Disini aku akan menceritakan apa yang terjadi di masa lampau. Tepatnya ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Ada banyak kenangan manis yang pernah dirasakan ketika sedang bulan puasa. Dulu, di sekolah selalu ada libur puasa. Kalau sudah dapat libur panjang seperti ini, biasanya kakek dan nenek membuka rumahnya untuk ditempati oleh anak dan cucunya menginap.
Mulai saja dari masa ketika duduk di bangku TK, aku belum tahu apa itu puasa, di TK pun tetap makan siang seperti biasa. Ketika itu aku heran, kenapa guru TK tidak ikut makan, katanya sedang puasa. Lalu di kelas 1 SD, guru kelas mengajak murid-murid untuk puasa. Mulailah kenal apa itu puasa.
Aku tinggal di kota Bandung sejak lahir. Kota yang ramai dan menyenangkan dengan segala macam kegiatannya. Ketika itu tampak ada suasana yang berbeda ketika sedang bulan puasa, yaitu :
Sejak saat itu, tepatnya tahun 1995, pertama kali aku memperhatikan adanya kebiasaan orang-orang ketika bulan puasa. Mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 SD, aku sudah melihat sebuah kepastian yang nyata, yaitu pedagang makanan yang meliburkan diri atau berubah menjadi pedagang mainan untuk sementara.
Ketika itu, memang tidak ada yang menjual jajanan seperti biasa, yang ada hanyalah penjual mainan. Kalau pun ada yang menjual makanan dan minuman, itu adalah warung-warung yang ada di sekitar sekolah. Warung-warung itu juga ikut menjual mainan.
Ada macam-macam mainan yang ditawarkan, tetapi aku tidak ingat apa saja namanya. Biasanya mereka menjual gasing, patung plastik, yoyo, gambar tempel, monopoli, ular tangga, ludo, bola tiup, gelembung sabun, sampai papan catur.
Setiap tahun, ada musimnya masing-masing. Misalnya tahun lalu patung plastik, tahun ini gasing, tahun depan gambar tempel. Bukan berarti mainan lain tidak ada. Selain mainan, ada pula yang menjual buku kecil, poster, dan selembaran kertas yang berhubungan dengan pelajaran SD. Beberapa hari kemudian, sekolah diliburkan, pengajian pun lebih ramai dari biasanya.
Entah pagi, siang, atau sore, anak-anak sering berkumpul di hari libur puasa untuk bermain bersama-sama. Permainan yang paling sering adalah permainan yang santai seperti permainan papan. Para pemain janjian untuk bermain di rumah seseorang, kemudian tuan rumah menyiapkan mainannya.
Permainan yang paling sering dimainkan adalah ular tangga, ludo, atau Monopoli. Ada pula yang suka main catur. Segala permainan yang menguras tenaga pasti diganti dengan permainan santai yang dapat dimainkan sambil duduk manis. Ada pula sebagian orang yang bermain di lapangan ketika hari mulai petang. Aku sendiri, kalau libur puasa, ya nonton TV atau main video game di rumah. Aku paling suka main PlayStation.
Kalau sudah azan magrib, pasti langsung pulang untuk makan di rumah masing-masing. Untuk anak-anak alim dan rajin mengaji, mereka tidak bermain, tetapi mandi sore. Karena akan mempersiapkan hidangan berbuka puasa di masjid. Maka mereka harus wangi karena sesudah itu akan sembahyang bersama-sama.
Sudah jadi kebiasaan, kalau bulan puasa pasti banyak yang menjual kembang api. Mulai dari yang harganya murah, sampai yang harganya mahal. Warung-warung tetangga juga ikut menjual kembang api, tetapi yang harganya cukup murah.
Aku ingat pengalaman pertama main kembang api waktu aku masih kecil. Kebetulan waktu itu punya halanan rumah yang cukup luas untuk tempat bermain.
Malam hari pun masih ramai oleh anak-anak yang sedang bermain. Kami menyalakan kembang api lidi di dekat pagar rumah. Semua merasa senang melihat percikan api berwarna-warni. Hampir semua anak membawa kembang api masing-masing.
Kembang api yang panjang menyalakan kembang api yang lebih pendek. Tentu saja adikku juga ikut bermain. Malam itu juga kami bermain dengan pengawasan orang dewasa.
Acara kembang api ditutup dengan kembang api yang mirip air mancur. Memang tidak ada kembang api roket, tetapi malam itu sungguh indah. Kalau malam hari di bulan puasa, pasti ada orang yang sempat main kembang api.
Di hari lebaran, berbagi angpao sudah menajdi kebiasaan. Jumlah angpao pun ditentukan oleh kekayaan pemberi dan usia penerima. Semakin muda usia, maka semakin sedikit uang yang diterima. Tetapi kalau dianggap sudah besar, uang yang diterima semakin banyak. Aku tidak tahu bagaimana patokan sudah besar itu. Pastinya kalau sudah lulus SMA, sudah jarang diberi angpao, karena sudah bisa mendapatkan pekerjaan dan memberikan angpao kepada yang lebih muda.
Menurut pengalamanku sendiri, paman-bibi yang banyak uang memberi angpao yang isinya 10.000 - 20.000 Rupiah, kalau paman-bibi yang biasa saja memberikan angpao yang isinya 5.000 - 10.000 Rupiah. Sepupu yang sudah bekerja, suka kasih angpao diam-diam. Sedangkan kakek-nenek lebih sering membiayai makanan enak untuk acara Lebaran.
Biasanya paman-bibi menyediakan ketupat dan opor ayam serta sedikit kue. Sedangkan kakek-nenek lebih banyak menyediakan kue-kue, minuman, dan berbagai macam makanan ringan karena tamunya terus datang silih berganti.
Kapan lagi anak-cucu dan saudara-saudara berkumpul di rumahnya ?
Cerita itu selalu terjadi secara berulang-ulang sampai aku lulus SD. Meski demikian, hal yang terjadi memang tidak selalu sama. Selama libur puasa, aku tidak selalu tinggal bersama papa mama. Kadang-kadang di rumah kakek-nenek atau paman-bibi. Menghabiskan masa liburan bersama keluarga besar.
Hanya saja, aku bisa ikut memainkan mainan yang tidak aku punya bersama paman-bibi dan saudara sepupu. Selain itu, aku pun dapat kesempatan untuk memainkan beberapa macam judul video game yang tidak aku punya.
Di hari lebaran, sudah pasti keluarga besar berkumpul, makan enak-enak, dan bagi-bagi angpao. Sudah pasti saling memaafkan dan mengenang masa lalu.