- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ngalap Berkah dari Resah Orang Tua Ketika Antre Daftar Sekolah


TS
newsmerahputih
Ngalap Berkah dari Resah Orang Tua Ketika Antre Daftar Sekolah

Merahputih.com - Kilas balik ketika masih sekolah offline. Biasa dibangunkan sepagi mungkin untuk daftar masuk SMP, karena biasanya orangtua berpikir semakin pagi, antrean daftar sekolah semakin sepi dan urusan cepat selesai. Sejak pagi, lantai kamar pun telah dipenuhi dengan berkas-berkas dibutuhkan untuk pendaftaran. Belum lagi ocehan mama sedang menelpon temannya, "eh, lu ada materai lebih enggak? Duh, gini hari beli di mana ya?".
Meski sudah "telat" versi emak-emak, alias masih dua jam sebelum waktu pendaftaran, berangkatlah menuju sekolah jyang araknya hanya 5 menit dari rumah. Mungkin karena satu keluarga kami termasuk clumsy, ada masalah baru tentunya menjadi berkah bagi pihak lain.
"Nen, ini berkasnya harus di-fotokopi ya? Lah kirain mami pakenya berkas asli!" Akhirnya, kami pun langsung bergegas menuju koperasi. Walau masih pagi, tukang fotokopi di sekolah pun sudah ramai antrean. Maklum, rasanya para orangtua murid di Kelapa Gading memang super sibuk dan pelupa sehingga ada saja berkas yang lupa diperbanyak kopiannya.
Tukang fotokopi pun menjadi tempat terbaik para orangtua murid untuk saling berkenalan. "Eh, baru daftar SMP juga ya? Dari sekolah mana sebelumnya? Oh.. iya? Eh, ini harus fotokopi berapa kali sih? Harus pakai map putih ya? Aduh Nen, ntar beli map juga yah." Ya, antrean fotokopi berubah jadi ajang pertukaran informasi sekaligus perkenalan orangtua murid mencari teman baru.
Biasanya untuk membedakan kelas atau jenjang sekolah tertentu, sekolah memberikan ketentuan warna map untuk menyimpan dokumen-dokumen agar lebih mudah untuk didata. Pihak koperasi pun telah menyiapkan map dengan berbagai warna yang dibutuhkan agar semakin cuan, cuan, dan cuan.
Berim-rim kertas HVS yang telah disiapkan pun ludes digunakan untuk memfotokopi berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendaftaran sekolah selama satu minggu berturut-turut mulai dari jenjang SD, SMP, sampai SMA.
Belum lagi ada beberapa berkas yang ternyata harus disetujui menggunakan materai. Koperasi pun pastinya memperbanyak stok materai dan pulpen untuk memenuhi kebutuhan orangtua murid.
Satu jam berlalu, berkas pun selesai dikumpulkan. Mama menelpon Tante Sonya, temannya yang sudah janjian akan mendaftarkan anaknya di sekolah yang sama. Sayangnya, temannya tampaknya lebih santuy walau rumahnya jauh dan berkasnya juga belum lengkap. "Lu di mana sih? Ini udah pada rame ngantre loh..", ungkapnya di telepon. "Sabar, gue lagi cari parkir nih," balas Sonya.
Rupanya benar saja ramalan mama. Semakin mendekati waktu pendaftaran dimulai, parkiran semakin crowded dan antrean koperasi semakin panjang. Kami pun bergegas ke ruang kelas yang dijadikan tempat penyerahan berkas, mengambil nomor antrean, dan duduk di kursi telah disediakan sambil menunggu untuk dipanggil. Aku pun duduk manis di samping ibuku, sambil menerka-nerka mana teman baru satu angkatan 'bening-bening' agar semakin semangat untuk masuk sekolah lagi.
Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, pendaftaran pun resmi dibuka. Tante Sonya menghampiri sambil mengeluh. "Gilaaa, enggak ada parkir. Gue harus parkir di ruko sebrang dulu, Kris," sambil menyedot es kelapa yang dijual di depan sekolah.
Ya, lahan parkir sekolah memang tidak cukup luas untuk menampung banyaknya mobil para orangtua murid yang hendak mendaftarkan anaknya. Alhasil, parkiran ruko seberang pun mendapatkan cuan lebih banyak. Bahkan sampai ada sederet parkiran paralel di sebrang sekolah karena saking banyaknya mobil-mobil ingin parkir. Meski begitu, tukang parkir pun selalu siap mengangguk menandakan masih ada lahan parkir setiap ada mobil baru datang. "Ada bosss, sabar bentar ya!", sambil mendorong mobil lain untuk menyiapkan ruang parkir lagi untuk mobil baru. Cuan besar pun siap dikantongi tukang parkir ruko seberang sekolah.
Setelah urusan selesai, kami merasa super lapar dan haus. Penampakan gerobak biru milik tukang siomay Goras pun tampak lebih bersinar daripada biasanya. Maklum, siomay Goras telah menemani hari-hariku saat menempuh Sekolah Dasar di sekolah tersebut. Kami memesan siomay yang langsung dikonsumsi dari plastik beningnya. Walau higienitasnya tidak terjamin, terpenting lidah dan perut tersenyum. Tidak hanya kami, Goras beserta Mamat penjual es kelapa pun ikutan tersenyum.
Letih mengantre dari pagi ditambah dengan terik sinar matahari menusuk kulit dan menyebabkan dahaga menjadi situasi menguntungkan bagi Mamat. Kami pun segera mengantre membeli es kelapa yang disajikan di plastik bening dengan sedotan berwarna pink.
Ya, jajanan sekolah juga ikutan kecipratan rezeki ketika sekolah sedang membuka pendaftaran. Apalagi ada banyak gerobak jajanan mangkal di area sekolah. Setelah selesai menghabiskan siomay Goras, aku pun menghampiri tukang telur gulung yang sedang sibuk mengocok telur. Hanya dengan uang sebesar Rp5 ribu, plastik beningku telah dipenuhi sepuluh tusuk telur gulung beserta saus merah dan bubuk gurih yang kelak membuat leher sakit.
Mengenang masa-masa sekolah offline sebelum pandemi, apalagi saat pendaftaran sekolah ketika orangtua resah menanti, pasti ada pihak-pihak yang beroleh berkah seperti tukang parkir, tukang fotokopi, sampai tukang jajanan. Berkah tersebut tentu tidak bisa didapatkan secara maksimal di masa pandemi saat pendaftaran sekolah berlangsung secara daring, dari rumah masing-masing.
Sumber






side.id dan 2 lainnya memberi reputasi
3
470
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan