- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
MA Menangkan Sengketa Rumah Pemenangan Jokowi-Ahok ke Putra Djan Faridz


TS
sudarmadji-oye
MA Menangkan Sengketa Rumah Pemenangan Jokowi-Ahok ke Putra Djan Faridz
Spoiler for kasus luarbiasa:

Jakarta -
Sebuah rumah yang cukup asri di Jalan Borobudur 22, Menteng, Jakarta Pusat, pernah dijadikan rumah pemenangan Jokowi-Ahok pada 2012. Ternyata rumah itu menyisakan sengketa cukup panjang dan berliku dan kini jatuh ke putra Djan Faridz, Radinka Ariapanditya Djan.
Status terakhir adalah putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 62 PK/TUN/2021. "Tolak," demikian bunyi amar putusan yang dikutip detikcom, Senin (9/8/2021).
MA menolak permohonan PK yang diajukan oleh Sie Swan Hwie dan Kantor Pertanahan DKI Jakarta terhadap Radinka Ariapanditya Djan (putra Djan Faridz). Duduk sebagai ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
Bagaimana kisah sengketa rumah itu?
Geger 1965
Rumah seluas 2.000 meter persegi itu dibeli Sie Sioe Ho pada 1946 atau tidak lama setelah Indonesia merdeka. Pada 1961, pembelian itu diproses sehingga terbit Sertipikat Hak Milik (SHM) dalam tiga lembar atas nama Sie Sioe Ho. Kemudian tanah itu mewariskan kepada anaknya, Sie Swan Hwie.
"SHM Nomor 130, 131, dan 132 atas nama Sie Sioe Ho tersebut adalah merupakan konversi Hak Eigendom menjadi Hak Milik sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria," kata kuasa hukum Sie Swan Hwie, Putu Edwin Wibisana kepada detikcom, Senin (9/8/2021).
Pada pertengahan 60-an, Indonesia memanas dan bergejolak. Hingga meletus pergolakan yang membuat traumatik WNI keturunan Tionghoa di seluruh penjuru negeri.
Sie Sioe Ho memilih menyelamatkan diri ke Singapura. Bagaimana rumahnya di Jalan Diponegoro 22? Ia titipkan kepada temannya di Jakarta.
Entah bagaimana ceritanya, rumah itu ditempati dari satu orang ke orang lain. Bagi yang mau menempatinya cukup mengantongi Surat Izin Perumahan (SIP) Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta. Putu Edwin Wibisana menyebut berubahnya nama-nama yang tercantum dalam Surat Izin Perumahan menyebabkan alm Sie Sioe Ho maupun para ahli warisnya selaku pemilik rumah tidak bisa menempati ataupun menggunakan tanah tersebut.
"Seiring berjalannya waktu, Surat Izin Perumahan tersebut mengalami beberapa perubahan nama, yang di mana terakhir tercatat atas nama Radinka Ariapanditya Djan sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Perumahan No. TS.1.03/00002/05.15 tanggal 23 Mei 2012 yang berlaku hingga tanggal 23 Mei 2015," kata Putu Edwin Wibisana.
Kasus Bermuara ke Pengadilan
Sie Swan Hwie kaget saat Radinka menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke PN Jakut. Radinka meminta agar Kantor Pertanahan menghapus SHM Sie Sioe Ho. Hasilnya, PN Jakut memerintahkan BPN mencoret SHM tersebut dengan alasan Sie Sioe Hon saat membeli bukan Warga Negara Indonesia (WNI).
Di tingkat banding, keadaan berubah. Sie Sioe Hon menang.
"Menyatakan tanah dan rumah yang terletak di Jalan Borobudur Nomor 22, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat adalah hak milik Sie Sioe Ho berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 130 / Menteng, Nomor 131 / Menteng, Nomor 132 / Menteng. Menghukum Tergugat Rekonpensi (Radinka-red) untuk mengosongkan tanah dan rumah objek sengketa yang terletak di Jalan Borobudur Nomor 22, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, sejak tanggal 23 Mei 2015, dan menyerahkan objek sengketa a quo secara langsung dan seketika kepada Penggugat Rekonvensi," demikian bunyi amar putusan PT DKI Jakarta.
Kalah di perdata, Radinka memutar jalan dengan menggugat lewat PTUN Jakarta. Pada 1 Juli 2019, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Radinka dan memerintahkan BPN mencoret SHM Nomor 130, 131 dan 132 Menteng. PTUN Jakarta juga memerintahkan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat untuk menerbitkan permohonan pendaftaran tanah diajukan oleh Radinka. Putusan PTUN Jakarta itu dikuatkan hingga tingkat PK.
Saat menang di PTUN Jakarta, Radinka langsung melayangkan PK perdata dan dimenangkan. Duduk sebagai ketua majelis Hamdi dengan anggota Ibrahim dan Pri Pambudi Teguh.
Kalah di dua perkara, PK TUN dan PK perdata, keluarga Sie Sioe Hon kini hanya bisa pasrah. Keluarga Sie Sioe Hon sudah melaporkan hal itu ke Komisi Yudisial (KY).
"Alm Sie Sioe Ho adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan Surat Pernyataan Keterangan Melepaskan Kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok Untuk Tetap Menjadi Warganegara Republik Indonesia No. 3661/60 tanggal 22 Agustus 1960 dan dokumen Ketetapan Pengadilan Negeri Istimewa No. 255/1960.W., tanggal 4 Maret 1960, serta Kartu Tanda Penduduk Daerah Istimewa Jakarta No. 06608/291015001 tanggal 22 September 1981 atas nama SIE SIOE HO dan Paspor Republik Indonesia Nomor D071935 tanggal 26 September 1973 atas nama Sie Sioe Ho," ujar Putu Edwin Wibisana menanggapi putusan tersebut.
Tanggapan Djan
Dalam kasus sengketa rumah di Jalan Diponegoro 22 itu, Djan menyerahkan kuasa kepada Humphrey R Djemat. Humphrey yang juga kerap mendampingi Djan dalam sengketa PPP beberapa waktu lalu putusan PK di atas harus dilaksanakan. Berikut pernyataan Humphey:
Putusan peninjauan kembali (PK) yang merupakan suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut telah memutuskan bahwa:
a. BPN Jakarta Pusat telah diperintahkan (wajib) untuk menerbitkan sertipikat kepemilikan atas tanah pada tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Borobudur No. 22 ("Rumah Borobudur") kepada Radinka Ariapanditya Djan (Putra Djan Faridz); dan
b. Sertifikat kepemilikan pada Rumah Borobudur yang saat ini tercatat atas nama Sie Sie Hoe telah dinyatakan batal dan harus dicabut oleh BPN Jakarta Pusat.
2. Adapun kronologis penguasaan dan penempatan Rumah Borobudur adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 2009, H.Djan Faridz beserta Istri mulai menguasai dan menempati Rumah Borobudur berdasarkan kesepakatan yang dibuat antara H.Djan Faridz dengan pihak yang saat itu berhak untuk menempati Rumah Borobudur;
b. Pada tahun 2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada akhirnya menerbitkan Surat Ijin Perumahan kepada Radinka Ariapanditya Djan (Putra Djan Faridz) yang pada pokoknya memberikan dasar bagi yang bersangkutan untuk dapat menempati Rumah Borobudur.
3. Sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini, baik H. Djan Faridz maupun Radinka Ariapanditya Djan (Putra Djan Faridz) telah menguasai fisik dari Rumah Borobudur serta selalu membayar biaya Pajak Bumi & Bangunan.
4. Atas dasar putusan PK tersebut, saat ini BPN Jakarta Pusat telah menindaklanjuti dengan melaksanakan proses pembatalan sertifikat kepemilikan Rumah Borobudur atas nama Sie Sie Hoe sebelum nantinya Radinka Ariapanditya Djan (Putra Djan Faridz) dapat mengajukan permohonan hak tanah atas kepemilikan Rumah Borobudur kepada BPN Jakarta Pusat.
Sengketa Rumah di Jalan Diponegoro
Selain kasus di atas, Djan sedang mengajukan gugatan serupa atas rumah di Jalan Diponegoro Nomor 43, Menteng, Jakarta Pusat. Djan yang menempati rumah megah itu meminta BPN memprioritaskanya memiliki SHM atas rumah itu. Di mana rumah itu saat ini di bawah penguasaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.
Berikut ini tuntutan Djan yang dilayangkan ke PTUN dan masih berlangsung:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Tergugat telah bertindak sewenang-wenang dan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) karena telah menolak permohonan hak kepemilikan tanah atas objek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 43, RT 015 / RW 05, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, tertanggal 7 Juli 2021 yang diajukan Penggugat.
3. Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat sebagai pihak yang beriktikad baik dalam menguasai dan menempati objek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 43, RT 015 / RW 05, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
4. Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat berhak diprioritaskan untuk diberikan alas hak kepemilikan tanah atas objek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 43, RT 015 / RW 05, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
5. Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan alas hak kepemilikan tanah Penggugat dan menerbitkan alas hak kepemilikan atas objek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 43, RT 015 / RW 05, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat kepada Penggugat.
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Mendapati gugatan itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan gugatan tersebut adalah hak setiap warga negara. Namun Kementerian ATR/BPN berkewajiban menjaga aset negara agar tidak jatuh ke pihak yang tidak berhak.
"Jika Pak Djan Faridz ingin menggugat, ya silakan saja. Atas gugatan Bapak Djan Faridz tersebut, kami dari BPN menganggap sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan karena itu hak setiap kan warga negara. Tapi kami BPN akan perlu mengingatkan bahwa tugas kami adalah menjaga aset negara," kata Staf Khusus dan Jubir ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi, saat dihubungi detikcom, Rabu (4/8) siang.
Pihak Kementerian ATR/BPN mempunyai riwayat administrasi yang tercatat rapi. Rumah itu kini tercatat di Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan.
"Tanah itu berasal dari konversi hak eigendom menjadi HGB Nomor 1.20. Kemudian HGB 1.20 yang terbit tahun 1965 berubah menjadi HGB 3058 dan terakhir menjadi HGB 7632 atas nama PT Surya Bentala Sejati, yang berakhir haknya pada tanggal 2 November 2003," tutur Teuku Taufiqulhadi.
Maka Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) meminta pihak Kementerian ATR/BPN untuk melakukan pemblokiran atas objek tersebut. Karena tanah itu menjadi aset negara yang dikuasai Kementerian Keuangan, sebagai bendahara negara.
"Dari mana pintu masuk Pak Djan Faridz di sini? Setelah berakhir HGB, tanah itu dikuasai secara fisik oleh Syarikat Pedagang Islam. Pak Djan Faridz mengakui sebagai pemegang SIP. Atas dasar pemegang SIP itu, ia mengajukan pengukuran dan juga mengajukan hak atas namanya. BPN yang telah memahami riwayat objek tanah itu tentu saja menolaknya," cetus Teuku Taufiqulhadi.
https://news.detik.com/berita/d-5675..._from=wp_nhl_3
jadi gue kasih kesimpulan nye ye :
1. ada orang china tapi dah wni thn 60 beli tanah di menteng, dah dpt sertifikatnya
2. 1965 setelah peristiwa pki, ada sentimen anti china di jakarta, lari lah si china ini ke singapoh, itu rumah dititipin ke orang
3. thn 2009 orang yg di titipin ini jual tuh rumah ke djan faridz tanpa sertifikat, sertifikat tetap di pegang sang pemilik di singapoh sana
sidang, eh yg pemilik sertifikat asli kalah, yg gak punya sertifikat ngusir yg punya sertifikat dan no shm nya disuruh hapus ke bpn?

ane bingung

Diubah oleh sudarmadji-oye 09-08-2021 15:21






muhamad.hanif.2 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.7K
Kutip
35
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan