Kaskus

Entertainment

newsmerahputihAvatar border
TS
newsmerahputih
Jangan Jadi Mpok Minah, Pahami Rambu-Rambu Minta Maaf
Jangan Jadi Mpok Minah, Pahami Rambu-Rambu Minta Maaf

Merahputih.com - Sosoknya lugu. Rambut digelung ke belakang, wajahnya bulat dengan hidung tak mancung. Pakaiannya juga sederhana. Blus dan rok panjang. Nyaris tak ada yang menonjol ketika melihat sosok Mpok Minah di sitkom populer sepanjang 2002 hingga 2007 Bajaj Bajuri. Begitu ia membuka mulut untuk berbicara, jelas sudah apa yang membuat Mpok Minah stand out: hujan kata maaf.

Dengan gerak-gerik halus, Mpok Minah selalu memulai kalimatnya dengan ‘maaf’. Seakan-akan tak ada lagi kata konjungsi dan sapaan dalam bahasa Indonesia. Yang ada cuma ‘maaf’. Ia terlihat halus dan sopan. Saking halusnya, sampai-sampai Mpok Minah jadi bahan eksploitasi si Emak.

Ya, bukan salah si Emak juga sih. Packing ala Mpok Minah memang potensial dijadikan bahan. Faktanya nih, terlalu sering mengucapkan kata ‘maaf’ bisa menjadi sebuah siklus buruk dan bumerang buat kamu. Psikolog Justine G Grosso, dikutip Bestoflifeonline, mengatakan terlalu sering meminta maaf merupakan kebiasaan dalam diri yang berakar pada sifat rendah diri, perfeksionisme, dan takut akan kehilangan hubungan.

Banyak tanda-tanda yang menyiratkan kamu sebagai orang yang over-apologizing. Meminta maaf sebelum meminta tolong merupakan salah satu tandanya. Courtney Crisp, MA, seorang terapist berbasis di California, AS, mengatakan meminta tolong sudah pasti tak membutuhkan permintaan maaf. “Mungkin karena kekhawatiran menyita waktu atau merepotkan orang lain,” kata Crisp.

Kekhawatiran menyusahkan orang lain, seperti kata Crisp, bisa jadi disebabkan betapa kamu memandang rendah diri sendiri. Semacam kurang percaya diri. Tak dimungkiri, mereka yang kurang percaya diri memang cenderung meminta maaf lebih sering.

Ya, benar banget. Orang yang meminta maaf berlebih akan meminta maaf atas hal-hal yang sebenarnya tak perlu mereka pertanggungjawabkan. Sebagai contoh nih, meminta maaf saat bersin di sebelah teman, menabrak orang lain di tengah kerumunan yang padat, atau bahkan ketika malah meminta maaf atas kesalahan atasan di tempat kerja hanya karena merasa ‘senior’ tak pernah salah. Oh, it’s a big no no!

Meski demikian, menstigma meminta maaf juga tak adil. Profesor linguistik di Georgetown Deborah Tannen, dikutip The New York Times, mengatakan meminta maaf merupakan bagian alami dari bahasa. Tannen menjelaskan, secara definisi harfiah, meminta maaf adalah pengakuan akan tindakan yang menyinggung, kesalahan, atau kegagalan. Dalam hal ini, permintaan maaf bisa digunakan untuk memperbaiki hubungan yang rusak atau terputus, menunjukkan rasa hormat, dan bahkan dalam beberapa budaya, permintaan maaf digunakan untuk memperhalus percakapan. “Meski demikian, konteks meminta maaf juga penting,” tegasnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan untuk memahami rambu-rambu dalam meminta maaf. Temukan keseimbangan antara gaya komunikasimu dan bagaimana orang lain menerimanya. “Kamu akan menemukan kombinasi antara gaya berbicaramu dan konteks meminta maaf itu sendiri,” jelasnya.

Jangan Jadi Mpok Minah, Pahami Rambu-Rambu Minta Maaf

Berikut 4 aturan dalam menyampaikan permintaan maaf sesuai porsi:

1. Tanyakan diri sendiri alasan meminta maaf

Intinya mungkin bukan pada frekuensi meminta maaf, melainkan pada bagaimana perasaanmu ketika meminta maaf. Apakah meminta maaf mebuatmu merasa lemah dan insecure? Atau apakah kamu meminta maaf karena menginginkan pengakuan dari orang lain?

Jika ya, kamu harus mulai meninjau ulang frekuensi meminta maafmu.

Sementara itu, jika mengatakan ‘maaf’ merupakan gayamu untuk menggantikan ‘permisi’, hal itu bisa jadi kebiasaan yang membuatmu merasa inferior.

2. Amati perilakumu

Perhatikan dengan seksama bagaimana kamu bersikap. Terutama di dunia kerja. Apakah orang-orang di sekitar kamu mengambil keuntungan karena kamu cenderung sering meminta maaf?

Jika iya, kamu harus membangun batasan dengan rekan kerja. Dalam hal ini, menyesuaikan gaya berbicaramu menjadi bagian penting. “Bukannya meminta maaf itu buruk. Namun, kata-kata bisa amat kuat. Kamu perlu menahan diri dalam situasi tertentu,” ujar Tannen.

3. Tahu kapan permintaan maaf dibutuhkan

Tahukah kamu, meskipun meminta maaf itu bagus, ternyata tidak meminta maaf memberikan kepuasan. Sebuah study yang dipublikasikan di European Journal of Social Psychology menyebutkan mereka yang menolak meminta maaf setelah berbuat salah merasa lebih berkuasa dan merasakan kepercayaan diri yang lebih tinggi daripada mereka yang meminta maaf secara sukarela.

Meskipun menolak meminta maaf membuatmu merasa senang, itu tak sehat. “Jika kamu melakukan sesuatu yang berimpak negatif untuk orang lain, amat penting untuk meminta maaf. Itu untuk mengakui betapa kamu ingin hubungan itu sehat,” ujar Tannen.

Untuk sebuah permintaan maaf yang solid, studi yang dilakukan pada 2016 menemukan jawabnya. Kamu harus mengekspresikan penyesalan, menjelaskan apa yang salah, mengakui bertanggung jawab, mengaku bertobat, menawarkan solusi, hingga meminta ampunan.

4. Lakukan meta-komunikasi

Dalam hal kamu memang punya gaya kayak Mpok Minah si Ratu Minta Maaf, ada baiknya kamu menjelaskannya kepada rekan kerja atau temanmu.

Jelaskan bahwa permintaan maaf itu tak berarti kamu rendah diri atau minder. Namun, hal itu menjadi caramu untuk menunjukkan kesopanan. “Menyuruh orang lain berhenti meminta maaf seperti menyuruh mereka setop menyapa halo. Kesopanan otomatis semacam ini membuat hidup bersama-sama mungkin,” tegas Tannen.


Sumber
newsbolaskorAvatar border
side.idAvatar border
aripmaulanaAvatar border
aripmaulana dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan