Kaskus

Entertainment

ms0Avatar border
TS
ms0
Mudik (2019)

“Mudik” yang dibuat oleh Adriyanto Dewo ini menceritakan perjalanan “Mudik” pasangan suami istri, Aida (Putri Ayudya) dan Firman (Ibnu Jamil) ke lingkungan lama mereka. Masalahnya, “Mudik” selesai di tengah keadaan mereka yang kusut. Hal umum untuk film Indonesia,film berakhir sebelum konflik tuntas.

Perselisihan sebenarnya terkait dengan memiliki individu ketiga. Masalahnya tidak sepenuhnya diselesaikan, jadi sepertinya mereka berdua masih berada dalam perang rumah tangga. Namun, namanya juga Idul Fitri, mereka harus pergi ke kota sebagai pasangan yang 'ceria' untuk bertemu keluarga di lingkungan lama mereka.

Dalam perjalanan yang monoton dan tidak menyenangkan, mereka menabrak seseorang. Kesialan belum selesai. Korban mereka meninggal dan menyebabkan keduanya harus melalui hari-hari di kota korban untuk rekonsiliasi' dengan keluarga korban.

Di kota tersebut, mereka bertemu dengan Santi (Asmara Abigail) yang merupakan pasangan dari korban kecelakaan tersebut. Silaturahmi pada titik tersebut menjadi sebuah pencarian inti dari setiap silaturahmi yang menjadi tujuan film ini.

Soal ide cerita, Mudik yang berlatar tahun 2018 ini ternyata cukup menjanjikan. Selain itu, Adriyanto Dewo dengan sangat baik menggambarkan seluk-beluk, disposisi, lingkungan, sama seperti kehadiran pertukaran yang tulus seperti pasangan yang pulang ke rumah pada umumnya.

Adriyanto tidak menghindari memperkenalkan seluk-beluk yang berbeda dan hal-hal kecil namun 'mudik biasa', dari berhenti di tempat peristirahatan hingga pergi ke jamban, makan makanan Padang yang benar-benar mudah ditemukan di mana saja, ditata dan di sekitarnya, melewati kemacetan di Tol Cikampek, untuk tiduran dengan canggung di jok kendaraan.
Lebih dari itu, saya perlu melihat nilai plus dari arahan Adriyanto yang membuat Putri Ayudya dan Ibnu Jamil tampak kusut dan lelah di sepanjang film. Begitulah gambaran lengkap para pemudik sungguhan khususnya yang menggunakan kendaraan pribadi.

Tidak hanya itu, setting spot dan pilihan lokasi mulai dari tamasya hingga dalam kota juga sangat bagus dan terasa asli. Selain itu, gaya hidup iring-iringan lampu yang biasa dilakukan oleh warga kota di Jawa pada malam takbiran juga dikenang dengan film ini.

Udara dan potongan gambar yang berbeda jelas membuat Anda ingin mudik untuk mendapatkan kenikmatan dari perjalanan mudik yang tidak bisa dilakukan banyak orang tahun ini karena pandemi.

Isu-isu yang diangkat di Mudik juga memang murni. Mulai dari bentrokan keluarga yang tidak sesederhana kehadiran orang ketiga, kesusahan pasangan yang suaminya sudah meninggalkan suaminya dan menjadi janda, hingga pemerasan tekanan masyarakat terhadap kaum tertentu.

Hal lain yang patut mendapat persetujuan dari “Mudik” adalah sinematografinya yang mulus. Sinematografi film ini sangat pas, gurih namun sekaligus terlihat biasa saja. Vera Lestafa sebagai sinematografer dapat menangkap visual yang indah dari kota-kota di dalamnya.

Sekalipun demikian, segala cara berfikir dan visual yang indah di dalam mudik yang saya gambarkan di atas tidak bisa didapatkan tanpa ada masalah. Dengan jangka waktu 1,5 jam, “Mudik” dipandang sebagai film dengan ritme yang lamban.

Adriyanto tampak tak sabar mengajak penonton merasakan hawa dingin dan kesal hubungan Aida dan Firman selama mudik panjang. Tidak hanya itu, tidak adanya wacana dan artikulasi yang lebih heboh membuat film ini menuntut kegigihan yang tinggi bagi penontonnya untuk mendapatkan klimaks-nya.

Klimaks baru saja diperoleh mendekati ending dari cerita, yang menurut saya akan sangat menarik jika dilanjutkan lebih dalam lagi.
Diubah oleh ms0 30-04-2021 17:43
0
182
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan