Kaskus

Entertainment

newsmerahputihAvatar border
TS
newsmerahputih
Haji Darip, Jagoan dari Tanah Klender
Haji Darip, Jagoan dari Tanah Klender

Merahputih.com - Kemerdekaan Indonesia tak hanya momen proklamasi pada 17 Agustus 1945. Nyatanya, sebelum dan sesudah peristiwa tersebut, ada banyak masyarakat yang begitu dahsyat. Salah satunya seorang jago Betawi asal Klender bernama Haji Darip. Ia berani menggerakkan warga Klender dan sekitarnya melawan tentara Belanda dan sekutu setelah kemerdekaan Indonesia.

Haji Darip bukanlah nama yang dikenal masyarakat umum, khususnya di Jakarta pada masa sekarang ini. Beberapa mungkin mengetahui nama Haji Darip melalui cerita dan didengar dari daerah tempat tinggalnya, yakni Klender, Jakarta Timur. Lain halnya dengan para pejuang kemerdekaan di Jakarta pada 1945, Haji Darip justru dikenal dengan tokoh pejuang nasionalis sekaligus seorang pemimpin perjuangan rakyat dari Betawi.

Sekitar 1886, Muhammad Arif lahir dari pasangan jawara silat asal Klender bernama Haji Kurdin dan Hajah Nyai Mai. Anak bungsu ini awalnya dipanggil Mad Arif yang dalam ucapan menjadi Madarif. Setelah dewasa, namanya disingkat menjadi Darip.

Sejak kecil, Arif telah menempuh pendidikan agama di Mekkah. Saat tiba kembali di Tanah Air, ia belajar bela diri silat dan mengajar ilmu agama. Sepak terjang Haji Darip dalam dunia jawara semakin populer. Kekuasaan wilayahnya meliputi Klender, Jatinegara, serta Pulo Gadung. Bahkan pada Oktober 1945, ia membentuk sebuah organisasi bernama BARA (Barisan Rakyat).

Sebelum 1945, nama Haji Darip acap kali dikenal sebagai tokoh Klender yang disegani dan ditakuti. Beberapa tokoh pemuda dari Jakarta, yakni Sukarni, Kamaludin, Pandu Kartawiguna, serta Syamsudin, juga pernah menjalin komunikasi dengannya. Mereka sempat bertukar pikiran mengenai masalah pengusiran orang Jepang dan keinginan untuk lepas dari penjajahan.

Haji Darip dan rakyat Klender ingin menyerang Jepang karena selama berkuasa, Jepang telah menyebabkan penderitaan pada rakyat sebagai akibat dari tindakan eksploitasi. Ketidakadilan juga yang membuat Haji Darip bertekad melawan Jepang.

Waktu masa pemerintahan kolonial Belanda, Haji Darip sering kali keluar masuk penjara karena perkelahian-perkelahian yang dilakukannya demi membela orang-orang tertindas. Terlebih ketika ia dihadapkan pada keprihatinan masyarakat ketika Jepang berkuasa.

“Soal bekerja keras dan harus lapar, itu sudah biasa kami alami. Tetapi sungguh tidak dapat saya terima sikap Jepang dan tindakan mereka yang menghina harga diri bangsa saya. Apalagi setelah saya melihat bagaimana Jepang memperlakukan kaum perempuan kita. Gadis-gadis tersebut hanya sebagai pemuas nafsu mereka,” kata Haji Darip dikutip skripsi karya Soibah Hasni Fitrida berjudul Dari Klender Sampai Purwakarta Perjuangan Haji Darip Dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1947. Di bawah pimpinannya, BARA yang dibantu rakyat setempat menjadi barisan kekuatan yang cukup sulit dikalahkan oleh musuh. Seperti yang terbukti dalam pertempuran melawan pasukan Inggris/India di Klender pada 13 Oktober 1945. Pertempuran itu terjadi karena pasukan Inggris/India marah ketika melihat pasukan BARA mengadakan barikade di jalan dan ingin mengusir mereka dengan cara kekerasan.

Haji Darip, Jagoan dari Tanah Klender

BARA dan rakyat Klender merasa terhina dengan perbuatan pasukan asing dan mereka kemudian membalasnya dengan kekerasan juga. Pada akhirnya pasukan Inggris/India tidak sanggup menghadapi kekuatan barisan pejuang rakyat Klender dan terpaksa mundur ke tangs mereka.

Pertahanan rakyat Klender pada saat itu dibekali senjata tradisional, seperti golok, bambu runcing, parang, dan kekuatan fisik. Mereka juga memiliki senjata modern seperti pistol, senapan, dan granat dari hasil melucuti tentara-tentara Jepang ketika melakukan penyerbuan ke tangsi-tangsi mereka di Pangkalan Jati, Pondok Gede, dan Cipinang Cimpedak.

Di wilayah timur Jakarta, daerah Klender memang menjadi wilayah yang sulit dilintasi dan dikuasai oleh tentara Jepang, Sekutu, maupun NICA. Karena kekuatan BARA pula, tentara Belanda yang dibantu Sekutu hanya mampu mencapai derah Jatinegara saja, itu pun selalu mendapat perlawanan yang hebat dari pasukan Haji Darip.

Anggota BARA terdiri dari para pemuda yang berada di kampung sekitar Klender, gelandangan, dan narapidana. Narapidana ini awalnya menjalani hukuman puluhan tahun penjara karena membunuh atau bahkan hukuman mati. Mereka dibebaskan dari penjara Cipinang ketika penjara tersebut didatangi oleh Haji Darip. Anggota pasukan berani mati inilah yang bertugas untuk memonitor situasi dan kegiatan musuh di dalam kota.

Sudah menjadi rahasia umum saat itu Haji Darip mempunya kemampuan kebatinan seperti yang biasa dimiliki oleh para jawara. Di masa perjuangan kemerdekaan, anggota pasukannya dibeklai dengan semacam jimat atau bacaan wiridan yang bisa membuat tubuh menjadi kebal terhadap terjangan peluru dan senjata tajam. Namun, Haji Darip ialah pribadi yang rendah hati. Ia tidak pernah menonojolkan kemampuannya, tidak sekali pun ia berbicara tentanng kemampuannya itu.

Seperti dalam wawancaranya bersama Titiek WS di majalah Dewi, Haji Darip tidak menceritakan bagaimana ia memberikan bekal kekuatan gaib untuk mereka yang ikut berjuang, tetapi malah tahu dari orang lain.

“Haji Darip merestui mereka dengan memandikannya lalu mencoba kekuatan dengan membacok-bacokkan golok pada tubuh mereka. Ternyata tidak mempan. Mereka sudah dibikin kebal.”

Setelah tidak lagi mempertahankan Klender, Haji Darip dan barisan-barisan perjuangan lain terpaksa mundur ke arah timur, masuk ke wilayah yang menjadi kekuasaan Republik. Dari Klender, pasukan Haji Darip mundur ke Pulo Gadung, lalu Cakung, Cikarang, Tambun, Bekasi, Karawang, Cikampek, dan akhirnya membuka front di Purwakarta. Ketika di Cikarang, Haji Darip mengganti nama pasukannya dari BARA menjadi BPRI (Badan Pemberontakan Republik Indonesia), yang merupakan bagian dari BPRI Poesat Djakarta.

Pada 1947, Haji Darip sempat tertangkap oleh tentara musuh saat melewati hutan untuk menghindari pertemuan dengan tentara Belanda. Di sel polisi Kebayoran, Haji Darip sempat mendapat penyiksaan sebelum kemudian dipindahkan ke penjara Glodok yang diperlakukan lebih baik.

Saat bebas di 1949, ia memutuskan untuk tidak kembali menggabungkan diri ke kesatuan yang ditinggalkannya selama menjalani hukuman penjara. Ia justru kembali ke kampung halamannya di Klender dan memulai hidup layaknya masyarakat pada umumnya. Haji Darip juga aktif mengajarkan ilmu bela diri yang sampai saat ini masih diteruskan anak-anaknya. Pengajaran ilmu bela diri ini sifatnya tertutup, hanya diajarkan kepada keturunan dan keluarga dekat Haji Darip.

Sebagai seorang yang pernah ikut berjuang di masa perang kemerdekaan, ia tercatat sebagai anggota Dewan Harian Angkatan 45 DKI Jakarta. Haji Darip sebagai anggota legiun veteran menerima uang tunjangan pensiun dari pemerintah sebesar kurang lebih Rp 2.070 di 1974.

Pada 13 Juni 1981 tepatnya pukul 01.00 WIB, Haji Darip tutup usia. Sebelumnya, ia sering menderita sakit kepala sebagai akibat dari penyiksaan-penyiksaan yang didapat ketika menjadi tahanan Belanda. Gangguan sakit kepala itu di hari tuanya semakin sering kambuh, meskipun sudah melakukan perawatan ke dokter.

Atas permintaan teman-teman seperjuangannya di kesatuan Dewan Harian Angkatan 45 DKI Jakarta, Haji Darip diminta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun, permintaan tersebut ditolak pihak keluarga. Ia kemudian dimakamkan di Pekuburan Umum Tanah Koja, Klender.


Sumber
kabarotocomAvatar border
newsbolaskorAvatar border
side.idAvatar border
side.id dan 2 lainnya memberi reputasi
3
479
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan