- Beranda
- Komunitas
- Cinta Indonesiaku
Tuanku Imam Bonjol, Ulama Pemberani yang Tak Kenal Kompromi


TS
NyxFairy
Tuanku Imam Bonjol, Ulama Pemberani yang Tak Kenal Kompromi
Sosok yang satu ini sudah tak lagi asing di telinga. Tuanku Imam Bonjol merupakan seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam perang Padri. Perang itu terjadi pada 1803 hingga 1838. Sosok ini dikenal santun dan tak kenal kompromi terhadap Belanda. Keteguhannya dan perjuangannya menjadi pelajaran penting yang bisa diteladani dari sosok Imam Bonjol.

Sumber
1. Asal Mula Nama Tuanku Imam Bonjol
Bernama asli Muhammad Shahab, Tuanku Imam Bonjol lahir pada 1772. Ayahnya merupakan seorang alim ulama dari Nagari Sungai Rimbang, Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Imam Bonjol belajar agama di Aceh dan mendapat gelar Malin Basa dari sana. Beranjak dewasa, Imam Bonjol dikenal sebagai seorang ulama. Beberapa gelar sempat disematkan kepadanya. Seperti Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Suatu kali, seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan, Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol. Sejak saat itu, Muhammad Shahab dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Sumber
2. Imam Bonjol Jadi Pemimpin Perang Padri
Berjuang melawan penjajahan Belanda, Tuanku Imam Bonjol turun dalam perang paling lama, yakni perang Padri. Berlangsung dari 1803 hingga 1838, perang ini melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing. Perang ini dikenal sebagai perang saudara di Sumatera. Perang ini terjadi karena adanya pertentangan dari kaum Padri yang menginginkan agar hukum di daerahnya dijalankan sesuai dengan syariat Islam dengan kaum kerajaan Pagaruyung. Karena situasi mendesak, kaum adat disebut meminta bantuan Belanda yang akhirnya resmi ikut berperang melawan kaum Padri.
Belanda diketahui sempat kesulitan melawan Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya. Terlebih Belanda masih harus memadamkan perang di daerah lain, perang Diponegoro misalnya. Imam Bonjol pernah menandatangani perdamaian dengan Belanda yang dituangkan dalam Perjanjian Masang pada 1824. Namun perdamaian tak berlangsung lama setelah Belanda kembali menyerang. Pada 1833, perang Padri memasuki babak baru ketika kaum adat dan kaum Padri bersatu melawan Belanda setelah menyadari peperangan tersebut hanya menyengsarakan rakyat. Benteng kaum Padri dikepung dan diserang selama lebih kurang enam bulan.

Sumber
3. Penangkapan Imam Bonjol dan Akhir Perang Padri
Pada 16 Agustus 1837, benteng Bonjol dikuasai Belanda. Untuk menangkap Imam Bonjol, perundingan diadakan bersama Tuanku Imam Bonjol pada Oktober 1837 di Palupuh. Belanda kemudian menangkap Imam Bonjol dan mengasingkannya ke Cianjur, Jawa Barat. Langkah Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia kemudian dibawa ke Ambon dan dipindahkan lagi ke Lotak, Minahasa di dekat Manado. Di sana, Tuanku Imam Bonjol wafat pada 8 November 1864.

Sumber
4. Wajah Tuanku Imam Bonjol dalam Uang Rupiah
Atas keberanian dan perjuangannya melawan Belanda, pemerintah akhirnya mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan Nasional. Gelar tersebut diberikan kepada Tuanku Imam Bonjol pada 6 November 1973. Tak hanya itu, nama Tuanku Imam Bonjol juga diabadikan sebagai nama jalan

Sumber
Bahkan, wajahnya diabadikan dalam gambar uang pecahan Rp5.000 sejak 2001. Uang berwarna kuning muda atau kecokelatan tersebut menggunakan gambar Tuanku Imam Bonjol di bagian depan dan gambar pengerajin tenun Pandai Sikek di bagian belakangnya.
SUMBER

Sumber
1. Asal Mula Nama Tuanku Imam Bonjol
Bernama asli Muhammad Shahab, Tuanku Imam Bonjol lahir pada 1772. Ayahnya merupakan seorang alim ulama dari Nagari Sungai Rimbang, Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Imam Bonjol belajar agama di Aceh dan mendapat gelar Malin Basa dari sana. Beranjak dewasa, Imam Bonjol dikenal sebagai seorang ulama. Beberapa gelar sempat disematkan kepadanya. Seperti Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Suatu kali, seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan, Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di Bonjol. Sejak saat itu, Muhammad Shahab dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Sumber
2. Imam Bonjol Jadi Pemimpin Perang Padri
Berjuang melawan penjajahan Belanda, Tuanku Imam Bonjol turun dalam perang paling lama, yakni perang Padri. Berlangsung dari 1803 hingga 1838, perang ini melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing. Perang ini dikenal sebagai perang saudara di Sumatera. Perang ini terjadi karena adanya pertentangan dari kaum Padri yang menginginkan agar hukum di daerahnya dijalankan sesuai dengan syariat Islam dengan kaum kerajaan Pagaruyung. Karena situasi mendesak, kaum adat disebut meminta bantuan Belanda yang akhirnya resmi ikut berperang melawan kaum Padri.
Belanda diketahui sempat kesulitan melawan Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya. Terlebih Belanda masih harus memadamkan perang di daerah lain, perang Diponegoro misalnya. Imam Bonjol pernah menandatangani perdamaian dengan Belanda yang dituangkan dalam Perjanjian Masang pada 1824. Namun perdamaian tak berlangsung lama setelah Belanda kembali menyerang. Pada 1833, perang Padri memasuki babak baru ketika kaum adat dan kaum Padri bersatu melawan Belanda setelah menyadari peperangan tersebut hanya menyengsarakan rakyat. Benteng kaum Padri dikepung dan diserang selama lebih kurang enam bulan.

Sumber
3. Penangkapan Imam Bonjol dan Akhir Perang Padri
Pada 16 Agustus 1837, benteng Bonjol dikuasai Belanda. Untuk menangkap Imam Bonjol, perundingan diadakan bersama Tuanku Imam Bonjol pada Oktober 1837 di Palupuh. Belanda kemudian menangkap Imam Bonjol dan mengasingkannya ke Cianjur, Jawa Barat. Langkah Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia kemudian dibawa ke Ambon dan dipindahkan lagi ke Lotak, Minahasa di dekat Manado. Di sana, Tuanku Imam Bonjol wafat pada 8 November 1864.

Sumber
4. Wajah Tuanku Imam Bonjol dalam Uang Rupiah
Atas keberanian dan perjuangannya melawan Belanda, pemerintah akhirnya mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan Nasional. Gelar tersebut diberikan kepada Tuanku Imam Bonjol pada 6 November 1973. Tak hanya itu, nama Tuanku Imam Bonjol juga diabadikan sebagai nama jalan

Sumber
Bahkan, wajahnya diabadikan dalam gambar uang pecahan Rp5.000 sejak 2001. Uang berwarna kuning muda atau kecokelatan tersebut menggunakan gambar Tuanku Imam Bonjol di bagian depan dan gambar pengerajin tenun Pandai Sikek di bagian belakangnya.
SUMBER
0
689
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan