- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Penemuan Harta Karun Kerajaan Mataram Kuno di Wonoboyo


TS
volcom77
Penemuan Harta Karun Kerajaan Mataram Kuno di Wonoboyo

Spoiler for 𝙋𝙀𝙉𝙀𝙈𝙐𝘼𝙉 𝙃𝘼𝙍𝙏𝘼 𝙆𝘼𝙍𝙐𝙉 𝙒𝙊𝙉𝙊𝘽𝙊𝙔𝙊:
Di tengah terik surya 17 Oktober 1990,enam warga desa Wonoboyo, Kecamatan Jogonalan, Klaten bernama Sudadi, Widodo, Wito Lakon (alm), Hadi Sihono (alm), Surip dan Sumarno tengah menggarap di lahan sawah milik Ny. Cipto Suwarno. Mereka mengerjakan proyek irigasi untuk permukaan tanah sawah agar air dapat turun ke sawah ini, sementara itu tanah sisa galiannya tidak ingin dijual untuk proyek urugan.
Pada kedalaman sekira 2,75 meter, cangkul Wito Lakon, pekerja yang tertua diantaranya, benda keras yang awalnya diduga batu. Setelah digali dan dikorek-korek lebih hati-hati terhadap benda tersebut ternyata merupakan guci dari masa Dinasti Tang (618-907 M).
Kemudian akhirnya tercapai lebih lanjut sampai pada berhasil diangkat total 4 guci kehijauan gelap dan 1 kotak bundar besar dari perunggu. Semua mata terbelalak manakala melihat benda- benda di dalam guci yang memancarkan warna berkilauan. Semuanya emas!
Apa saja yang ada di dalam guci tersebut? banyak sekali.
Berikut beberapa hal yang bisa ditemui di Museum nasional Jakarta:
Benda-Benda regalia simbol Kerajaan seperti mahkota bermotif daun Yang Lazim dijumpai PADA arca-arca masa Klasik, Yang Berhias batu mulia Beroperasi kecubung ATAU amethyst. Sepasang tutup sanggul kepala berbeda-beda ukuran (mungkin untuk laki-laki dan perempuan) yang masing-masing bagian puncaknya berhias batu mulia bening.
Jumlah kalung emas, ada yang berbandul kacang koro pedang, ikan lele dan kerang.

Kalung emas berbentuk kerang (kekunoan.com)
Gelang tangan emas, besar dan agak kecil yang terlupakan dipakai pasangan-perempuan dewasa terbuat dari lempengan emas yang ditempa, diisi tanah liat berkualitas tinggi kemudian ditutup lempengan perunggu yang dipatri
Sebuah gagang keris atau mungkin hiasan pucuk payung dari emas, Hiasan telinga (sumping) terbuat dari lempengan emas tipis bentuk helai daun panjang dengan pangkal teratai mekar
Kelat bahu besar-kecil yg merupakan kelat bentuk antefiks (simbar) berhias kepala Kala berahang bawah, floral dan sulur daun. Kelat bahu ini biasanyakan di bahu/lengan atas pakai tali. Semuanya berbahan lempengan emas yang dipahat.

kelat bahu berbahan emas 18 karat bermotif dengan penggarapan yang sangat halus (kekunoan.com)
Koleksi anting-anting dengan banyak jenis dan bentuk emas dan berhias batu mulia
Hiasan pinggang (pending) yang biasa dipakai bangsawan tinggi atau raja.
Kalung binatang piaraan yaitu gajah atau kuda yang dipakai saat arak-arakan kerajaan

Kalung emas besar dikenakan pada kuda atau gajah saat perarakan kerajaan (kekunoan.com)
Tas tangan emas berbentuk persegi yang diyakini merupakan wadah jimat/ pemegang jimat. Tas kecil kotak ini bertali pola rantai halus pada sisi-sisinya terdapat hiasan benda-benda yang biasa dibawa Dewa Wisnu. Gayung atau siwur emas berukir yang dipakai alat upacara pengambilan air suci bermotif hias daun (ron) tal . Terdapat inskripsi jawa kuno “brat su 8 ma 13 ku 2” di sisi gayung yang menunjukkan berat barang yang terbuat dari emas itu.

Gayung siwur emas peninggalan era Mataram kuno, satu dari sekian banyak barang harta karun Wonoboyo (kekunoan.com)
Sendok bulat yang dipakai sebagai alat mengambil cairan minyak kental (gnu). Cairan kental ini biasanya terbuat dari susu, dan digunakan pada upacara agama Hindu. Pada bagian dasar sendok bulat ini terdapat inskripsi Jawa Kuno terbaca “suwa” Mangkuk emas berbentuk miniatur wadah air dari daun palem yang sangat halus pengerjaannya.

Mangkuk miniatur wadah air dari daun palem (kekunoan.com)
Bandul emas yang merupakan penanda kasta seseorang, yang pada masa lalu disampirkan di bahu atau diletakkan di dada dengan tali di kedua ujungnya. Bandul kasta Wonoboyo ini bentuknya seperti kepompong, dengan ornamen suluran. Ukurannya yang cukup besar dipercaya sebagai bandul tali kasta milik raja atau kaum bangsawan tinggi.
Mangkuk berlekuk enam dengan ukuran panjang 28,8 cm, lebar 14,4 cm, serta tinggi 9,3 cm yang dianggap sebagai masterpiecetemuan Wonoboyo. Sisi-sisi luarnya berukir relief cerita Ramayana, yakni masa pembuangan Rama, Shinta, dan Laksmana hingga penculikan Shinta oleh Rahwana. Sisi pertama menggambarkan adegan Dewi Sita digoda kijang emas.
Kemudian adegan Rama mengejar kijang emas. berikutnya adegan Rama memanah kijang yang kemudian menjelma jadi raksasa Marica. Selanjutnya adegan Rahwana menculik Dewi Sita. Relief kelima, Rahwana membawa terbang Dewi Sita dengan kereta puspaka yang kemudian bertemu dengan Jatayu. Relief, melukiskan saat adegan Dewi Sita sudah di taman Istana Alengka, ditemani dayang-dayang.
Semua bidang di luar enam relief ini dihiasai ukiran pepohonan, rumah, balai-balai. Dipahat dengan teknik tempo dari sisi dalam (repousse). Pembuatannya memerlukan ketelitian yang tinggi karena ukiran-ukirannya yang sangat halus dan berkualitas.

Master piece 'Wonoboyo Hoard' adalah mangkuk bersegi enam berukiran kisah Ramayana di sisi-sisi luarnya yang terbuat dari emas berkualitas tinggi ( kekunoan.com)
396 keping uang emas “piloncito” dan 600 keping mata uang perak, dll.

Replika benda-benda temuan di Wonoboyo untuk dipajang di museum Prambanan. Benda Tidur Ada di Museum Nasional di Jakarta (kekunoan.com)
Semua temuan di lahan Cipto Suwarno kemudian diangkut ke Balai Desa Wonoboyo.
Inilah penemuan harta karun sejarah paling besar dan spektakuler di Indonesia hingga saat ini.
Prof Dr Timbul Haryono, sejarawan masa klasik UGM yang turut menelaah temuan tersebut secara resmi menuliskan angka 30 kilogram emas pada prolog laporan kajian tentang harta karun emas Wonoboyo. Angka ini diragukan publik, terutama bila merunut keterangan dari penemu awalnya. “Saya memperkirakan lebih dari 100 kilogram, satu gucinya sekitar 50 kilogram,” jawab Marno saat ditanya berulang-ulang berapa bobot seluruh temuan tersebut. “Mungkin doa kuintal”.
Marno memperkuat cerita dengan menggambarkan pecahnya ban sepeda yang dipakainya saat mengangkut beban berat membawa guci ke balai desa. “Setelah itu kita tidak tahu bagaimana-gimananya”. “Mana beranilah?”
Faktanya memang terdapat banyak keganjilan seputar penemuan itu.
Tahun 1990-an media masa masih belum terbuka seperti sekarang, belum ada media sosial seperti Facebook atau piranti kirim pesan cepat berantai Whatsapp. Orde baru juga tengah sangat kuat-kuatnya waktu itu. Kita tahu bagaimana cara kerja pegawai rezim Suharto sehingga peristiwa spektakuler ini perlahan-lahan dan hampir terlupakan.
Keenam orang penemu awal seperti tidak habis-habisnya didatangi polisi atau tentara untuk diinterogasi berulang-ulang, memastikan tidak ada yang menyembunyikan atau menyimpan temuan. Diantara mereka berenam, Marno yang anggota termuda lebih beruntung karena tidak banyak ditanyai.
“Pokoknya banyak lah, saya liat ada butiran emas seperti jagung, koin, stempel, dan aneka rupa benda lain, termasuk tas emas dan talinya. Yang besar ya bokor dan baskom,” ujarnya.
Lantas ke mana jika memang ada ratusan kilogram? Marno hanya tertawa. “Ya, entahlah. Tahu sendiri situasi waktu itu,”Setelah situs galian diselidiki dan dibuka untuk umum, banyak warga yang berdatangan untuk mencari harta karun. Beberapa cukup beruntung dan menemukan emas. Ada yang dijual ke pengepul, ada yang dilaporkan. Mereka mendapat ketidakseimbangan dari pemerintah walau tidak sefantastis apa yang diterima oleh enam sekawan tadi.
Pemerintah mengganjar hadiah sebesar 500 juta, menikmati untuk pemilik lahan, streaming bersamanya di antara ke enam penemu awal. “Kami masing-masing dapat bagian 38 juta rupiah, dan pemilik sawah 239 juta rupiah. Itu jumlah yang luar biasa banyak di tahun 90-an,” urai Marno. Ia sampai berfikir uang itu tidak akan habis dipakainya selamanya.
Bahkan sempat meminta bantuan para pemuda setempat untuk berkunjung selama sebulan. Teman-teman pembaca muda yang lahir tahun 2000 ke atas, acara ini mirip dengan orang yang mendapat rejeki dari togel yang di masa lalu masih dilegalkan. Mereka juga meminta tetangga ikut menjaga rumah agar uangnya aman
Rekan Kerja Marno yang sesama penemu yakni Widodo, juga meragukan bobot dan jumlah bertahannya harta temuan itu. Yang diketahuinya, di koran ditulis beberapa belas kilo. “Sesudah lapor ke desa, saya tidak tahu lagi,” kata Dodo.
beberapa pekan, bersamaan dengan para penemu lain, diundangkan di Candi Prambanan bertemu Presiden Soeharto. Soal balance, Dodo menyebut angka yang berbeda dari Marno. Ia mengatakan bahwa setiap penemu mendapat Rp 13 juta. “Satu juta diterimakan tunai, sisa pakai cek di BNI 46 Yogya,” katanya.
“Satu juta waktu itu sudah dapat dua pedhet (anak sapi). Sawah satu pathok (2.500 m2) masih jutaan enam. Jadi ya sangat besar untuk kita,” demikian gambaran Widodo tentang nilai uang yang didapatnya waktu itu.
ASAL USUL HARTA KARUN WONOBOYO
Pertanyaan tentang siapa pemilik dan dari mana asal harta karun Wonoboyo menggugah dua pakar sejarah klasik UGM, Prof Dr Timbul Haryono dan Dr Riboet Darmosutopo untuk memecahkan misterinya, lewat kajian arkeologi dan epigrafi.
Kesimpulan awal, bisa jadi benda-benda emas yang dibuat sangat bagus ini adalah milik penguasa abad IX. Abad ini merupakan periode penting masa Mataram Kuno, terentang sejak masa Rakai Panangkaran, Rakai Pikatan Dyah Saladu, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, hingga Rakai Watukura Dyah Balitung.
Masa-masa panjang tersebut tercatat konflik perebutan kekuasan di kalangan elit kerajaan Mataram Kuno. Pembacaan skrip atau aksara-aksara pendek yang didapati dari sejumlah barang temuan mengarah pada pemilik harta karun spektakuler itu.
Riboet menunjukan aksara Jawa Kuno pada satu bagian mangkuk emas yang berbunyi “Saragi Dyah Bunga”.Kata “saragi” bisa diartikan sebagai: satuan kelompok, misalnya satu stel pakaian, seperangkat alat minum, dan lain-lain, karena itu frasa “saragi dyah bunga” bisa diintrepretasi sebagai seperangkat alat (sesaji) milik Dyah Bunga. Dyah adalah sebutan untuk garbhanama seorang bangsawan, seperti halnya'pu'. Dyah Bunga tentulah seorang bangsawan tinggi.

Cawan emas yang di bagian dasarnya terdapat inskripsi Cri spi yang terlupakan adalah nama pemilik (Tribun Jogja) | Setya Krisna Sumargo
Ada juga mangkuk emas lain bertulis “Cri Spi” atau “Sri Spi”. Sri umumnya dipakai sebagai artikel penyebutan maharaja, menjadi “sri maharaja”. “Sri” juga dipakai sebagai garbhanama seorang bangsawan. Apakah hubungan antara Dyah Bunga dan Sri Spi ini?
Riboet menduga mereka memang terkait. Indikasinya, benda-benda itu dibangun di satu lokasi yang sama. Apakah kedua sosok ini pemilik harta karun Wonoboyo, atau sekedar dipahat oleh pembuat benda-benda eksotik itu?
Timbul pertanyaan apakah yang terukir bukan nama si pembuat atau pandai emasnya karena biasanya nama penulis atau pembuat prasasti dicantumkan di dalamnya.
Namun dengan mudah Ribo pendapat itu dengan mengemukakan bahwa pande emas yang masuk golongan candala, tak mungkin membuat inisialnya di karya yang dibuatnya dengan menggunakan Cri atau Dyah yang diperuntukan bangsawan, bahkan maharaja. Bangsawan atau raja merujuk informasi di prasasti lain, menurut Riboet, tidak mungkin datang sendiri ke pande emas, karena takut ketularan candala. Akan lebih masuk akal jika dua nama itu dipahat oleh pemesannya, untuk nantinya akan diserahkan ke maharaja pada masa itu.
Riboet sampai pada kesimpulan yang sama dengan Prof Timbul Haryono yang meyakini benda-benda emas luar biasa indah itu merupakan kelengkapan pemujaan atau upacara upacara tokoh elite berlatar keagamaan Siwais.
Ukiran indah di dinding mangkuk emas Wonoboyo yang termashur itu menggambarkan cerita Ramayana, mirip dengan relief di Candi Siwa (Prambanan). Prasasti Wukajana yang dikeluarkan Raja Balitung (905 M) menyebut cerita Ramayana sehingga dimungkinkan benda ini berasal dari masa tersebut.“Artinya, cerita ini populer pada masa Balitung, dan kemungkinan harta karun ini berasal dari masa yang sama. Secara paleografi, aksara yang digunakan populer dipakai masa Rakai Pikatan hingga Balitung,” tulis Riboet dalam laporan kajian emas Wonoboyo.
BAGAIMANA BENDA-BENDA BERHARGA KERAJAAN BISA TERPENDAM DI TANAH WONOBOYO?
Pertanyaan lain, apakah harta karun itu disembunyikan oleh suatu sebab, apakah ditemukan di keraton, konflik di lingkaran elit kerajaan, atau dicuri dari kedaton terus di tegalan atau sawah?
Dalam laporan kajiannya ini Riboet juga menawarkan pemikiran lain tentang lokasi sebenarnya harta karun Wonoboyo. Ia menduga harta karun itu sudah mengalami transportasi akibat aliran lahar dari sebelah utara lokasi temuan yang berada di pinggir sungai kecil.
Hal ini didukung pula ada temuan pondasi di sekeliling lokasi temuan guci penuh berisi berisi emas, dan benda-benda lain yang tidak diletakkan di satu titik, seolah sengaja ditumpuk-tumpuk. Transportasi yang ia kemukakan itu terjadi secara cultural transform, bukan natural transform. Sebab, menurut Timbul, para penemu benda itu menyaksikan posisi guci/wadah emas masih berdiri tegak.
Widodo (58), orang yang pertama kali menemukan guci berisi emas, mengaku tidak menemukan atau menemukan pelindung apapun di sekitar lokasi temuan. Misalnya, susunan batu di sekelilingnya. “Guci itu seperti ditanam di lubang tanah, atau diletakkan begitu saja,” kata Widodo.
Guci paling besar saat pertama kali cangkulnya mengenai benda itu, ada dalam posisi agak miring atau hampir roboh. Di atasnya bertumpukan piring, bokor, baskom, dan benda-benda lain.
Widodo yang petani, benar-benar heran dengan temuan itu. Terutama keletakan harta karun tersebut seolah-olah diletakkan begitu saja. “Apa mungkin itu hasil begal atau pencurian, kemudian disembunyikan?” tanyanya. “Jika hasil begal atau nyuri, mengapa terus terpendam hingga zaman sekarang. Apa mungkin pencurinya mati, sehingga tak ada yang tahu keberadaan harta karun itu,” lanjutnya. “Seolah seperti diletakkan sengaja. Jadi perpindahan itu karena faktor tingkah laku manusia. Nah, penyebab pemindahan apa, ini masih perlu mencari bukti pendukung lainnya.
Peneliti sejarah Bugie Kusumohartono mengemukakan bahwa lokasi penemuan harta karun Wonoboyo yang tidak terlalu jauh dari kompleks percandian Hindu-Buddha Prambanan-Plaosan merupakan daerah dengan konsentrasi keberadaan peninggalan arkeologik yang sangat masif.
Ciri-ciri Buddhisme tampak menonjol, terlihat sekarang kehadiran candi mulai Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Plaosan, Candi Lumbung, Candi Sojiwan, dan stupa di Dawangsari, dekat Candi Barong.
Namun kehadiran bangunan Buddhisme itu juga berselingan dengan monumen megah Siwa yang dikenal dengan nama Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan yang sekarang. Beberapa candi Siwa pendukungnya ada di Sambisari, Kedulan, Candi Ijo, dan Ratu Boko. fasilitas keagamaan ini umumnya berhimpitan dengan pusat-pusat kehidupan politik semasanya. Bisa jadi Wonoboyo berada di area pusat kerajaan atau paling tidak masih masuk daerah pinggiran kota raja.
Lokasi penemuan penting ini kini hampir-hampir tak terlihat jejaknya lagi. Setelah penelitian lanjutan tahun 1990 dan 1991, situs tersebut dibiarkan telantar karena tidak ditandai patok atau monumen apapun. Laju zaman mengembalikan situs itu ke bentuk asalnya sebagai sawah, namun dengan ketinggian di bawah 3 meter dari ketinggian saat penemuan guci.
Telah berdiri Rumah situs dan Water Park Wonoboyo untuk mengenang peristiwa itu, namun kabarnya tempat ini akan tergusur proyek jalan tol. Warga Wonoboyo selamanya akan diingatkan; bertahan di bawah pohon kluwih yang tumbuh di sisi barat sawah.
Disalin tempel dari berbagai sumber, utamanya dari BerkalaArkeologiXIII-1993/xna, Tribun Jogja, Intisari, Wikiwand, Pinterest.
Pada kedalaman sekira 2,75 meter, cangkul Wito Lakon, pekerja yang tertua diantaranya, benda keras yang awalnya diduga batu. Setelah digali dan dikorek-korek lebih hati-hati terhadap benda tersebut ternyata merupakan guci dari masa Dinasti Tang (618-907 M).
Kemudian akhirnya tercapai lebih lanjut sampai pada berhasil diangkat total 4 guci kehijauan gelap dan 1 kotak bundar besar dari perunggu. Semua mata terbelalak manakala melihat benda- benda di dalam guci yang memancarkan warna berkilauan. Semuanya emas!
Apa saja yang ada di dalam guci tersebut? banyak sekali.
Berikut beberapa hal yang bisa ditemui di Museum nasional Jakarta:
Benda-Benda regalia simbol Kerajaan seperti mahkota bermotif daun Yang Lazim dijumpai PADA arca-arca masa Klasik, Yang Berhias batu mulia Beroperasi kecubung ATAU amethyst. Sepasang tutup sanggul kepala berbeda-beda ukuran (mungkin untuk laki-laki dan perempuan) yang masing-masing bagian puncaknya berhias batu mulia bening.
Jumlah kalung emas, ada yang berbandul kacang koro pedang, ikan lele dan kerang.
Quote:

Kalung emas berbentuk kerang (kekunoan.com)
Gelang tangan emas, besar dan agak kecil yang terlupakan dipakai pasangan-perempuan dewasa terbuat dari lempengan emas yang ditempa, diisi tanah liat berkualitas tinggi kemudian ditutup lempengan perunggu yang dipatri
Sebuah gagang keris atau mungkin hiasan pucuk payung dari emas, Hiasan telinga (sumping) terbuat dari lempengan emas tipis bentuk helai daun panjang dengan pangkal teratai mekar
Kelat bahu besar-kecil yg merupakan kelat bentuk antefiks (simbar) berhias kepala Kala berahang bawah, floral dan sulur daun. Kelat bahu ini biasanyakan di bahu/lengan atas pakai tali. Semuanya berbahan lempengan emas yang dipahat.
Quote:

kelat bahu berbahan emas 18 karat bermotif dengan penggarapan yang sangat halus (kekunoan.com)
Koleksi anting-anting dengan banyak jenis dan bentuk emas dan berhias batu mulia
Hiasan pinggang (pending) yang biasa dipakai bangsawan tinggi atau raja.
Kalung binatang piaraan yaitu gajah atau kuda yang dipakai saat arak-arakan kerajaan
Quote:

Kalung emas besar dikenakan pada kuda atau gajah saat perarakan kerajaan (kekunoan.com)
Tas tangan emas berbentuk persegi yang diyakini merupakan wadah jimat/ pemegang jimat. Tas kecil kotak ini bertali pola rantai halus pada sisi-sisinya terdapat hiasan benda-benda yang biasa dibawa Dewa Wisnu. Gayung atau siwur emas berukir yang dipakai alat upacara pengambilan air suci bermotif hias daun (ron) tal . Terdapat inskripsi jawa kuno “brat su 8 ma 13 ku 2” di sisi gayung yang menunjukkan berat barang yang terbuat dari emas itu.
Quote:

Gayung siwur emas peninggalan era Mataram kuno, satu dari sekian banyak barang harta karun Wonoboyo (kekunoan.com)
Sendok bulat yang dipakai sebagai alat mengambil cairan minyak kental (gnu). Cairan kental ini biasanya terbuat dari susu, dan digunakan pada upacara agama Hindu. Pada bagian dasar sendok bulat ini terdapat inskripsi Jawa Kuno terbaca “suwa” Mangkuk emas berbentuk miniatur wadah air dari daun palem yang sangat halus pengerjaannya.
Quote:

Mangkuk miniatur wadah air dari daun palem (kekunoan.com)
Bandul emas yang merupakan penanda kasta seseorang, yang pada masa lalu disampirkan di bahu atau diletakkan di dada dengan tali di kedua ujungnya. Bandul kasta Wonoboyo ini bentuknya seperti kepompong, dengan ornamen suluran. Ukurannya yang cukup besar dipercaya sebagai bandul tali kasta milik raja atau kaum bangsawan tinggi.
Mangkuk berlekuk enam dengan ukuran panjang 28,8 cm, lebar 14,4 cm, serta tinggi 9,3 cm yang dianggap sebagai masterpiecetemuan Wonoboyo. Sisi-sisi luarnya berukir relief cerita Ramayana, yakni masa pembuangan Rama, Shinta, dan Laksmana hingga penculikan Shinta oleh Rahwana. Sisi pertama menggambarkan adegan Dewi Sita digoda kijang emas.
Kemudian adegan Rama mengejar kijang emas. berikutnya adegan Rama memanah kijang yang kemudian menjelma jadi raksasa Marica. Selanjutnya adegan Rahwana menculik Dewi Sita. Relief kelima, Rahwana membawa terbang Dewi Sita dengan kereta puspaka yang kemudian bertemu dengan Jatayu. Relief, melukiskan saat adegan Dewi Sita sudah di taman Istana Alengka, ditemani dayang-dayang.
Semua bidang di luar enam relief ini dihiasai ukiran pepohonan, rumah, balai-balai. Dipahat dengan teknik tempo dari sisi dalam (repousse). Pembuatannya memerlukan ketelitian yang tinggi karena ukiran-ukirannya yang sangat halus dan berkualitas.
Quote:

Master piece 'Wonoboyo Hoard' adalah mangkuk bersegi enam berukiran kisah Ramayana di sisi-sisi luarnya yang terbuat dari emas berkualitas tinggi ( kekunoan.com)
396 keping uang emas “piloncito” dan 600 keping mata uang perak, dll.
Quote:

Replika benda-benda temuan di Wonoboyo untuk dipajang di museum Prambanan. Benda Tidur Ada di Museum Nasional di Jakarta (kekunoan.com)
Semua temuan di lahan Cipto Suwarno kemudian diangkut ke Balai Desa Wonoboyo.
Inilah penemuan harta karun sejarah paling besar dan spektakuler di Indonesia hingga saat ini.
Prof Dr Timbul Haryono, sejarawan masa klasik UGM yang turut menelaah temuan tersebut secara resmi menuliskan angka 30 kilogram emas pada prolog laporan kajian tentang harta karun emas Wonoboyo. Angka ini diragukan publik, terutama bila merunut keterangan dari penemu awalnya. “Saya memperkirakan lebih dari 100 kilogram, satu gucinya sekitar 50 kilogram,” jawab Marno saat ditanya berulang-ulang berapa bobot seluruh temuan tersebut. “Mungkin doa kuintal”.
Marno memperkuat cerita dengan menggambarkan pecahnya ban sepeda yang dipakainya saat mengangkut beban berat membawa guci ke balai desa. “Setelah itu kita tidak tahu bagaimana-gimananya”. “Mana beranilah?”
Faktanya memang terdapat banyak keganjilan seputar penemuan itu.
Tahun 1990-an media masa masih belum terbuka seperti sekarang, belum ada media sosial seperti Facebook atau piranti kirim pesan cepat berantai Whatsapp. Orde baru juga tengah sangat kuat-kuatnya waktu itu. Kita tahu bagaimana cara kerja pegawai rezim Suharto sehingga peristiwa spektakuler ini perlahan-lahan dan hampir terlupakan.
Keenam orang penemu awal seperti tidak habis-habisnya didatangi polisi atau tentara untuk diinterogasi berulang-ulang, memastikan tidak ada yang menyembunyikan atau menyimpan temuan. Diantara mereka berenam, Marno yang anggota termuda lebih beruntung karena tidak banyak ditanyai.
“Pokoknya banyak lah, saya liat ada butiran emas seperti jagung, koin, stempel, dan aneka rupa benda lain, termasuk tas emas dan talinya. Yang besar ya bokor dan baskom,” ujarnya.
Lantas ke mana jika memang ada ratusan kilogram? Marno hanya tertawa. “Ya, entahlah. Tahu sendiri situasi waktu itu,”Setelah situs galian diselidiki dan dibuka untuk umum, banyak warga yang berdatangan untuk mencari harta karun. Beberapa cukup beruntung dan menemukan emas. Ada yang dijual ke pengepul, ada yang dilaporkan. Mereka mendapat ketidakseimbangan dari pemerintah walau tidak sefantastis apa yang diterima oleh enam sekawan tadi.
Pemerintah mengganjar hadiah sebesar 500 juta, menikmati untuk pemilik lahan, streaming bersamanya di antara ke enam penemu awal. “Kami masing-masing dapat bagian 38 juta rupiah, dan pemilik sawah 239 juta rupiah. Itu jumlah yang luar biasa banyak di tahun 90-an,” urai Marno. Ia sampai berfikir uang itu tidak akan habis dipakainya selamanya.
Bahkan sempat meminta bantuan para pemuda setempat untuk berkunjung selama sebulan. Teman-teman pembaca muda yang lahir tahun 2000 ke atas, acara ini mirip dengan orang yang mendapat rejeki dari togel yang di masa lalu masih dilegalkan. Mereka juga meminta tetangga ikut menjaga rumah agar uangnya aman
Rekan Kerja Marno yang sesama penemu yakni Widodo, juga meragukan bobot dan jumlah bertahannya harta temuan itu. Yang diketahuinya, di koran ditulis beberapa belas kilo. “Sesudah lapor ke desa, saya tidak tahu lagi,” kata Dodo.
beberapa pekan, bersamaan dengan para penemu lain, diundangkan di Candi Prambanan bertemu Presiden Soeharto. Soal balance, Dodo menyebut angka yang berbeda dari Marno. Ia mengatakan bahwa setiap penemu mendapat Rp 13 juta. “Satu juta diterimakan tunai, sisa pakai cek di BNI 46 Yogya,” katanya.
“Satu juta waktu itu sudah dapat dua pedhet (anak sapi). Sawah satu pathok (2.500 m2) masih jutaan enam. Jadi ya sangat besar untuk kita,” demikian gambaran Widodo tentang nilai uang yang didapatnya waktu itu.
ASAL USUL HARTA KARUN WONOBOYO
Pertanyaan tentang siapa pemilik dan dari mana asal harta karun Wonoboyo menggugah dua pakar sejarah klasik UGM, Prof Dr Timbul Haryono dan Dr Riboet Darmosutopo untuk memecahkan misterinya, lewat kajian arkeologi dan epigrafi.
Kesimpulan awal, bisa jadi benda-benda emas yang dibuat sangat bagus ini adalah milik penguasa abad IX. Abad ini merupakan periode penting masa Mataram Kuno, terentang sejak masa Rakai Panangkaran, Rakai Pikatan Dyah Saladu, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, hingga Rakai Watukura Dyah Balitung.
Masa-masa panjang tersebut tercatat konflik perebutan kekuasan di kalangan elit kerajaan Mataram Kuno. Pembacaan skrip atau aksara-aksara pendek yang didapati dari sejumlah barang temuan mengarah pada pemilik harta karun spektakuler itu.
Riboet menunjukan aksara Jawa Kuno pada satu bagian mangkuk emas yang berbunyi “Saragi Dyah Bunga”.Kata “saragi” bisa diartikan sebagai: satuan kelompok, misalnya satu stel pakaian, seperangkat alat minum, dan lain-lain, karena itu frasa “saragi dyah bunga” bisa diintrepretasi sebagai seperangkat alat (sesaji) milik Dyah Bunga. Dyah adalah sebutan untuk garbhanama seorang bangsawan, seperti halnya'pu'. Dyah Bunga tentulah seorang bangsawan tinggi.
Quote:

Cawan emas yang di bagian dasarnya terdapat inskripsi Cri spi yang terlupakan adalah nama pemilik (Tribun Jogja) | Setya Krisna Sumargo
Ada juga mangkuk emas lain bertulis “Cri Spi” atau “Sri Spi”. Sri umumnya dipakai sebagai artikel penyebutan maharaja, menjadi “sri maharaja”. “Sri” juga dipakai sebagai garbhanama seorang bangsawan. Apakah hubungan antara Dyah Bunga dan Sri Spi ini?
Riboet menduga mereka memang terkait. Indikasinya, benda-benda itu dibangun di satu lokasi yang sama. Apakah kedua sosok ini pemilik harta karun Wonoboyo, atau sekedar dipahat oleh pembuat benda-benda eksotik itu?
Timbul pertanyaan apakah yang terukir bukan nama si pembuat atau pandai emasnya karena biasanya nama penulis atau pembuat prasasti dicantumkan di dalamnya.
Namun dengan mudah Ribo pendapat itu dengan mengemukakan bahwa pande emas yang masuk golongan candala, tak mungkin membuat inisialnya di karya yang dibuatnya dengan menggunakan Cri atau Dyah yang diperuntukan bangsawan, bahkan maharaja. Bangsawan atau raja merujuk informasi di prasasti lain, menurut Riboet, tidak mungkin datang sendiri ke pande emas, karena takut ketularan candala. Akan lebih masuk akal jika dua nama itu dipahat oleh pemesannya, untuk nantinya akan diserahkan ke maharaja pada masa itu.
Riboet sampai pada kesimpulan yang sama dengan Prof Timbul Haryono yang meyakini benda-benda emas luar biasa indah itu merupakan kelengkapan pemujaan atau upacara upacara tokoh elite berlatar keagamaan Siwais.
Ukiran indah di dinding mangkuk emas Wonoboyo yang termashur itu menggambarkan cerita Ramayana, mirip dengan relief di Candi Siwa (Prambanan). Prasasti Wukajana yang dikeluarkan Raja Balitung (905 M) menyebut cerita Ramayana sehingga dimungkinkan benda ini berasal dari masa tersebut.“Artinya, cerita ini populer pada masa Balitung, dan kemungkinan harta karun ini berasal dari masa yang sama. Secara paleografi, aksara yang digunakan populer dipakai masa Rakai Pikatan hingga Balitung,” tulis Riboet dalam laporan kajian emas Wonoboyo.
BAGAIMANA BENDA-BENDA BERHARGA KERAJAAN BISA TERPENDAM DI TANAH WONOBOYO?
Pertanyaan lain, apakah harta karun itu disembunyikan oleh suatu sebab, apakah ditemukan di keraton, konflik di lingkaran elit kerajaan, atau dicuri dari kedaton terus di tegalan atau sawah?
Dalam laporan kajiannya ini Riboet juga menawarkan pemikiran lain tentang lokasi sebenarnya harta karun Wonoboyo. Ia menduga harta karun itu sudah mengalami transportasi akibat aliran lahar dari sebelah utara lokasi temuan yang berada di pinggir sungai kecil.
Hal ini didukung pula ada temuan pondasi di sekeliling lokasi temuan guci penuh berisi berisi emas, dan benda-benda lain yang tidak diletakkan di satu titik, seolah sengaja ditumpuk-tumpuk. Transportasi yang ia kemukakan itu terjadi secara cultural transform, bukan natural transform. Sebab, menurut Timbul, para penemu benda itu menyaksikan posisi guci/wadah emas masih berdiri tegak.
Widodo (58), orang yang pertama kali menemukan guci berisi emas, mengaku tidak menemukan atau menemukan pelindung apapun di sekitar lokasi temuan. Misalnya, susunan batu di sekelilingnya. “Guci itu seperti ditanam di lubang tanah, atau diletakkan begitu saja,” kata Widodo.
Guci paling besar saat pertama kali cangkulnya mengenai benda itu, ada dalam posisi agak miring atau hampir roboh. Di atasnya bertumpukan piring, bokor, baskom, dan benda-benda lain.
Widodo yang petani, benar-benar heran dengan temuan itu. Terutama keletakan harta karun tersebut seolah-olah diletakkan begitu saja. “Apa mungkin itu hasil begal atau pencurian, kemudian disembunyikan?” tanyanya. “Jika hasil begal atau nyuri, mengapa terus terpendam hingga zaman sekarang. Apa mungkin pencurinya mati, sehingga tak ada yang tahu keberadaan harta karun itu,” lanjutnya. “Seolah seperti diletakkan sengaja. Jadi perpindahan itu karena faktor tingkah laku manusia. Nah, penyebab pemindahan apa, ini masih perlu mencari bukti pendukung lainnya.
Peneliti sejarah Bugie Kusumohartono mengemukakan bahwa lokasi penemuan harta karun Wonoboyo yang tidak terlalu jauh dari kompleks percandian Hindu-Buddha Prambanan-Plaosan merupakan daerah dengan konsentrasi keberadaan peninggalan arkeologik yang sangat masif.
Ciri-ciri Buddhisme tampak menonjol, terlihat sekarang kehadiran candi mulai Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Plaosan, Candi Lumbung, Candi Sojiwan, dan stupa di Dawangsari, dekat Candi Barong.
Namun kehadiran bangunan Buddhisme itu juga berselingan dengan monumen megah Siwa yang dikenal dengan nama Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan yang sekarang. Beberapa candi Siwa pendukungnya ada di Sambisari, Kedulan, Candi Ijo, dan Ratu Boko. fasilitas keagamaan ini umumnya berhimpitan dengan pusat-pusat kehidupan politik semasanya. Bisa jadi Wonoboyo berada di area pusat kerajaan atau paling tidak masih masuk daerah pinggiran kota raja.
Lokasi penemuan penting ini kini hampir-hampir tak terlihat jejaknya lagi. Setelah penelitian lanjutan tahun 1990 dan 1991, situs tersebut dibiarkan telantar karena tidak ditandai patok atau monumen apapun. Laju zaman mengembalikan situs itu ke bentuk asalnya sebagai sawah, namun dengan ketinggian di bawah 3 meter dari ketinggian saat penemuan guci.
Telah berdiri Rumah situs dan Water Park Wonoboyo untuk mengenang peristiwa itu, namun kabarnya tempat ini akan tergusur proyek jalan tol. Warga Wonoboyo selamanya akan diingatkan; bertahan di bawah pohon kluwih yang tumbuh di sisi barat sawah.
Disalin tempel dari berbagai sumber, utamanya dari BerkalaArkeologiXIII-1993/xna, Tribun Jogja, Intisari, Wikiwand, Pinterest.
Quote:
Diubah oleh volcom77 24-08-2021 23:24






anameo96 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
7.8K
Kutip
74
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan