- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Aksi Bang Pi`ie Jago Revolusi


TS
newsmerahputih
Aksi Bang Pi`ie Jago Revolusi

Merahputih.com - Suara letupan senjata memecah keheningan Gang Sentiong, Jakarta Pusat, 8 Desember 1945. Pos Angkatan Pemuda Indonesia (API) mengirim tembakan udara tanda bahaya. Mereka mengendus ada upaya khianat memberikan informasi tentang gerak-gerik pimpinan API. Kadung sudah kasip.
Mobil berbendara Palang Merah Indonesia (PMI) mengangkut Rachman Zakir dan Daan Anwar, Ketua dan Wakil Ketua API daerah Senen, terus melaju tak mengindahkan tanda. Keduanya disergap serdadu NICA.
Sepersekian detik suara tembakan meredup, Bang Pi`ie (Imam Sjafei) langsung menggerakan pasukannya berisi copet, kecu, bromocorah, dan rampok, menyambangi sumber bahaya. Mereka merangsek daerah Kramat Laan (Kramat VIII) memutar jalan lewat belakang.
Berondongan peluru langsung dihadiahkan kepada pasukan NICA. Musuh kerepotan mengadang serangan. Serang kilat pasukan Bang Pi`ie membuat pasukan NICA mundur.

"Dengan tergesa-gesa Letnan Belanda memerintahkan supaya Rachman Zakir dan Daan Anwar dihukum mati (dieksekusi). Regu eksekusi siap. Letnan Belanda mengatakan kepada kedua pemimpin API itu "Doe je laatste schietgebed" (Berdoalah kamu cepat-cepat untuk penghabisan kali)," tulis Alwi Shahab pada "In Memoriam, Daan Anwar Pejuang Daerah Senen," dikutip dari Republika.
Meski dua pucuk pimpinan API daerah Senen ditangkap, bahkan Rachman Zakir tewas dieksekusi, berkali-kali pasukan NICA dibuat kerepotan menghadapi serangan sporadis Bang Pi`ie sekomplotan di daerah Senen sampai Salemba.
Bang Pi`ie, sebagai tokoh utama Pasar Senen, mulai mempersiapkan pasukannya ketika NICA tiba di Jakarta, September 1945.
"Ketidaksukaan para jago Senen kepada aparat keamanan di masa Belanda, ditambah pengetahuan politik dari para pemuda revolusioner, membuat mereka bersemangat menghadapi musuh," kata Wenri Wanhar, penulis buku Gedoran Depok, Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955, kepada Merahputih.com.

Kedatangan NICA, lanjut Wenri, membuat curiga masyarakat lapisan bawah menduga mereka akan mementahkan Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
Situasi mulai memanas ketika pasukan NICA mulai berkeliaran atas nama pengendalian keamanan. Di Jakarta, mengutip Robert Cribb pada Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949, dalam tempo singkat muncul komunitas orang-orang Belanda dengan skala cukup besar berdalih berupaya memulihkan keamanan dan kehidupan seperti masa sebelum perang.
Bang Pi`ie, Ketua Oesaha Pemuda Indonesia (OPI), menggerakan pasukannya ketika bentrokan terjadi antara para pemuda kontra eks serdadu Batalyon ke-10 KNIL dibantu tujuh kompi KNIL dari luar Jawa.
"Perang kota sering terjadi di sekitar kawasan Senen, Kramat, Salemba. Pasukan Bang Pi`ie selalu bikin susah NICA. Bahkan, aksi perampasan senjata sering terjadi," kata Wenri Wanhar.

Kemampuan menggunakan senjata didapat pasukan Bang Pi`ie, termasuk sang komandan, dari para pejuang sebelumnya beroleh pendidikan militer Jepang. "Beberapa anak buahnya ada bekas didikan PETA. Termasuk sekodannya, Mat Bendot," kata inisiator Wangsamudra tersebut.
Di tengah perang kota, antara pemuda dan kelaskaran melawan NICA, Bang Pi`ie tampil sebagai komandan pertempuran paling berpengaruh. Seluruh kekuatan dari Senen dikerahkan saat terjadi pertempuran. Ia diangkat menjadi komandan pertempuran seluruh Jakarta dengan markas di Kampung Rawa, Gang Sentiong, dan Utan Panjang.
Panasnya situasi di Jakarta membuat kedua pihak berunding. Mereka sepakat menghentikan perang kota. Sutan Sjahrir lantas menginstruksikan para pejuang mengosongkan Jakarta. Para jago tergabung di badan-badan perjuang kemudian hijrah menepi di luar kota. Mereka memusatkan kekuatan di Karawang-Bekasi.

Sumber






side.id dan 2 lainnya memberi reputasi
3
561
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan