- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengapa Warga Jakarta menjadi Individualis


TS
panduwinarno
Mengapa Warga Jakarta menjadi Individualis
Sekarang ane baru paham, mengapa banyak yang mengatakan warga Jakarta/Jabodetabek cenderung individualis. Pengalaman ane tinggal di townhouse yang berlokasi di tengah pemukiman di Jakarta Selatan. Secara lokasi sih hanya masuk 300 meter dari jalan besar - masuk jalan kecil muat 2 mobil, terus masuk lagi sepanjang 100 meter jalan yang hanya muat 1 mobil dan 1 motor. Lalu ketemu deh gerbang perumahan tempat ane pernah tinggal. Jadi ada 2 townhouse dengan akses masuk yang sama, townhouse A terdiri dari 10 unit rumah, townhouse B (tempat ane) terdiri dari 12 unit rumah. Setelah dihuni semua dan dikelola penghuni, kita sepakat untuk dikelola bersama, dengan 2 sekurity.
Townhouse A punya jalan masuk 3x20 meter, townhouse B jalan masuk 4x20 meter. Di antara townhouse A dan townhouse B, ada gang 1 meter, yang asalnya dimiliki pemilik tanah townhouse B, kemudian dihibahkan untuk gang sebagai akses kampung di belakang townhouse. Pemukiman warga di belakang townhouse cukup luas, ada 1 RT, dan ada 3 akses masuk dari jalan.
Sebelum jadi townhouse, dulunya townhouse A kebun kosong dan ada tembok pemisah dengan townhouse B, yang asalnya adalah 1 unit rumah, kolam renang, kebun seluas 1200 meter persegi. Persoalan mulai muncul, ketika tembok pemisah dirobohkan oleh developer dan jalan masuk townhouse A dan townhouse B jadi satu, seluas (3+4) x 20 meter persegi.
Apa itu?
Warga sekitar melihat lahan masuk seluas 7x20 m2 tersebut, sebagai peluang untuk beli mobil dan menjadikannya tempat parkir, termasuk jadi parkir tamu warga, bongkar muat mobil barang (ada beberapa warung dekat situ). Awalnya kami tidak terlalu ambil pusing, selama masih bisa keluar masuk. Tapi lama kelamaan jadi brutal. Cukup sering terjadi sampai 3 mobil parkir berjejer, sehingga benar-benar tidak bisa keluar masuk.
Akhirnya warga townhouse berunding dan meminta kedua developer untuk membangun gerbang utama, mengembalikan seperti gerbang milik townhouse B, tapi kali ini ditambah dengan 3 meter. Plus membikin posko sekurity di sebelah gerbang yang akan dibangun. Karena tanah masik milik developer, tentu warga townhouse tidak meminta ijin warga hanya pemberitahuan kepada pak RT. Untuk warga yg menggunakan gang dengan motor/jalan kaki, sengaja disisakan 1.2 meter. Posko 1.2 meter, gerbang 4.6 meter.
Baru saja pemborong bikin pondasi, malamnya sekitar 50 warga sekitar mendatangi townhouse. Mereka mendesak warga townhouse untuk membatalkan rencana bikin gerbang.
Celakanya, itu kejadian malam minggu. Ane intip dari lantai 2, sebagian besar warga pergi (mobiilnya ngga ada) - akhirnya hanya ane dan tetangga ane yg menghadapi (setelah di grup WA ngga ada respon). Last minute, ada inget sorenya berpapasan dengan Pak Juki, tetangga ane di pojok. Beliau anggota kesatuan garda pertahanan negeri ini, yang beberapa bulan terakhir dinas di Papua. Ane call, ternyata ada di rumah. Dia bersedia menemui warga.
Singkatnya, di halaman parkir, beberapa warga senior (biang keroknya, para pemilik mobil tapi ngga punya tempat parkir), kami persilakan bicara. Mereka komplain ini itu dll.
Setelah selesai bicara, giliran ane yang bicara. Basa basi busuk. Seterusnya ane serahkan pak Juki. Beliau dengan tinggi 175 cm, mengenakan kaos hijau olahraga dan celana training - lengkap dengan nama kesatuannya - kemudian berdiri di atas bangku semen, jadi menjulang.
ane inget kata2nya:
1. Saya hanya ingin tahu, sebelum townhouse ini berdiri, artinya masih berupa rumah pak Dodi, bapak2 selama ini parkir mobil di mana?
2. Adakah hak milik bapak2 yang kami zalimi, dengan kami membangun gerbang dan posko keamanan?
Suasana hening ....
satu-satu menjawab memang selama ini tidak ada yang parkir karena memang lahannya tidak tersedia.
ada juga yang menjawab, melunak,mohon kebijakan, sebagai bentuk kepedulian sosial.
tapi ada juga yang sotoy, mengatakan bagusnya lahan tersebut dihibahkan untuk parkir warga dan lapangan badminton. Anjirrrrrrrr.
Ane menutup forum dengan kalimat santun: "apabila ada gangguan dan intimidasi selama kami membangun di lahan milik sendiri, akan ada konsekwensi hukum"
akhirnya, kami tetap meneruskan bikin gerbang.
Tinggal di pemukiman memang keras dan ada seninya hu ....
ada aja kejadian absurd - ada yg datang bawa telur ayam kampung, setengah memaksa beli dengan harga 2x indomaret, kita iba, dan beli. masih ada kembalian 30 ribu, dengan enteng "bu, kembaliannya untuk saya aja ya. lagi butuh banget" - dan si ibu ini saban 2 bulan pasti nyamperin tiap rumah.
ada juga, ibu2 yang dengan santuy, joging di dalam townhouse, artinya buka pintu pagar tanpa izin, ditegur malah nyolot "wong hanya jalan-jalan aja"
ada anak2 kampung yang maen bola di dalam townhouse, diusir, pergi besok balik lagi. Pernah ane pulang kerja sore, ane tegur, ini rumah orang bukan lapangan bola. eh, ada emak2 lewat "kenapa pak? memang ngga boleh?" ane jawab emang ngga saya izinkan ini halaman milik pribadi.
ada juga tiba2 anak2 datang bawa piring kosong, disuruh emaknya minta lauk.Ini terjadi beberapa kali.
ada juga emak2 datang, minta bantuan dana, entah untuk apa.
ajaibnya gaes, kami ini ngga kenal dan ngga pernah kenalan dengan mereka semua.
setelah 5 tahun bertahan, alhamdulillah ane berhasil pindah, dan bikin rumah di kawasan yang nyaman ngga jauh dari exit tol Cibubur. Good bye warga kampung!!!
Townhouse A punya jalan masuk 3x20 meter, townhouse B jalan masuk 4x20 meter. Di antara townhouse A dan townhouse B, ada gang 1 meter, yang asalnya dimiliki pemilik tanah townhouse B, kemudian dihibahkan untuk gang sebagai akses kampung di belakang townhouse. Pemukiman warga di belakang townhouse cukup luas, ada 1 RT, dan ada 3 akses masuk dari jalan.
Sebelum jadi townhouse, dulunya townhouse A kebun kosong dan ada tembok pemisah dengan townhouse B, yang asalnya adalah 1 unit rumah, kolam renang, kebun seluas 1200 meter persegi. Persoalan mulai muncul, ketika tembok pemisah dirobohkan oleh developer dan jalan masuk townhouse A dan townhouse B jadi satu, seluas (3+4) x 20 meter persegi.
Apa itu?
Warga sekitar melihat lahan masuk seluas 7x20 m2 tersebut, sebagai peluang untuk beli mobil dan menjadikannya tempat parkir, termasuk jadi parkir tamu warga, bongkar muat mobil barang (ada beberapa warung dekat situ). Awalnya kami tidak terlalu ambil pusing, selama masih bisa keluar masuk. Tapi lama kelamaan jadi brutal. Cukup sering terjadi sampai 3 mobil parkir berjejer, sehingga benar-benar tidak bisa keluar masuk.
Akhirnya warga townhouse berunding dan meminta kedua developer untuk membangun gerbang utama, mengembalikan seperti gerbang milik townhouse B, tapi kali ini ditambah dengan 3 meter. Plus membikin posko sekurity di sebelah gerbang yang akan dibangun. Karena tanah masik milik developer, tentu warga townhouse tidak meminta ijin warga hanya pemberitahuan kepada pak RT. Untuk warga yg menggunakan gang dengan motor/jalan kaki, sengaja disisakan 1.2 meter. Posko 1.2 meter, gerbang 4.6 meter.
Baru saja pemborong bikin pondasi, malamnya sekitar 50 warga sekitar mendatangi townhouse. Mereka mendesak warga townhouse untuk membatalkan rencana bikin gerbang.
Celakanya, itu kejadian malam minggu. Ane intip dari lantai 2, sebagian besar warga pergi (mobiilnya ngga ada) - akhirnya hanya ane dan tetangga ane yg menghadapi (setelah di grup WA ngga ada respon). Last minute, ada inget sorenya berpapasan dengan Pak Juki, tetangga ane di pojok. Beliau anggota kesatuan garda pertahanan negeri ini, yang beberapa bulan terakhir dinas di Papua. Ane call, ternyata ada di rumah. Dia bersedia menemui warga.
Singkatnya, di halaman parkir, beberapa warga senior (biang keroknya, para pemilik mobil tapi ngga punya tempat parkir), kami persilakan bicara. Mereka komplain ini itu dll.
Setelah selesai bicara, giliran ane yang bicara. Basa basi busuk. Seterusnya ane serahkan pak Juki. Beliau dengan tinggi 175 cm, mengenakan kaos hijau olahraga dan celana training - lengkap dengan nama kesatuannya - kemudian berdiri di atas bangku semen, jadi menjulang.
ane inget kata2nya:
1. Saya hanya ingin tahu, sebelum townhouse ini berdiri, artinya masih berupa rumah pak Dodi, bapak2 selama ini parkir mobil di mana?
2. Adakah hak milik bapak2 yang kami zalimi, dengan kami membangun gerbang dan posko keamanan?
Suasana hening ....
satu-satu menjawab memang selama ini tidak ada yang parkir karena memang lahannya tidak tersedia.
ada juga yang menjawab, melunak,mohon kebijakan, sebagai bentuk kepedulian sosial.
tapi ada juga yang sotoy, mengatakan bagusnya lahan tersebut dihibahkan untuk parkir warga dan lapangan badminton. Anjirrrrrrrr.
Ane menutup forum dengan kalimat santun: "apabila ada gangguan dan intimidasi selama kami membangun di lahan milik sendiri, akan ada konsekwensi hukum"
akhirnya, kami tetap meneruskan bikin gerbang.
Tinggal di pemukiman memang keras dan ada seninya hu ....
ada aja kejadian absurd - ada yg datang bawa telur ayam kampung, setengah memaksa beli dengan harga 2x indomaret, kita iba, dan beli. masih ada kembalian 30 ribu, dengan enteng "bu, kembaliannya untuk saya aja ya. lagi butuh banget" - dan si ibu ini saban 2 bulan pasti nyamperin tiap rumah.
ada juga, ibu2 yang dengan santuy, joging di dalam townhouse, artinya buka pintu pagar tanpa izin, ditegur malah nyolot "wong hanya jalan-jalan aja"
ada anak2 kampung yang maen bola di dalam townhouse, diusir, pergi besok balik lagi. Pernah ane pulang kerja sore, ane tegur, ini rumah orang bukan lapangan bola. eh, ada emak2 lewat "kenapa pak? memang ngga boleh?" ane jawab emang ngga saya izinkan ini halaman milik pribadi.
ada juga tiba2 anak2 datang bawa piring kosong, disuruh emaknya minta lauk.Ini terjadi beberapa kali.
ada juga emak2 datang, minta bantuan dana, entah untuk apa.
ajaibnya gaes, kami ini ngga kenal dan ngga pernah kenalan dengan mereka semua.
setelah 5 tahun bertahan, alhamdulillah ane berhasil pindah, dan bikin rumah di kawasan yang nyaman ngga jauh dari exit tol Cibubur. Good bye warga kampung!!!
0
690
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan