuh prokes, Satriwan mengatakan, guru-guru masih ada yang tidak pakai masker.
"Mohon maaf ya. Di Blitar, di Situbondo, kemudian di Bukittinggi, di Aceh Timur, dan beberapa yang lain, kami masih ada mendapat laporan 1-2 guru tidak pakai masker walau biasanya aguru lain mengingatkan," kata Satriwan.
Satriwan mengatakan, guru perlu berlatih disiplin menerapkan prokes termasuk selama sekolah tatap muka terbatas untuk mendukung pengentasan klaster sekolah COVID.
"Sambil mendidik, memang guru harus berlatih pakai masker setidaknya 4 jam, kecuali wudhu dan makan," pungkasnya.
"Klaster Sekolah COVID, P2G: Indikasi Pengawasan Lemah" selengkapnya https://www.detik.com/edu/sekolah/d-...gawasan-lemah.
yah emang....bego aja membiarkan sekolah jalan dengan berlindung "protokol kesehatan."
Klaster sekolah COVID tersebut terdiri dari 583 SD, 251 PAUD, 244 SMP, 109 SMA, 70 SMK, dan 13 SLB. Angka klaster sekolah COVID ini mencakup 2,77 % dari 47.053 responden sekolah yang disurvei. Sisanya, sebanyak 45.751 sekolah tidak menjadi klaster PTM terbatas.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, kondisi tersebut merupakan peristiwa berulang dari kondisi sebelum PTM terbatas pada 30 Agustus 2021.
Sebagai informasi, dikutip dari data survei Kemdikbudristek tanggal 19 Agustus 2021 dalam raker dengan Komisi X DPR RI menjelang PTM, sebanyak 2,8% sekolah juga menjadi klaster sekolah COVID.
Satriwan mengatakan, sejumlah daerah dengan klaster sekolah COVID saat ini merupakan sekolah sudah pernah menjadi klaster sebelumnya.
"Contoh di Jepara, sudah banyak sekolah yang sebelumnya jadi klaster. Lalu di Padang Panjang, SMAN 1 Padang Panjang, ada 45 yang positif setelah dibuka kembali (untuk PTM terbatas) kan. Sementara itu, sebelum PTM 30 Agustus (2021), SMAN 1 Padang Panjang di catatan kami juga sudah pernah jadi klaster COVID," kata Satriwan kepada detikEdu, Kamis (23/9/2021).
"Berarti ada indikasi bahwa pengawasan memang lemah. P2G menghimpun laporan 30 Agustus hingga hari ini. Data menunjukkan, rata-rata terjadi pelanggaran di sekolah maupun sepulang dari sekolah," imbuhnya.
Satriwan menyebutkan, berbagai daerah dengan pelanggaran terhadap prokes selama PTM terbatas di antaranya yakni Aceh Utara, Aceh Timur, Kab. Pandeglang (SD), Kab. Tanah Datar, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kab. Blitar (SMP), Kab. Situbondo (SMA), Kab. Ende, Kab. Bima, dan Kepulauan Sangihe.
"Saya ada fotonya, anak-anak tidak pakai masker saat pulang sekolah," kata Satriwan.
"Intinya rata-rata terjadi, termasuk di DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi. Sepulang sekolah paling banyak, nongkrong rame-rame, ngariung (berkumpul)," imbunya.
Khusus SD, menurut Satriwan, angka klaster COVID sebesar 2,81% membuktikan bahwa siswa SD seharusnya masuk paling akhir untuk PTM terbatas, terutama jenjang kelas awal. Sementara itu, SMK seharusnya menjadi prioritas PTM terbatas, disusul SMA, yang relatif sudah dewasa dan bisa diarahkan.
"Kalau SD ini bertemu teman, cipika-cipiki, bercanda. Anak-anak di daerah jangan dipikir kayak di Jakarta, biasanya tidak pegang HP jadi cenderung tidak bisa diawasi saat pulang. Jalan kaki ke mana dulu, bergerombol," jelas Satriwan.
Satriwan mengatakan, karena itu, P2G mendesak aparat termasuk Satpol PP untuk disebar di kantong-kantong anak sekolah di jam pulang sekolah. Kondisi ini, jelas Satriwan, sebagai upaya untuk memantau penerapan prokes siswa SD dan pelajar secara umum hingga pulang dengan kendaraan umum atau dengan cara lainnya.
"Dan gampang mengidentifikasi anak sekolah, mereka pakai seragam. Jadi kalau anak ini tida pakai masker, bergerombol, aparat Satpol PP bisa memulangkan, harus antar pulang, bahkan kalau perlu lapor ke sekolah biar sekolah besok memperingatkan ke ortunya," kata Satriwan.
Ia menambahkan, rendahnya disiplin masyarakat juga membuat warga tidak dapat menegur siswa yang tidak menerapkan prokes.
"Di Pandeglang, Ende, Bima, Situbondo, masyarakat juga tidak pakai masker, bagaimana mereka mau menegur anak SMA-SMP agar pakai masker. Jadi anak-anak patuhnya saat berangkat sekolah dan di sekolah. Sampai disitu. Saat pulang sekolah sudah 'bebas'," kata Satriwan.
Di sisi lain, saat anak-anak patuh prokes, Satriwan mengatakan, guru-guru masih ada yang tidak pakai masker.
"Mohon maaf ya. Di Blitar, di Situbondo, kemudian di Bukittinggi, di Aceh Timur, dan beberapa yang lain, kami masih ada mendapat laporan 1-2 guru tidak pakai masker walau biasanya aguru lain mengingatkan," kata Satriwan.
Satriwan mengatakan, guru perlu berlatih disiplin menerapkan prokes termasuk selama sekolah tatap muka terbatas untuk mendukung pengentasan klaster sekolah COVID.
"Sambil mendidik, memang guru harus berlatih pakai masker setidaknya 4 jam, kecuali wudhu dan makan," pungkasnya.
"Klaster Sekolah COVID, P2G: Indikasi Pengawasan Lemah" selengkapnya https://www.detik.com/edu/sekolah/d-...gawasan-lemah.
yah emang....bego aja membiarkan sekolah jalan dengan berlindung "protokol kesehatan."
0
1K
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan