- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SUAMI DARI ALAM LAIN


TS
event2
SUAMI DARI ALAM LAIN
Tap-tap-tap!
Pelan tapi pasti, Bima menuruni anak tangga yang cukup panjang. Darahnya jatuh menetes di setiap anak tangga. Perlahan lukanya mulai menutup dengan sempurna. Ya, sebagai makhluk abadi, Bima bisa menyembuhkan diri sendiri.
Tap-tap-tap!
Bima mempercepat langkahnya. Bayangan akan sosok Indri yang kini kesakitan kian menari di pikirannya. Mata nya merah membara menahan amarah. Balas dendam kepada Silva pasti akan ia lakukan.
Saat menuruni anak tangga terakhir, tubuh Bima bergetar hebat. Di hadapannya kini seonggok tubuh terbaring tak berdaya. Tanpa ia sadari bulir itu jatuh di ujung pelupuk matanya.
Bima bergegas mendekat. Tangan nya mencengkeram jeruji besi dengan kuat. Ia bisa saja menembus benda itu dengan mudah, tapi bagaimana dengan Indri?
"Aaaaaaaaaa!" sekuat tenaga Bima menarik jeruji besi hingga tercipta renggangan diantaranya. Tertatih ia mendekati Indri yang kini terbaring tak berdaya.
"Indri ... Indri Sayang ...," Bima merangkul Indri dan membawanya dalam dekapannya. Bibir Indri bergetar namun matanya amat berat untuk ia buka. Ia hanya mengeluarkan suara lirih tanpa kata. Membuat Bima benar-benar frustasi dan dilanda kesakitan yang teramat sangat.
"Aaaaaaaaaa !" teriakan itu begitu menyayat hati. Bima ... patah hati.
***
Aku hanya bisa pasrah saat tubuh ku tak lagi bisa bergerak dan hanya tergolek lemah tak berdaya. Panas bak bara api menjalari. Sakit seperti di tusuk ribuan belati. Apa aku akan mat*?
Gelap. Hanya gelap yang menemani. Mataku seolah enggan untuk melihat dunia dan seisinya lagi. Inikah artinya sendiri?
Bima, walau hanya berbisik dalam hati, ku ingin sebelum nyawa yang tersisa ini, kamu datang untuk melihatku yang terakhir kali. Begitu pun aku, ingin mengucap maaf dan menyentuh wajah tampanmu, saat ini. Menatap mata indahmu sekali lagi.
Perlahan ku dengar lowongan srigala dan hantaman di luar sana. Bimakah yang datang? lagi-lagi aku hanya bisa berbicara pada diri sendiri dan kegelapan yang hakiki.
Derap langkah dan deru napas perlahan mendekati. Aku bisa mencium wanginya, wanginya yang amat kuhapal dan kurindukan. Bima, ya, itu Bima!
Aku ingin bersorak dan menyambut dirinya. Namun tubuh ini terlalu lemah dan tak berenergi. Aku hanya bisa mendengar deru napasnya yang sudah sangat membuatku bahagia.
Aku merasa hangat di bagian tengkuk dan tubuh bagian belakang. Bima, lelaki itu memelukku erat dan merangkul tubuh ku dalam dekapannya. Lirih ia menyebut namaku, aku tak mampu menyahut. Aku tau ia sakit, ia bersedih. Kurasakan tetes air berjatuhan di pipiku. Bima, apa kau menangis, Sayang ku?
"Aaaaaaaaaaa," suaranya amat kencang Cumiakkan telinga.
Kurasakan sentuhan lembut di bibirku. Rasa manis dan amat wangi. Ia menciumku?
Tes-tes-tes!
Pahit, bau anyir dan amis. Apa ini? tetesan air yang masuk ke mulut dan menjalar melalui tenggorokanku. Aku tak tahu ini apa, tapi setelah cairan itu masuk, perlahan aku merasa punya energi dan tubuh ku dengan mudah bisa di gerakkan kembali. Mataku yang semula amat lengket mulai mengerjap dan kini aku bisa menatap sosok di hadapanku.
Aku terkesiap. Samar, di antara keremangan cahaya yang minim di ruangan lembab ini, sosok itu nampak besar dan berotot dengan sayap yang hampir terkoyak dan mengeluarkan darah. Sayap putih itu penuh noda dan bercak darah. Wajahnya memang serupa Bima, tapi ini menyeramkan, dengan retina merah dan tanduk juga taring di sela senyum rapuhnya. Tubuhnya penuh luka yang menganga,tapi ia tetap nampak kuat dan berkarisma. Inikah sosok Bima sebenarnya?
Mata itu menatapku sayu dan berkaca-kaca. Bima. Aku yakin itu Bima. Aku tak takut andai itu memang Bima walau dengan casing monsternya . Bagiku ia tetap Bima. Orang yang selama ini menempati relung hatiku.
"Indri ... akhirnya kau bangun," monster itu terisak menatap wajahku. Perlahan ku ayunkan tanganku dan menyentuh wajahnya yang penuh luka.
"Kau Bima, benarkah itu diri mu, Bima?"
Menyadari ketidak percayaanku , monster itu mengangguk pelan. Perlahan mata merah nya berubah menjadi warna biru laut yang aku dambakan.
***
"Kenapa ... kau kecewa padaku, In? inilah sosokku yang sebenarnya. Aku mohon maaf," Bima menunduk lesu. Ia yakin setelah ini jarak antara dirinya dan Indri semakin jauh.
Indri menggeleng pelan. Ia mengusap lembut wajah Bima secara perlahan.
"Apa pun dirimu, aku tidak akan takut. Sedikitpun, pahlawan penolongku ," ucap Indri dengan semburat senyum yang amat manis, menatap penuh cinta lelaki yang kini menatapnya dengan ketidakpercayaan.
Ia tak menyangka gadis itu bisa menerima dirinya, dirinya apa adanya. Perlahan tanduk dan taringnya menciut, tubuh yang semula besar perlahan mengecil kembali ke bentuk semula.
Indri dengan tangan gemetar menyentuh dada Bima yang masih menyisakan luka. Airmatanya menggenang bak anak sungai. Bima menatapnya dengan penuh cinta. Menangkupkan wajah Indri dengan kedua tangannya, perlahan wajah Bima mendekat.
Satu kecupan ia layangkan. Indri menyambut nya dengan penuh cinta.
Bima mengangkat tubuh ringkih Indri dan membawanya dalam pelukannya. Dengan cinta Indri melingkarkan kedua tangannya di leher Bima.
Satu demi satu anak tangga berhasil di laluinya, hingga sampai di muka menara, Indri melihat begitu banyak mayat werewolf bergelimpangan. Demi dirinya, Bima rela mengorbankan nyawanya.
Sayap Bima terbentang dan mulai mengepak keras membuat sekitar nya terhembus angin yang cukup kencang. Indri merapatkan tubuhnya dan mengencangkan pegangan tangannya. Bima kemudian melesat terbang bersama Indri menuju cakrawala dan menikmati indahnya malam berdua di bawah pendar cahaya bulan dan juga bintang.
***
Pelan tapi pasti, Bima menuruni anak tangga yang cukup panjang. Darahnya jatuh menetes di setiap anak tangga. Perlahan lukanya mulai menutup dengan sempurna. Ya, sebagai makhluk abadi, Bima bisa menyembuhkan diri sendiri.
Tap-tap-tap!
Bima mempercepat langkahnya. Bayangan akan sosok Indri yang kini kesakitan kian menari di pikirannya. Mata nya merah membara menahan amarah. Balas dendam kepada Silva pasti akan ia lakukan.
Saat menuruni anak tangga terakhir, tubuh Bima bergetar hebat. Di hadapannya kini seonggok tubuh terbaring tak berdaya. Tanpa ia sadari bulir itu jatuh di ujung pelupuk matanya.
Bima bergegas mendekat. Tangan nya mencengkeram jeruji besi dengan kuat. Ia bisa saja menembus benda itu dengan mudah, tapi bagaimana dengan Indri?
"Aaaaaaaaaa!" sekuat tenaga Bima menarik jeruji besi hingga tercipta renggangan diantaranya. Tertatih ia mendekati Indri yang kini terbaring tak berdaya.
"Indri ... Indri Sayang ...," Bima merangkul Indri dan membawanya dalam dekapannya. Bibir Indri bergetar namun matanya amat berat untuk ia buka. Ia hanya mengeluarkan suara lirih tanpa kata. Membuat Bima benar-benar frustasi dan dilanda kesakitan yang teramat sangat.
"Aaaaaaaaaa !" teriakan itu begitu menyayat hati. Bima ... patah hati.
***
Aku hanya bisa pasrah saat tubuh ku tak lagi bisa bergerak dan hanya tergolek lemah tak berdaya. Panas bak bara api menjalari. Sakit seperti di tusuk ribuan belati. Apa aku akan mat*?
Gelap. Hanya gelap yang menemani. Mataku seolah enggan untuk melihat dunia dan seisinya lagi. Inikah artinya sendiri?
Bima, walau hanya berbisik dalam hati, ku ingin sebelum nyawa yang tersisa ini, kamu datang untuk melihatku yang terakhir kali. Begitu pun aku, ingin mengucap maaf dan menyentuh wajah tampanmu, saat ini. Menatap mata indahmu sekali lagi.
Perlahan ku dengar lowongan srigala dan hantaman di luar sana. Bimakah yang datang? lagi-lagi aku hanya bisa berbicara pada diri sendiri dan kegelapan yang hakiki.
Derap langkah dan deru napas perlahan mendekati. Aku bisa mencium wanginya, wanginya yang amat kuhapal dan kurindukan. Bima, ya, itu Bima!
Aku ingin bersorak dan menyambut dirinya. Namun tubuh ini terlalu lemah dan tak berenergi. Aku hanya bisa mendengar deru napasnya yang sudah sangat membuatku bahagia.
Aku merasa hangat di bagian tengkuk dan tubuh bagian belakang. Bima, lelaki itu memelukku erat dan merangkul tubuh ku dalam dekapannya. Lirih ia menyebut namaku, aku tak mampu menyahut. Aku tau ia sakit, ia bersedih. Kurasakan tetes air berjatuhan di pipiku. Bima, apa kau menangis, Sayang ku?
"Aaaaaaaaaaa," suaranya amat kencang Cumiakkan telinga.
Kurasakan sentuhan lembut di bibirku. Rasa manis dan amat wangi. Ia menciumku?
Tes-tes-tes!
Pahit, bau anyir dan amis. Apa ini? tetesan air yang masuk ke mulut dan menjalar melalui tenggorokanku. Aku tak tahu ini apa, tapi setelah cairan itu masuk, perlahan aku merasa punya energi dan tubuh ku dengan mudah bisa di gerakkan kembali. Mataku yang semula amat lengket mulai mengerjap dan kini aku bisa menatap sosok di hadapanku.
Aku terkesiap. Samar, di antara keremangan cahaya yang minim di ruangan lembab ini, sosok itu nampak besar dan berotot dengan sayap yang hampir terkoyak dan mengeluarkan darah. Sayap putih itu penuh noda dan bercak darah. Wajahnya memang serupa Bima, tapi ini menyeramkan, dengan retina merah dan tanduk juga taring di sela senyum rapuhnya. Tubuhnya penuh luka yang menganga,tapi ia tetap nampak kuat dan berkarisma. Inikah sosok Bima sebenarnya?
Mata itu menatapku sayu dan berkaca-kaca. Bima. Aku yakin itu Bima. Aku tak takut andai itu memang Bima walau dengan casing monsternya . Bagiku ia tetap Bima. Orang yang selama ini menempati relung hatiku.
"Indri ... akhirnya kau bangun," monster itu terisak menatap wajahku. Perlahan ku ayunkan tanganku dan menyentuh wajahnya yang penuh luka.
"Kau Bima, benarkah itu diri mu, Bima?"
Menyadari ketidak percayaanku , monster itu mengangguk pelan. Perlahan mata merah nya berubah menjadi warna biru laut yang aku dambakan.
***
"Kenapa ... kau kecewa padaku, In? inilah sosokku yang sebenarnya. Aku mohon maaf," Bima menunduk lesu. Ia yakin setelah ini jarak antara dirinya dan Indri semakin jauh.
Indri menggeleng pelan. Ia mengusap lembut wajah Bima secara perlahan.
"Apa pun dirimu, aku tidak akan takut. Sedikitpun, pahlawan penolongku ," ucap Indri dengan semburat senyum yang amat manis, menatap penuh cinta lelaki yang kini menatapnya dengan ketidakpercayaan.
Ia tak menyangka gadis itu bisa menerima dirinya, dirinya apa adanya. Perlahan tanduk dan taringnya menciut, tubuh yang semula besar perlahan mengecil kembali ke bentuk semula.
Indri dengan tangan gemetar menyentuh dada Bima yang masih menyisakan luka. Airmatanya menggenang bak anak sungai. Bima menatapnya dengan penuh cinta. Menangkupkan wajah Indri dengan kedua tangannya, perlahan wajah Bima mendekat.
Satu kecupan ia layangkan. Indri menyambut nya dengan penuh cinta.
Bima mengangkat tubuh ringkih Indri dan membawanya dalam pelukannya. Dengan cinta Indri melingkarkan kedua tangannya di leher Bima.
Satu demi satu anak tangga berhasil di laluinya, hingga sampai di muka menara, Indri melihat begitu banyak mayat werewolf bergelimpangan. Demi dirinya, Bima rela mengorbankan nyawanya.
Sayap Bima terbentang dan mulai mengepak keras membuat sekitar nya terhembus angin yang cukup kencang. Indri merapatkan tubuhnya dan mengencangkan pegangan tangannya. Bima kemudian melesat terbang bersama Indri menuju cakrawala dan menikmati indahnya malam berdua di bawah pendar cahaya bulan dan juga bintang.
***




69banditos dan mr..dr memberi reputasi
2
8.2K
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan