gitalubisAvatar border
TS
gitalubis
Setelah Pergi
Menyesal
Oleh: Gita Lubis

Biasa, pada jam segini kau masih bergelung dalam selimut tebal. Namun, kini kau sedang duduk di teras rumah dengan tatapan kosong memandang ke depan, sedangkan pikiran sudah pergi mengembara entah pada ingatan yang mana. Dinginnya udara pagi sama sekali tak berhasil mengusikmu, padahal sebelumnya kau amat benci itu. Berita duka yang diterima, mampu mengubah kebiasaan itu.

Kau berdiri ketika mobil ambulance berhenti di halaman rumah, menyambut seseorang yang sedari tadi begitu mengusik ketenangan, lalu pecahlah tangismu begitu melihat tubuh seorang perempuan yang sudah terbujur kaku. Sebuah kalimat ‘anak lelaki tak boleh cengeng’ yang selalu kau lontarkan pada cucumu, nyatanya tak dapat dipertanggung jawabkan.

“Bangunlah, Ifa! Jangan tinggalkan aku sendiri.”

Kau terus mendekap tubuh istrimu yang terbaring di tilam, memohon dengan suara parau sebab terlalu banyak menangis. Orang-orang yang menyaksikan menatapmu iba, bahkan sampai ada yang mengusap pipi menghapus air mata. Namun, siapa yang bisa menolak kematian dengan alasan tak tega melihat orang yang ditinggalkan?

“Maafkan aku, Ifa. Aku berjanji setelah ini tak akan menyakitimu lagi. Tapi ... bangunlah!”

Selama 42 tahun pernikahan, kau baru sadar bahwa selama itu sangat jarang memberinya kebahagian. Bahkan, nyaris hampir tak pernah. Nada bicaramu selalu membentak setiap kali berhadapan dengannya. Namun, sekalipun dia tak pernah melawan, dan kau pun merasa jumawa sebab merasa kaulah segalanya baginya.

“Tenang, Ayah. Jangan meraung seper—“

“Istriku meninggal! Bagaimana aku bisa tenang?” Kau menyela, sebelum sulungmu menyelesaikan kalimatnya.

Kini dengan lantang kau menyebutnya seorang istri. Berat tubuhnya yang di atas rata-rata, membuatmu enggan—lebih tepatnya malu—mengakuinya sebagai istri. Bahkan bila mendatangi hajatan bersama, sebisa mungkin kau percepat langkah agar tidak beriringan dengannya.

Melihat wanita cantik di luar sana, merekahlah senyummu. Bahkan terkadang, tak berat tanganmu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk mereka yang berhasil menggodamu. Sesampainya di rumah masamlah mukamu, lalu kau bandingkan wanita-wanita tadi dengan istrimu.

“Ayah nggak ikut nyolatkan Ibu?” tanya bungsumu.

Kau langsung berdiri, meski kakimu seperti tak kuat menopang tubuh yang kian rapuh itu. Setelah sekian lama, baru sekarang kau langkahkan kaki memasuki masjid, padahal dulu cukup sering istrimu mengingatkan untuk datang ke sana.

Berbagai macam bunga kau taburi pada gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan istrimu, lalu kau ciumi nisan dengan nama Ifa Hayatunnisa Mustafa. Prosesi pemakaman sudah berakhir, bahkan orang-orang yang tadi ikut menghantarkan sudah pergi meninggalkan area kuburan.

“Ayo pulang, Kakek!” ajak cucumu.

Kau menoleh, lalu kemudian menggeleng lemah, dan kembali memeluk nisan istrimu, seakan tak ingin dia merasa kesepian. Padahal dulu, amat sering kau tinggalkannya sendiri di rumah selama berhari-hari.

Anak dan juga menantumu terpaksa memampahmu untuk pulang, tak peduli berapa kerasnya kau memberontak.

Sesampainya di rumah, kau langsung beringsut menuju mesin jahit yang teronggok di sudut. Kau usap benda yang sudah berumur puluhan tahun itu, Sebuah benda yang selama ini menyelamatkan perut dan juga pendidikan anak-anakmu.

Kini, kau mengerti kenapa istrimu selalu terlihat kurang menarik di matamu, sebab dia terlalu sibuk menjadi tulung punggung keluarga yang seharusnya menjadi tanggung jawabmu, hingga tak sempat merawat diri. Jika dulu kau memperlakukannya layaknya seorang istri, bukan seperti babu yang tak digaji, mungkin dia akan jauh lebih cantik daripada wanita di luaran sana yang membuatmu tersihir.

Kini, baru kau sadari perbuatanmu begitu jahat. Namun, tak ada yang bisa kau lakukan untuk menebus kesalahan itu selain memohon ampun , sebab seseorang sering menangis karenamu itu telah tiada. Ini mungkin akhir dari rasa sakitnya, tapi menjadi awal dari penderitaanmu.

Beribu penyesalan menggeroti jiwamu. Mungkin, beginilah cara Tuhan membalas perbuatanmu.

Tamat.

Langkat , 7 September
lonelylontongAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan lonelylontong memberi reputasi
2
372
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan