Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ronnie158Avatar border
TS
ronnie158
Ramalan tahun kembar dan Pandemi (covid19)
Dewasa ini, kita sedang direpotkan dengan wabah pageblug (coronavirus disease19) yang tiba tiba muncul dan mewabah di seluruh dunia tak terkeculai di indonesia, tak pelak World Health Organisation(WHO) menetapkan sebagai pandemi global, Sudah setahun berlalu sejak pandemi covid19 ini masuk ke Indonesia untuk petama kalinya, kita melewati hari hari dalam keadaan yang begitu sulit dengan adanya virus covid 19 ini. Update terakhir hari ini (10 april 2021) sudah mencatatkan angka kematian sejak awal pandemi hingga hari sudah mencapa 2,91jt jiwa dengan tingkat kematian 8.871 orang setiap minggunya. 

Oke saya tidak akan membahas lebih lanjut soal ini, karna saya yakin semua orang seluruh dunia sudah tau tentang covid19 ini. Yang saya ingin bahas adalah pandemi dalam prespektif Mitologi.

Quote:



Pagebluk dan Pandemi
Sebelum kita berbicara lebih lanjut, pertama lebih baik kita berkenalan dengan apa itu pagebluk? apa hubungannya dengan pandemi? Pagebluk atau dalam versi lain dikenal dengan “bagebluk” adalah suatu sebutan untuk suatu wabah penyakit yang sedang terjadi. Kata dasar (tembung lingga) dari pagebluk adalah “gebluk”. Baik dalam bahasa Jawa maupun Sunda, kata “gebluk” atau “bluk” dapat berarti jatuh, tersungkur, tumbang ataupun dapat juga disebut ledakan. Dengan demikian pagebluk menggambarkan suatu kondisi banyak korban berjatuhan, bertumbangan, ataupun jatuh tersungkur yang terjadi secara serentak bahkan berskala luas, yang karena besarnya hal tersebut maka menimbulkan korban yang banyak, sehingga menyerupai arti “gebluk” yaitu ledakan. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa pagebluk merupakan suatu istilah lokal yang digunakan untuk menyebut istilah pandemi.

Sudut Pandang Mitos dalam Menghadapi Pagebluk

Pagebluk yang sedang dihadapi oleh masyarakat nyatanya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Dalam lingkup sastra kesastraan Jawa, berbagai macam bentuk dan upaya penanganan wabah atau pagebluk ini telah tercantum baik secara tulis maupun lisan. Menurut Peneliti Ahli Utama BPNB DIY Dra Suyami Mhum, dalam manuskrip dan naskah kuno telah tercantum berbagai informasi mengenai adanya wabah penyakit yang pernah melanda tanah Jawa, antara lain penyakit gudhig, influensa, Kolera, dan tuberkulosis. Hal tersebut terungkap dalam berbagai naskah kuno yang ditulis pada awal abad ke-20, yakni naskah tentang Lelara Gudhig, lelara influensa, lelembut Kolera, dan lelara tuberkulose. Kisah tentang pagebluk senantiasa dibarengi dengan narasi mitos sebagai satu ciri khas.

Sementara menurut dosen Prodi Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya UGM Rudy Wiratama M.Hum, dalam pandangan orang Jawa pageblug dipahami sebagai sebuah fenomena kosmologis. Hal itu mendorong manusia harus mengembalikan keseimbangan. Keselarasan antara diri pribadi, manusia dengan sesama dan lingkungannya serta manusia dengan Tuhan.

Quote:



Tahun 2020

Apa yang terjadi dengan tahun 2020? Sampai pada pertengahan tahun 2020 ini, banyak dianggap terjadi berbagai musibah tak terkecuali terjadinya pagebluk Corona. Apabila melihat dengan menggunakan logika berfikir secara umum tidak ada yang salah dengan tahun 2020, karena memang hanyalah angka dan seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, apabila kita melihat dari sudut pandang lain, terjadinya berbagai musibah hampir di seluruh penjuru dunia pada tahun 2020 ini telah diramalkan oleh Prabu Jaya Baya, seorang Raja di kerajaan Kediri pada masa lalu dalam Jangka JayaBaya.

Telah disebutkan bahwa “sesuk yen wis ketemu tahun sing kembar bakal ketemu jamane langgar bubar, mesjid korat-karit, Kabah ora kaambah, begajul padha ucul, manungsa seda tanpa diupakara, kawula cilik padha keluwen, para punggawa negara makarya nganti lali kaluwarga”. Narasi tersebut memiliki arti sebagai berikut, “apabila besok telah bertemu tahun kembar maka akan bertemu masanya surau bubar, masjid tidak teturus, Ka’bah tidak dikunjunjungi, para penjahat lepas, manusia meninggal tidak diurus sebagaimana mestinya, rakyat kecil kelaparan, dan para pejabat atau pegawai bekerja sampai lupa keluarga”.

Dalam setengah tahun pertama di tahun kembar ini(2020, dengan angka kembar 20)upaya pencegahan penyebaran virus Corona yang dimulai dari anjuran untuk dirumah saja, PSBB, hingga lockdown dilakukan semata-mata untuk mencegah menyebarnya virus tersebut. Dampaknya, masyarakat umat beragama dianjurkan untuk melakukan ibadah di rumah masing-masing sebagai akibat penutupan sebagian besar tempat ibadah termasuk musola dan masjid. Pemerintah Arab Saudi juga menutup Ka’bah, dan akses ibadah umrah ke tanah suci untuk sementara waktu.

Bagaimana dengan Begajul padha ucul? Untuk mencegah penyebaran virus Corona, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mengeluarkan kebijakan dengan melakukan pembebasan lebih dari 36 ribu narapidana atau dapat disebut para penjahat lepas sesuai dengan ramalan Prabu Jaya baya.

Dampak selanjutnya yang terlihat akibat pandemi Corona adalah Kawula cilik padha keluwenKawula cilik padha keluwen atau rakyat kecil banyak yang kelaparan terjadi akibat banyak lapangan pekerjaan tidak dapat dikerjakan sebagaimana mestinya sebagai contoh, driver ojol dan pedagang kaki lima yang mulai kehilangan pelanggannya, bahkan tidak sedikit perusahaan yang memutuskan untuk melakukan PHK untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan akibat pagebluk Corona.

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sebenarnya apa yang terjadi saat ini telah diramalkan oleh Prabu Jaya Baya ratusan tahun lalu.

Melintasnya Lintang Kemukus Sebagai Pertanda Akan Datangnya Pagebluk

Pada pertengahan bulan Maret tahun 2020, beberapa masyarakat melihat melintasnya sebuah komet atau biasa disebut lintang kemukus oleh orang jawa. Apabila dikaji secara sains, munculnya lintang kemukus terjadi akibat bahan-bahan volatil yang terkandung dalam komet atau kemukus terdorong keluar menjauhi matahari, membentuk semacam “ekor akibat didorong oleh tekanan radiasi matahari dan angin matahari.

Namun menurut mitos dalam kepercayaan orang jawa, kemunculan lintang kemukusdari berbagai arah mata angin merupakan suatu Tetengger alam atau pertanda dari alamyang memiliki makna tersendiri yang umumnya merupakan pertanda munculnya hal buruk. Apabila mengacu pada buku karya R.M. Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisuwignya dengan judul “Sejarah Kutha Sala: Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu”, kemunculan lintang kemukus dari berbagai arah mata angin dapat berarti sebagai berikut:

Yen ana lintang kemukus metu ing:”

Wetan: “ngalamat ana ratu sungkawa. Para nayakaning praja padha ewuh pikirane. Wong desa akeh kang karusakan lan susah atine. Udan deres. Beras pari murah, emas larang”, yang berarti: Bila muncul dari arah Timur Pertanda akan ada raja sedang berbela sungkawa. Para pengikutnya sedang bingung pikirannya. Orang desa banyak mengalami kerusakan dan bersusah hatinya. Beras dan padi murah harganya, tetapi emas akan mahal harganya

Kidul-Wetan: “ngalamat ana ratu surud (seda). Wong desa akeh kang ngalih, udan arang. Woh2an akeh kang rusak. Ana pagebluk, akeh wong lara lan wong mati. Beras pari larang. Kebo sapi akeh kang didoli”, yang berarti: Bila muncul dari arah Tenggara, merupakan pertanda akan ada raja mangkat(meninggal), orang desa banyak yang pindah(ke kota), hujan jarang, buah-buahan banyak yang rusak, muncul wabah penyakit, (banyak orang sakit dan meninggal), harga beras mahal, hewan ternak (kerbau dan sapi) banyak yang dijual.

Kidul: “ngalamate ana ratu surud (seda). Para panggedhe pada susah atine. Akeh udan. Karang kitri wohe ndadi.Beras pari, kebo sapi murah regane. Wong desa pada nalangsa atine, ngluhurake panguwasane Pangeran kang Maha Suci.”, yang berarti: Bila muncul dari arah selatan merupakan pertanda akan ada raja mangkat(meninggal), para pembesar/petinggi susah hatinya, Sering turun hujan, Beras, kerbau sapi harganya murah, orang desa pada susah hati, oleh karenanya harus mengagungkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Suci

Dengan demikian sesuai dengan narasi diatas, kemunculan lintang kemukus dari arah tenggara menjadi pertanda ada wabah penyakit. Ada banyak orang yang sakit dan meninggal. Oleh karena itu dapat dimaknai, lintang kemukus yang muncul di tenggara diyakini oleh sebagian masyarakat merupakan pertanda terjadinya pagebluk, yakni wabah virus Corona yang menyebakan banyak orang sakit dan meninggal. Bahkan, sebelum pagebluk ini terjadi kemunculan lintang kemukus di Indonesia telah menimbulkan berbagai peristiwa besar salah satunya adalah mangkat atau wafatnya Mantan presiden Ir. Soekarno pada tahun 1970 silam.

Tahun 1441 Hijriah

Pada kalender nasional, tahun ini adalah tahun 2020, namun apabila kita menengok kalender Islam, tahun ini memasuki tahun 1441 H. Lantas ada apa dengan Tahun 1441 H? Apakah ada yang salah? Apabila kita melihat secara kasat mata mungkin tahun ini seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya merupakan suatu angka dan memang betul tidak ada yang salah.

Namun, apabila kita sebagai orang jawa akan terbiasa melihat sesuatu secara lebih mendalam termasuk dalam hal menganalisis tahun 1441 H bahkan walau hanya dengan metode “Othak Athik Gathuk” akan ditemukan suatu hal yang dapat dimaknai. Dengan menggunakan telapak tangan kita yang dibalik menghadap kearah atas dimulai dengan tangan kanan yaitu pada ibu jari dianggap sebagai angka 1, kemudian jari telunjuk, tengah, manis, dan kelingking(4 jari selanjutnya) kita anggap sebagai angka 4, dan kemudian beralih pada telapak tangan kiri yaitu jari kelingking, manis, tengah dan telunjuk(4 jari awal) dan ibu jari pada tangan kiri sebagai angka 1 akan terbentuk susunan angka 1 4 4 1 yang dapat dimaknai sebagai simbol tahun 1441 H.
Apa yang ada dipikiran setelah melihat narasi dan ilustrasi diatas? Yap. Tahun 1441 H dapat kita simbolkan sebagai tangan yang sedang memanjatkan doa. Hal yang kemudian dapat dimaknai dan dipercayai oleh beberapa kalangan masyarakat jawa dari hal diatas adalah berbagai musibah yang melanda termasuk pagebluk Corona mungkin merupakan suatu bentuk kekecewaan dan ujian dari Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT terhadap keserakahan yang dilakukan umat manusia dan mulai melupakan Sang Pencipta. Oleh karenanya, dengan adanya pagebluk corona saat ini dapat dimaknai kita harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan salah satunya dengan cara memanjatkan doa.
Munculnya “Semar” Di Awan Erupsi Merapi Sebagai Pertanda Bahwa Pagebluk Akan Segera Berakhir

Pada tanggal 27 Maret 2020 bersamaan dengan erupsinya Gunung Merapi, ramai kabar di media sosial maupun dari mulut ke mulut bahwasannya semburan awan panas yang dikeluarkan saat erupsi Merapi “mirip” dengan tokoh pewayangan Eyang Semar. Pada dasarnya, lumrah jika suatu Gunung Berapi yang masih aktif melakukan erupsi dan mengeluarkan awan panas.
Namun jika dilihat dari sudut pandang mitos, hal ini merupakan suatu tetengger alam atau pertanda dari alam. Berdasarkan kepercayaan orang jawa, tokoh Eyang Semar dikenal sebagai pemomong sejati yang berarti dapat membawa kebahagiaan dan kententraman bagi masyarakat, dan dengan munculnya eyang semar berarti pula sudah saatnya warga masyarakat Jogja dapat hidup dengan bahagia dan damai. Disamping itu, kemunculan Eyang Semar menandakan bahwa pagebluk yang melanda Indonesia terutama tanah jawa akan segera berakhir. Menurut Dr. Purwadi M.Hum, ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara yang dikutip dari krjogja.com mengatakan: “Pagebluk Corona merupakan bagian dari sengkala, dan dengan kehadiran Eyang Semar, semua sengkala akan menyingkir. Hal tersebut dikarenakan Eyang Semar lebih berwibawa daripada batara kala dan Dalang Kandha Buwana sebagai penjelmaan dari Wisnu akan hormat kepada Eyang Semar. Dia datang sebagai problem solving. Dengan ajaran Eyang Semar akan mengantarkan dunia menuju aman dan damai,” pungkas Purwadi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, lantas muncul sebuah pertanyaan “Salahkah menggunakan sudut pandangmitos dalam mengahdapi pagebluk?

Sejatinya, menggunakan sudut pandang mitos sah-sah saja dilakukan. Dalam menghadapi situasi apapun terutama seperti pandemi pada saat ini, kita memiliki berbagai cara dan pandangan untuk menyikapinya. Sudut pandang secara sains-medis bahkan politis-ekonomis memang penting, namun penggunaan sudut pandang tentang mitos terjadinya pagebluk Corona saat ini akan memunculkan logika berpikir lain dalam menyikapi pagebluk. Pada akhirnya, sudut pandang mitos tetaplah merupakan suatu Tradisi dankearifan lokal yang penting serta mendesak untuk tetap dipegang tegung, minimal dapat menjadi pegangan awalmasyarakat Indonesia terutama di tanah jawa sebagai “obat penenang” untuk melepaskan berbagai bentuk ketakutan dan kepanikan dalam menghadapi suatu pagebluk.

Hari ini, dengan adanya pagebluk Corona, kita sebagai bangsa Indonesia terutama masyarakat jawa kembali tersadarkan bahwa nilai-nilai yang pernah diajarkan oleh para leluhur mulai luntur. Kita selalu menyikapi suatu hal terutama pagebluk Corona ini dengan tergesa-gesa sehingga timbul kepanikan, bahkan sampai timbul stigma-stigma negatif. Padahal, apabila kita memegang teguh ajaran dari para leluhur, sejatinya telah diajarkan bagaimana cara kita untuk mengahadapi situasi pagebluk seperti ini dengan mengerti apa yang diisyaratkan oleh alam, kearifan diri, menguatkan spiritual dengan tidak melupakan Sang Maha Pencipta yang kemudian akan bermuara kepada cara kita menghadapi pagebluk dengan tenang, penuh semangat dan tidak dengan kepanikan. Wallahualambissawab 


wikipedia.org/Ramalan_Jayabaya
Diubah oleh ronnie158 10-04-2021 07:48
0
664
2
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan