Kaskus

Story

ibradconAvatar border
TS
ibradcon
Kabut Misteri Kematian Milala Sembiring Meliala
Matahari pagi Rabu, 23 Januari 2021 belum memancarkan sinarnya. Kabut tebal menghalangi pandanganku ke luar jendela. Rasa malas menyelimuti tubuh membuatku bergeming dari tempat tidur. Mata pun perlahan mulai terpejam lagi. Melanjutkan mimpi yang belum usai.

Tiba-tiba telepon selulerku berbunyi nyaring. ,“Ada apa Bang Milala telpon pagi buta gini?” tanyaku dalam hati melihat nama Milala Sembiring Meliala muncul berkedip kedip di layar monitor Samsung A5 butut di sudut atas tempat tidur.

“Eh, udah bangun Kam? Jangan tidur melulu. Pantas aja kita jadi korban kezaliman kalau bangun pagi aja ga bisa ... “ kata Bang Milala mencerocos kayak kereta api cepat Kuala Stasiun Kota – Bandara Kuala Namu.

“Udah bangun kok Bang, dari tadi pun. Ada apa Bang? Ga tiap hari Abang telpon pagi-pagi?” tanyaku yang penasaran mendengar nada bersemangat dalam suara Bang Milala dari ujung sana.

“Udah laku ruko itu. Pagi ini katanya mau ditransfer uangnya. Kalau uang udah masuk, tak ada lagi alasan kita tidak bisa desak penyidik tangkap cepat si Jantoni sama si Senang pengkhianat itu. Malu kita, tak ada martabat kita di mata orang Kabanjahe kalau orang lain seenaknya aja bikin akta palsu untuk merampok warisan Bapak,” jawab Bang Milala mengompori aku, adiknya yang paling dekat dengannya.

Mendengar jawaban Bang Milala, langsung ingatanku segar kembali kayak nyala neon 1000 watt lampu pinggir jalan. Jantoni yang dimaksud Bang Milala adalah Jantoni Tarigan, notaris di Kabanjahe yang sudah nyata-nyata memalsukan akta wasiat Bapak kami almarhum Kapiten Sembiring Meliala, tapi masih bebas keluyuran kemana-mana sampai hari ini.

Entah apa sebabnya polisi Tanah Karo yang menyidik laporan pengaduan Bang Milala dan Kak Susanna tidak berani menetapkan oknum notaris brengsek itu menjadikannya tersangka dan cepat ditahan. Jantoni seolah-olah kebal hukum. Kalau ketemu papasan di jalan, kadang dia tersenyum mengejek.

“Jantoni merasa aman mungkin karena dia dibeking sama Santosa kakak kita sendiri. Dia sekarang makin sering ngoceh kemana-mana, bilang ke orang-orang, kalau akta wasiat palsu itu yang buat adalah Santosa. Jantoni hanya dipinjam namanya” kata Bang Milala suatu hari pada akhir Desember tahun lalu.

Santosa yang dikeluhkan Bang Milala adalah Makmur Sentosa Sembiring Meliala. Salah satu dari lima anak laki-laki almarhum Kapiten Sembiring Meliala. Kami memang keluarga besar. Bapak menikah dengan tiga istri yang memberikannya 12 anak, 7 di antaranya perempuan.
Sebagai Saudagar emas terkenal di Kabanjahe, keluarga kami hidup berkecukupan dan harmonis. Baru belakangan ini sejak Bapak meninggal, masing-masing anggota keluarga terlihat wujud aslinya.

Selama dua tahun terakhir Bang Milala disibukkan dengan aktivitasnya menuntut penegakkan hukum kepada Polres Tanah Karo. Sejak diketahui adanya pemalsuan akta wasiat Bapak yang digunakan kakak kami Rehulina dan Makmur Sentosa untuk menguasai sendiri seluruh harta warisan Bapak terutama simpanan emas Bapak yang ratusan kilogram banyaknya.

Makmur Sentosa Sembiring Meilala satu-satunya dari keluarga kami yang mengerti hukum. Dia sarjana hukum dan notaris, meski lebih banyak mengurus Bank Perkreditan Rakyat Milala miliknya yang berada di Medan, sekitar 50 kilometer dari Kabanjahe.

Mulanya aku tidak percaya ketika Bang Milala mengungkap keterlibatan Bang Makmur Sentosa sebagai otak pemalsuan akta wasiat Bapak. Apalagi disebut-sebut maksudnya untuk menguasai simpanan emas modal usaha Bapak. Rasa tak percaya menjelma jadi amarah waktu Ibuku buka mulut mengaku bahwa Bang Sentosalah yang secara paksa mengambil sertifikat tanah di mana Toko Emas Milala berdiri megah di atasnya.

“Betul, abangmu si Santosa yang mengambil sertifikat tanah itu dan entah kenapa diserahkannya kepada si Rehulina” jawab Ibuku saat kuteruskan informasi dari Bang Milala mengenai kejahatan si Santosa.

“Hey, kok diam aja Kam? Masih hidupkah Kam?” teriak suara Bang Milala dari dalam hanphone membuyarkan lamunanku.

“Masih Bang. Trus apa cerita?” aku balas bertanya.

“Pokoknya, perkara kita harus cepat selesai. Aku mau penjahat-penjahat itu ditangkap dan seluruh harta Bapak yang digelapkan mereka dikembalikan kepada kita semua. Sudah kuniatkan dari awal, uang jual ruko ini semuanya untuk bantu penuntasan perkara. Kita perlu ketemu bahas rencana. Feeling-ku sebentar lagi urusan ini beres” kata Bang Milala berapi-api.

Rabu pagi yang dingin mendadak jadi panas kayak diterpa sinar matahari jam 12 siang.

Aku menyambut dengan antusias ajakan Bang Milala. “Siap Bang, atur aja. I am ready !”

Percakapanku dengan Bang Milala Rabu pagi 23 Januari 2021 ternyata menjadi kenangan terakhir. Tak kan ku dengar lagi gemuruh suara bersemangat dari Bang Milala. Tiga hari setelahnya, Sabtu 26 Januari 2021 Bang Milala ditemukan tewas di dalam kamar tidurnya. Dari mulutnya keluar buih berbusa, sekujur tubuhnya di penuhi bercak biru. Bang Milala sangat menderita kesakitan menjelang ajalnya.

“Ya, Allah. Siapa yang tega berbuat keji begini pada Abangku” batinku menjerit tanpa suara

Tak sedikit pun ada keraguan di hati, Bang Milala telah jadi korban pembunuhan. Dia tidak punya musuh. Tapi pasti ada orang yang sangat benci dan takut sama sepak terjangnya dalam mendesak penuntasan perkara pemalsuan akta wasiat dan penggelapan harta almarhum Bapak kami.

“Selamat jalan abangku. Semoga kau bahagia bersama Bapak di sana. Aku tak rela kematianmu sia-sia. Sampai kapan pun akan ku cari orang yang telah membunuhmu”, Sumpahku dalam hati.

Tak terasa mataku basah berlinang perlahan turun ke pipi.


Kabanjahe, Tanah Karo
Bulan ke 7 Tahun kedua covid



paklaporpakAvatar border
bukhoriganAvatar border
eyefirst2Avatar border
eyefirst2 dan 3 lainnya memberi reputasi
2
2.5K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan