Kaskus

Entertainment

lastdvd2019Avatar border
TS
lastdvd2019
Cerita Sopir Pribadi di Bekasi Gagal Naik KRL karena Tak Punya STRP
Jakarta - 

Kewajiban membawa surat tanda registrasi pekerja ([color=var(--kuler-1)]STRP) atau surat tugas bagi pengguna KRL kini menjadi suatu hambatan bagi pekerja harian yang tidak memiliki kantor. Salah satunya dialami oleh Toha (52), seorang warga Bekasi yang berprofesi sebagai sopir pribadi.[/color]

Toha telah bekerja sebagai sopir pribadi seorang pensiunan di daerah Tangerang sejak 2010 dan sehari-hari menuju rumah bosnya dengan menggunakan KRL. Tapi dia sudah tiga hari ini tidak bisa pergi ke tempat kerjanya karena terganjal kebijakan penggunaan STRP.

"Jadi dia (atasannya) juga bingung bikin suratnya gimana, saya juga nggak ngerti apalagi saya sopir kan. Itu doang kendala saya dari kemarin Senin saya nggak bisa masuk (kerja)," kata Toha saat ditemui di Stasiun Bekasi, Rabu (14/7/2021).

Toha mengaku bingung dengan syarat STRP karena tidak bekerja di sebuah perusahaan. Atasannya pun hanya seorang pensiunan.


"Jadi kan dia karena udah pensiun jadi kan nggak ada kerjaan. Jadi kerjaannya cuman antar jalan ke sana, ke mana gitu, bukan pekerja dia. Udah nggak ada keperluan yang lain gitu," ucap Toha.

Ayah dua anak ini bercerita sudah berusaha untuk bisa masuk ke tempat kerjanya saat mengetahui adanya kebijakan STRP mulai Senin (12/7) kemarin. Salah satunya menunjukkan kartu sudah divaksinasi COVID-19 dan surat pengantar dari RT/RW.

Namun upaya tersebut rupanya berakhir sia-sia. Toha tetap tidak diizinkan naik KRL oleh petugas di lokasi.

"Saya kan sudah berusaha nih ya. Saran keponakan saya tuh coba bikin surat dari RT/RW. RT/RW itu kan punya tingkatan ya. Tapi ternyata di sini ditolak juga. Itu kan saya udah berusaha karena saya mau masuk kerja," ujarnya.

Toha berharap ke depannya kebijakan STRP dievaluasi karena banyak warga sepertinya yang tidak memiliki kantor kesulitan mengakses STRP. Untuk itu, dia berharap penggunaan surat keterangan dari RT/RW bisa dibolehkan petugas untuk warga sepertinya.

"Saya ini kan nggak ada kantor sedangkan bos saya juga nggak paham. Pengennya gitupengen dimudahkan syarat-syarat RT/RW itu seharusnya bisa. Itu kan RT/RW sudah stempel kenapa ditolak. Kita kan harus tanggung jawab ke keluarga juga," pungkasnya.



Opini pribadi:
Kebijakan dan aturannya sudah bagus, tapi apakah ada solusi kalo ada masalah begini?. ya inilah kebijakan dari pusat(pemerintah pusat) yang turun sampai kebawah hanya di terima mentah2, jadi kalo semua syarat lengkap, bisa melewati penyekatan/boleh naik krl keluar kota, semua yang mau melintasi atau lewati penyekatan harus ada itu (syarat), tanpa itu tidak boleh lewat, mau itu sopir pribadi, mau itu sopir angkutan, mau itu pedagang asongan, yang jelas2 tidak ada nama kantor, apalagi alat untuk mencetak semua syarat2nya (STRP). 

Asumsi ane:
1. semua orang yang bekerja harus ada nama kantornya(tempat kerja)
2. Kantornya harus punya kop surat yang diakui
3. Punya cap kantor
4. Punya atasan yang bisa tandatangan

ini sama persis seperti asumsi bahwa swab antigen untuk perjalanan dinas, masuk kantor, untuk jalan2, bukan untuk tracing
Sama seperti waktu ane tes swab antigen untuk tracing (karena temen kerja ane ada yang positif), di formulirnya ada pilihan penggunaan hasil swab antigennya untuk apa yaitu :
1. perjalanan dinas
2. Masuk kantor
3. Tracing

dan 90% yang ngantri swab sama ane adalah untuk keperluan kantor, yang notabene gak ada yg positif


Diubah oleh lastdvd2019 14-07-2021 10:02
0
538
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan