- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tarung 2 Lembaga Negara Gegara 75 Pegawai KPK


TS
volcom77
Tarung 2 Lembaga Negara Gegara 75 Pegawai KPK

Foto: Andhika Prasetya/detikcom
Jakarta- Dua lembaga negara Ombudsman Republik Indonesia (ORI), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertarung. Penyebabnya adalah soal proses tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK.
Awalnya, Ombusdman RI menyampaikan adanya maladministrasi dalam proses TWK. Temuan itu diteruskan Ombudsman ke pimpinan KPK, Kepala BKN, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ada tiga isu utama yang disampaikan ORI, pertama soal proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN, kedua proses pelaksanaan peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan ketiga tahap penetapan hasil asesment TWK.
"Tiga hal inilah yang oleh Ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi dan secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaan kita, memang kita temukan," kata Ketua Ombudsman Mokh Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).
Atas temuan itu, Ombudsman meminta agar KPK mengangkat 75 pegawai yang tak lulus TWK sebagai ASN. Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng, meminta KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah. Selain itu, dia meminta pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberi kesempatan memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
"Hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK," ucap Robert.
Robert meminta KPK mengangkat 75 pegawai itu menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021. Tindakan korektif itu disampaikan Ombudsman ke KPK.
"Hakikat peralihan status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dan PP Nomor 41 Tahun 2020 serta maladministrasi dalam proses penyusunan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021, proses pelaksanaan asesmen TWK, maka terhadap 75 pegawai KPK tersebut dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021," ucapnya.
KPK Tak Terima Dinilai Maladministrasi
KPK keberatan atas temuan ORI yang menyebut kebijakan TWK adalah maladministrasi. KPK akan menyampaikan surat keberatan atas temuan Ombudsman. Rencananya, surat itu akan dikirim pagi hari.
"Dengan ini karena itu kami menyampaikan KPK menyampaikan keberatan berdasarkan landasan hukum di atas Pasal 25 ayat 6 b," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers, Kamis (5/8).
Menurut KPK, Ombudsman menandingi hingga mendahului proses yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Oleh karena itu, menandingi, membersamai, bahkan mendahului proses konstitusional yang sedang dilakukan oleh lembaga peradilan harus dipandang sebagai perbuatan yang mencederai dan menyerang negara hukum, karena akan menghadirkan ketidakpastian hukum," kata Ghufron.
Ghufron mengatakan alih status pegawainya ini merupakan urusan internal dan bukan wewenang Ombudsman. Ghufron menyebut Ombudsman seharusnya mengurusi urusan pelayanan publik dalam aspek produk dan jasa sebuah lembaga negara.
"Alih status pegawai KPK dalam sistem organisasi secara sederhana Anda akan bisa membayangkan, misalnya lembaga atau perusahaan atau organisasi apa pun, ada input, ada proses ada output. Ke SDM-an itu adalah urusan apa? Urusan internal, meng-input sumber daya manusia sampai memprosesnya di dalam di dalam organisasi. Sementara pelayanan publik atau produk jasanya adalah output dari sebuah lembaga ini mohon dipisahkan," katanya.
Ombudsman RI dalam temuannya menyebut Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang mengatur TWK KPK ini kurang lazim karena rapat harmonisasi terakhir yang dilakukan langsung dihadiri oleh para pimpinan kementerian dan lembaga. Sebab, menurut Ombudsman, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 23 Tahun 2018 harmonisasi itu biasanya dihadiri oleh pejabat pimpinan tinggi (JPT) seperti Sekjen atau Kepala Biro, bukan pimpinan kementerian/lembaga.
Ghufron, menyebut Ombudsman tidak paham tentang administrasi pemerintahan. Dia menyebut hal itu bukanlah kesalahan karena telah sesuai dengan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Jika tindakan tersebut salah, Ghufron menyebut Ombudsman pun melakukan maladministrasi. Dia mengungkit saat dirinya diperiksa Ombudsman. Menurutnya, bidang yang memeriksa klarifikasi adalah Keasistenan IV yang membidangi fungsi pemeriksaan.
"Deputi Keasistenan yang pelaksanaannya saat itu kedeputian keasistenan IV, tapi yang hadir adalah Robert Na Endi Jaweng, seorang komisioner padahal peraturannya sendiri mengatakan keasistenan, tapi yang hadir komisioner sama dengan saya ketika hadir saat harmonisasi di Kumham. Jadi apa yang dikatakan maladministrasi karena pimpinannya yang hadir, ternyata di Ombudsman dilakukan hal yang sama, maka kalau konsisten pemeriksaan ini juga telah dilakukan secara maladministrasi," lanjutnya
[𝙨𝙪𝙢𝙗𝙚𝙧]







nomorelies dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.1K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan