- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kematian Itu Musibah atau Anugrah?


TS
DeYudi69
Kematian Itu Musibah atau Anugrah?
Kaskus DeYudi69 -Meninggal dunia memang sudah menjadi takdir dari semua manusia dan makhluk hidup lainnya.

sumber gambar
Adalah suatu hal yang normal bila suatu saat kita akan berhenti bernapas, namun, tak ada yang tahu kapan dimana dan bagaimana akan terjadinya kematian itu.
Salah satu faktor yang paling umum penyebab dari sebuah kematian adalah usia yang sudah tua. Seiring bertambahnya usia, tak hanya tubuh kita saja yang ikut menua, sepertinya jiwa kita pun akan lelah berada dalam wadah yang lemah.
Dalam benak ane sering memikirkan, kematian itu sebuah anugrah atau sebuah musibah.
Melihat dari realita yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, maupun membaca sejarah dan cerita turun temurun di setiap wilayah yang kian melegenda, ane rasa kematian memang seperti pisau bermata dua.
Di satu sisi, maut membawa musibah, namun bagi sebagian orang kematian yang damai adalah sebuah anugrah.
Kenapa ane katakan demikian? Karena memang seperti itu yang ane lihat secara langsung di masyarakat.
Kematian itu akan dianggap musibah apabila merenggut banyak nyawa yang tak berdosa, misal terjadi karena tanah longsor, banjir bandang, tsunami, maupun akibat dari ledakan bom bunuh diri. Tak terkecuali pandemi Covid-19.
Lalu, kematian yang bagaikan sebuah anugrah terindah dari Tuhan itu yang seperti apa?
Bertepatan dengan bulan Agustus yang menjadi bulan kelahiran NKRI, bayangan ane terlintas ke masa lalu, dimana saat masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, banyak para pribumi yang menjadi tenaga kerja paksa tanpa diupah sepeserpun yang mana lebih tepatnya sudah seperti budak, kerja Rodi, kerja Romusha, bahkan para gadis dan perempuan dijadikan sebagai jugun ianfu (budak perempuan pada masa penjajahan jepang).

sumber gambar
Ane dapat merasakan, betapa beratnya penderitaan mereka para pendahulu kita, mungkin dalam benak mereka sempat terbersit, lebih baik mati saja meregang nyawa dari pada harus disiksa belama-lama sampai pada akhirnya mati jua. Kematian yang singkat dan tanpa rasa sakit sedikitpun.
Semoga para pejuang kemerdekaan dan para pendahulu kita yang telah gugur dalam mempertahankan tanah kelahirannya dari para penjajah mendapat tempat yang terbaik di sisiNya.
Satu lagi hal yang ane saksikan secara langsung, bagaimana kematian itu adalah sebuah anugrah terindah dari Tuhan, dimana, seorang nenek yang sudah tua renta tergeletak begitu saja di tempat tidur tanpa mampu berbuat banyak hal, 95 persen bagian tubuhnya seolah telah mati, yang
masih berfungsi hanya bagian leher dan kepalanya saja, sedangkan bagian dada ke bawah sudah seperti tulang terbungkus kulit saja. Ane tak ingin membuka identitas aslinya, namun ane hanya ingin memetik hikmah dari apa yang sudah ane lihat.
Selama kurang lebih 10 tahun tersiksa berada di tempat tidur dan sesekali duduk di kursi roda, akhirnya nenek itu mengembuskan napas terakhirnya, itu pun dengan anugrah dari Tuhan Sang Pemilik Kehidupan.
Konon, sang nenek mempelajari suatu ilmu negatif, dan juga pengelaris dagangannya dengan cara datang ke rumah oknum dukun berilmu hitam.
Mungkin sesuatu berkekuatan astral yang tertanam di dalam tubuh sang nenek yang telah mengikat rohnya pada tubuh yang sudah usang yang juga kemungkinan termakan oleh benda astral tersebut, yang mana benda berkekuatan astral tersebut merupakan pemberian dari oknum dukun berilmu hitam yang dahulu sang nenek datangi.
Sampai akhirnya, dengan bantuan daun kelor dan air suci yang telah dimohonkan anugrah dari Tuhan melalui lantunan doa suci, sang nenek pergi ke alam yang sudah sepatutnya.
Air suci dan daun kelor itu diminumkan dan dipergunakan untuk membasuh sekujur tubuh sang nenek.
Mengingat kematian sebagai pengingat kita dalam berbuat itu tidaklah salah, dengan demikian sudah sepatutnya kita menyiapkan diri dalam menghadapi kematian.
Yang perlu kita persiapkan bukanlah uang, emas, atau apa pun itu kemewahan yang bersifat duniawi, namun, amal dan perbuatan baik kita semasa hidup. Apa saja yang sudah kita perbuat selama ini? Coba renungkan!
Saat kita meninggal kelak, kita tak akan membawa semua kenikmatan duniawi, melainkan membawa karma yang kita ukir dalam urat nadi semasa kita hidup.
Ane sendiri semasa hidup ini tak pernah sekalipun melihat seperti apa itu surga, maupun seperti apa itu neraka, namun ane yakin, alam baka itu ada.
Bila tak ada alam baka lalu kemana perginya ruh yang membuat semua makhluk hidup itu tetap bernapas semasa hidupnya?
Semoga thread ane kali ini bisa menjadi renungan kita bersama dalam menjalani hidup, yang memang ada kalanya kita merasa bahagia bagai di surga, dan ada saatnya kita merasa putus asa bagai di neraka.
Sampai jumpa lagi di thread ane selanjutnya ya, ane sendiri juga manusia kotor yang tak luput dari dosa, namun, jangan lupa untuk selalu berbuat kebaikan, sekecil apa pun itu.
Baca Juga : Resep Mudah Membuat Sayur Kelentang
Penulis : DeYudi69
Sumber referensi : opini pribadi dan disini, disini, disini, disini

sumber gambar
Adalah suatu hal yang normal bila suatu saat kita akan berhenti bernapas, namun, tak ada yang tahu kapan dimana dan bagaimana akan terjadinya kematian itu.
Salah satu faktor yang paling umum penyebab dari sebuah kematian adalah usia yang sudah tua. Seiring bertambahnya usia, tak hanya tubuh kita saja yang ikut menua, sepertinya jiwa kita pun akan lelah berada dalam wadah yang lemah.
Dalam benak ane sering memikirkan, kematian itu sebuah anugrah atau sebuah musibah.
Melihat dari realita yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, maupun membaca sejarah dan cerita turun temurun di setiap wilayah yang kian melegenda, ane rasa kematian memang seperti pisau bermata dua.
Di satu sisi, maut membawa musibah, namun bagi sebagian orang kematian yang damai adalah sebuah anugrah.
Kenapa ane katakan demikian? Karena memang seperti itu yang ane lihat secara langsung di masyarakat.
Kematian itu akan dianggap musibah apabila merenggut banyak nyawa yang tak berdosa, misal terjadi karena tanah longsor, banjir bandang, tsunami, maupun akibat dari ledakan bom bunuh diri. Tak terkecuali pandemi Covid-19.
Lalu, kematian yang bagaikan sebuah anugrah terindah dari Tuhan itu yang seperti apa?
Bertepatan dengan bulan Agustus yang menjadi bulan kelahiran NKRI, bayangan ane terlintas ke masa lalu, dimana saat masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, banyak para pribumi yang menjadi tenaga kerja paksa tanpa diupah sepeserpun yang mana lebih tepatnya sudah seperti budak, kerja Rodi, kerja Romusha, bahkan para gadis dan perempuan dijadikan sebagai jugun ianfu (budak perempuan pada masa penjajahan jepang).

sumber gambar
Ane dapat merasakan, betapa beratnya penderitaan mereka para pendahulu kita, mungkin dalam benak mereka sempat terbersit, lebih baik mati saja meregang nyawa dari pada harus disiksa belama-lama sampai pada akhirnya mati jua. Kematian yang singkat dan tanpa rasa sakit sedikitpun.
Semoga para pejuang kemerdekaan dan para pendahulu kita yang telah gugur dalam mempertahankan tanah kelahirannya dari para penjajah mendapat tempat yang terbaik di sisiNya.
Satu lagi hal yang ane saksikan secara langsung, bagaimana kematian itu adalah sebuah anugrah terindah dari Tuhan, dimana, seorang nenek yang sudah tua renta tergeletak begitu saja di tempat tidur tanpa mampu berbuat banyak hal, 95 persen bagian tubuhnya seolah telah mati, yang
masih berfungsi hanya bagian leher dan kepalanya saja, sedangkan bagian dada ke bawah sudah seperti tulang terbungkus kulit saja. Ane tak ingin membuka identitas aslinya, namun ane hanya ingin memetik hikmah dari apa yang sudah ane lihat.
Selama kurang lebih 10 tahun tersiksa berada di tempat tidur dan sesekali duduk di kursi roda, akhirnya nenek itu mengembuskan napas terakhirnya, itu pun dengan anugrah dari Tuhan Sang Pemilik Kehidupan.
Konon, sang nenek mempelajari suatu ilmu negatif, dan juga pengelaris dagangannya dengan cara datang ke rumah oknum dukun berilmu hitam.
Mungkin sesuatu berkekuatan astral yang tertanam di dalam tubuh sang nenek yang telah mengikat rohnya pada tubuh yang sudah usang yang juga kemungkinan termakan oleh benda astral tersebut, yang mana benda berkekuatan astral tersebut merupakan pemberian dari oknum dukun berilmu hitam yang dahulu sang nenek datangi.
Sampai akhirnya, dengan bantuan daun kelor dan air suci yang telah dimohonkan anugrah dari Tuhan melalui lantunan doa suci, sang nenek pergi ke alam yang sudah sepatutnya.
Air suci dan daun kelor itu diminumkan dan dipergunakan untuk membasuh sekujur tubuh sang nenek.
Mengingat kematian sebagai pengingat kita dalam berbuat itu tidaklah salah, dengan demikian sudah sepatutnya kita menyiapkan diri dalam menghadapi kematian.
Yang perlu kita persiapkan bukanlah uang, emas, atau apa pun itu kemewahan yang bersifat duniawi, namun, amal dan perbuatan baik kita semasa hidup. Apa saja yang sudah kita perbuat selama ini? Coba renungkan!
Saat kita meninggal kelak, kita tak akan membawa semua kenikmatan duniawi, melainkan membawa karma yang kita ukir dalam urat nadi semasa kita hidup.
Ane sendiri semasa hidup ini tak pernah sekalipun melihat seperti apa itu surga, maupun seperti apa itu neraka, namun ane yakin, alam baka itu ada.
Bila tak ada alam baka lalu kemana perginya ruh yang membuat semua makhluk hidup itu tetap bernapas semasa hidupnya?
Semoga thread ane kali ini bisa menjadi renungan kita bersama dalam menjalani hidup, yang memang ada kalanya kita merasa bahagia bagai di surga, dan ada saatnya kita merasa putus asa bagai di neraka.
Sampai jumpa lagi di thread ane selanjutnya ya, ane sendiri juga manusia kotor yang tak luput dari dosa, namun, jangan lupa untuk selalu berbuat kebaikan, sekecil apa pun itu.
Baca Juga : Resep Mudah Membuat Sayur Kelentang
Penulis : DeYudi69
Sumber referensi : opini pribadi dan disini, disini, disini, disini
Diubah oleh DeYudi69 26-08-2021 17:11


srinami memberi reputasi
1
737
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan