- Beranda
- Komunitas
- KOMPAK (Komunitas Penulis Aktif Kreatif)
[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya


TS
InaSendry
[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya
![[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya](https://s.kaskus.id/images/2020/07/13/10530971_202007130419160240.jpg)
![[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya](https://s.kaskus.id/images/2021/04/25/10530971_202104251224050776.jpg)
Kota Cahaya adalah tempat aku dilahirkan dua puluh lima tahun lalu, dan sampai saat ini, aku masih enggan untuk meninggalkannya. Jangankan untuk pergi merantau, sekadar berdarma wisata saja aku tidak tertarik sedikit pun.
Keengganan ini bukan cuma aku yang merasakan, tapi seluruh warga kota Cahaya ini. Dari orang jompo hingga para pemudi dan pemuda, dari generasi ke generasi, semuanya bertahan di sini.
Bukan apa-apa, hidup kami memang tergantung dengan tanah dan air kota ini. Keluar dari tempat ini, resikonya sangat besar. Bahkan nyawa bisa jadi taruhan.
Kami memang berbeda dengan masyarakat kota lainnya. Bahkan kami berbeda dengan manusia pada umumnya. Jika hidup mereka digerakkan oleh sebuah jantung, maka warga kota Cahaya bergantung pada jantung dan sebuah lentera.
Lentera itu sudah menjadi bagian, satu-kesatuan dalam tubuh kami. Bayi-bayi yang baru lahir sudah memiliki lentera, dan akan terus ada hingga umur kami habis. Lalu, lentera itu akan berubah menjadi kunang-kunang yang beterbangan di berbagai tempat yang pernah kami singgahi, tentunya masih dalam kota Cahaya ini.
![[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya](https://s.kaskus.id/images/2021/04/25/10530971_202104251207300866.jpg)
Aku pernah bertanya pada Ibu, saat aku masih kecil dahulu, bagaimana bila ada orang yang nekat keluar dari kota ini? Menurut Ibu, lentera itu akan menyala selama beberapa waktu saja. Setelahnya, perlahan-lahan lentera meredup dan akhirnya padam. Itu disebabkan makanan yang ia makan tidak ditanam di tanah kota ini. Demikian pula air yang diminum, bukanlah air dari kota ini.
Di lain waktu, aku bertanya lagi, bagaimana bila ada orang luar kota masuk dan tinggal di kota ini?
Dengan sabar Ibu menjawab, "Saat mereka memakan makanan dan meminum air di kota kita, dada mereka jadi berlentera."
Memang benar, setelah dewasa, aku menyadari bahwa jawaban Ibu memang benar. Para pendatang di kota ini, entah itu guru, pedagang, turis, bahkan politikus, asal menetap beberapa waktu dan makan minum di sini, dada mereka pun jadi berlentera.
Namun sayang sekali, saat ini warga kota yang dadanya berlentera tinggal sedikit. Sejak kedatangan penjual kaca mata dari kota besar yang cukup jauh dari sini.
![[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya](https://s.kaskus.id/images/2021/04/25/10530971_202104251224300981.jpg)
Awalnya, dia hanya menawarkan kaca mata baca untuk orang-orang tua yang rabun. Makin lama memakai kaca mata, secara perlahan lentera dalam dada mereka sedikit meredup, tapi terkadang masih bisa terang lagi nyalanya.
Setelah itu, pedagang mulai menawarkan berbagai kaca mata lainnya yang fungsinya hanya untuk gaya-gayaan pada anak-anak muda. Ini menjadi awal hilangnya lentera-lentera pada dada sebagian besar pemuda pemudi kota Cahaya.
Semakin lama mereka memakai kaca mata itu, semakin redup hingga padam lentera dalam dadanya. Lalu, pedagang itu akan menggantinya dengan lentera buatannya yang tidak tahan lama. Hingga mereka dibuat tergantung pada si pedagang.
Aku heran, kenapa tanah dan air di sini tidak mampu menumbuhkan lentera di dada pedagang kaca mata itu? Yang terjadi malah sebaliknya. Ia justru yang membuat padam lentera-lentera.
Kini orang-orang yang memiliki lentera di dada hanya tinggal sebagian kecil saja. Itu pun terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang tersebar di pinggir-pinggir kota.
Malang, 24 April 2021
#KuisSurealis/Realismagis
#KOMPAK_MENYIMAK
![[KOMPAK MENYIMAK] Kota Cahaya](https://s.kaskus.id/images/2021/04/25/10530971_202104251205040599.jpg)
Diubah oleh InaSendry 25-04-2021 03:23






jokoariyanto dan 4 lainnya memberi reputasi
5
289
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan