Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sarotherodonAvatar border
TS
sarotherodon
Fakta yang perlu diketahui soal Vaksin Nusantara
Vaksin Nusantara sempat menjadi buah bibir ditengah masyarakat Indonesia. Klaim efektifitas vaksin yang tinggi serta imunitas yang bertahan seumur hidup membuat sejumlah masyarakat tertarik dengan vaksin ini. Sayangnya informasi doal Vaksin Nusantara tidak diimbangi dengan info menyeluruh. Akhirnya terbentuk stigma bahwa vaksin ini dipersulit oleh BPOM.

Vaksin Nusantara adalah kandidat vaksin sel dendritik yang dikembangkan oleh perusahaan Amerika, Aivita Biotech. Nama vaksin ini berdasarkan website Aivita Biotech adalah AV-COVID-19. Vaksin Nusantara tergolong vaksin sel dendritik autolog, yaitu sumber sel dendritik adalah pasien itu sendiri, berbeda dengan vaksin sel heterolog. Oleh sebab itu, vaksin Nusantara tidak dapat diproduksi secara massal.

Metode pembuatan vaksin dengan kultur sel dendritik autolog yang pastinya lebih mahal dan sulit daripada vaksin konvensional (berbasis antigen) dilakukan dengan harapan dapat memicu imunitas lebih kuat dan bertahan lama. Sebelumnya harus kita ketahui dahulu bagaimana sistem imun adaptif bekerja. Pertama, antigen (bagian virus) yang masuk kedalam tubuh akan dideteksi oleh sel imun yang tergolong sebagai APC (antigen presenting cell). Sesuai namanya, APC akan mendeteksi dan memakan (fagositosis) antigen (virus) kemudian menampilkan antigen tersebut kepada sel imun spesifik sel limfosit T sehingga teraktivasi. Berbeda dengan limfosit T, limfosit B dapat langsung mendeteksi antigen tanpa dimediasi oleh APC, bahkan limfosit B itu sendiri bekerja sebagai APC. Tetapi, limfosit B baru dapat teraktivasi jika dibantu oleh sel limfosit T yang sudah teraktivasi menjadi sel T pembantu (helper T cell). Kekebalan spesifik baru terbentuk setelah sel limfosit T dan limfosit B. Pada vaksin konvensional berbasis polipeptida ataupun virus yang dimatikan (inactivated virus), antigen dimasukan ke dalam tubuh dengan harapan antigen tersebut akan diburu oleh APC sebelum terdegradasi. Sementara itu, pada vaksin RNA (misal, vaksin Pfizer), RNA akan ditranslasikan oleh sel APC (misal sel dendritik) dan ditampilkan kepada sel T sehingga kemampuan vaksin RNA berpotensi lebih efektif menimbulkan respon imun dibandingkan vaksin berbasis virus yang dilemahkan. Sementara itu, pada pembuatan vaksin dendritik, sel dendritik dikultur (ditumbuhkan dalam laboratorium) kemudian dipaparkan dengan antigen (virus). Setelah sel dendritik menampilkan antigen barulah sel tersebut dimasukan kembali ke dalam tubuh pasien untuk mengaktivasi sel limfosit T.

Nah jadi disini terlihat perbedaannya, kalau dua vaksin yang awal, antigen (inactivated virus) atau bakal antigen (mRNA), disuntikan kedalam tubuh dan kita berharap sel dendritik atau APC lain mendeteksi. Sementara itu, vaksin sel dendritik, kita ambil sel, kita kasih makan (kultur) dan kita ajari (beri antigen), tentunya akan ada lebih banyak sel dendritik yang menampilkan antigen pada vaksin sel dendritik.

Mungkin bisa diibaratkan seperti bayi tabung, sel telur dikumpulkan setelah sebelumnya dipicu hiperovulasi dan dilakukan fertilisasi in vitro, keberhasilan fertilisasi lehih tinggi. Karena pada fertilisasi in vitro, sperma langsung ditembakan ke dalam sel telur, jadi sperma mager (non motile) pun bisa menggapai ovum.


Setelah mengenal vaksin dendritik, mari kita kupas fakta-fakta Vaksin Nusantara yang harus diketahui supaya jangan kita terbawa oleh misinformasi.

1. Vaksin Nusantara tidak bisa diproduksi skala besar.
Keterbatasan produk terapi sel adalah tidak bisa diproduksi secara masal. Terlebih jika sel yang digunakan bersifat autolog sehingga proses kultur dan produksi vaksin hanya dapat dilakukan di tempat pengambilan sel dari pasien. Hal ini dikarenakan oleh proses transportasi sel yang memakan biaya dan berpotensi menurunkan kualitas sel. Sayangnya mantan Menteri Kesehatan Indonesia malah menyebarkan disinformasi bahwa Vaksin Nusantara dapat diproduksi 10 jt dosis per bulan.
https://m.liputan6.com/news/read/448...osis-per-bulan
Logikanya begini, anggaplah Indonesia adalah negara maju dan punya 200 RS dengan lab kultur sel canggih. Anggap satu bulan ada 5 pekan, mari kita hitung, 10jt : (200×5×7)= 1428 kultur sel dilakukan setiap hari di satu laboratorium sementara ada 10.000 kultur sel yang tersimpan pada inkubator. Tentunya adalah angka yang tidak realistis mengingat jumlah tenaga kerja yang terlatih untuk kultur sel di Indonesia sangat sedikit sementara kultur sel autolog tidak dapat dilakukan secara otomatis. Bahkan untuk kultur sel heterolog pun perluh SDM yang banyak untuk kontrol mutu (quality control).

2. Harga produksi vaksin nusantara lebih mahal daripada vaksin konvensional
Mahalnya vaksin sel dendritik bukan saja karena tidak bisa diproduksi masal. Tetapi modal bahan habis pakai yang digunakan memang mahal. Proses produksi dalam negeri pun tidak menjamin bahwa vaksin ini akan murah dan hemat devisa, karena justru bahan baku produksinya impor.
https://m.cnnindonesia.com/tv/202103...-tidak-praktis
Mahalnya Vaksin Nusantara kelak sebenarnya sudah bisa dilihat dari harga produk terapi sel heterolog dan autolog yang sudah beredar dipasaran.

3. Vaksin Nusantara akan mendukung ketersediaan vaksin
Fakta bahwa Vaksin Nusantara tidak bisa diproduksi masal jelas menunjukan bahwa vaksin ini tidak akan berkontribusi banyak bagi ketersediaan vaksin.

4. Proses perizinan Vaksin Nusantara lebih rumit
Pengobatan berbasis sel (cell therapy) bukanlah hal yang umum, terlebih di Indonesia. Tentunya hal ini membuat proses perizinan lebih lambat. Jadi jangan suudzon dahulu terhadap BPOM. Sebab dalam banyak kasus, bahkan tim uji klinis Vaksin Nusantara sendiri yang melakukan kesalahan dan menghambat perizinan seperti masalah komite etik yang harusnya berada di tempat uji klinis.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/art...es/PMC4089090/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33221134/
https://www.nature.com/articles/nrd.....243/figures/1

Lihat juga:
Alasan sungai di Jakarta hitam dan bau
Bagaimana Cara Mengendalikan Kali Sentiong dengan Pasang surut?
Peran kumis anjing laut
Diubah oleh sarotherodon 01-04-2021 16:11
0
642
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan