Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

davidp90Avatar border
TS
davidp90
SKUAT INDIGO 2 BAB 24 PERANGKAP TERTANGKAP
      <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-formatemoticon-Embarrassmentther; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-familyemoticon-Swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
BAB 24 PERANGKAP

            Malam harinya di rumah Guntur yang kini tinggal bersama dengan istrinya yang sedang hamil tua dan juga anak dari Mbak Marni buah dari pernikahannya yang terdahulu. Anak SD itu sudah tidur di kamarnya sendiri. Begitu pun juga sang istri yang telah lelap tertidur di samping suaminya. Sementara itu Guntur seolah-olah sudah tertidur. Lampu kamarnya yang memang biasa dimatikan membuat sahabat Akbar yang beberapa minggu lagi akan menjadi seorang bapak itu leluasa untuk menyelimurkan keterjagaannya.

            Sudah lewat tengah malam. Tapi apa yang dijanjikan dari obrolan waktu maghrib dengan kawannya itu belum juga datang. Mata Guntur sudah ingin menyerah. Namun ia tetap berjuang agar bisa terus terjaga. Udara yang semula biasa tiba-tiba berubah. Hawa dingin malam itu tiba-tiba berubah menjadi panas di ruang kamar Guntur dan istrinya. Seketika rasa kantuk hilang dan beralih menjadi kewaspadaan. Dan benar saja apa yang dijanjikan akhirnya datang.

            Sosok itu tiba-tiba datang dari atas langit-langit rumah yang tidak berplafon. Sosok itu melayang turun menghampiri dua orang yang sedang terbaring bisu di ranjang mereka. Sosok itu berada tepat dihadapan mbak Marni. Dalam gelapnya cahaya Guntur yang memincingkan matanya agar dapat melihat sosok itu dengan jelas. Sosok kepala wanita dengan rambut yang tergerai. Terlihat jelas pula organ dalam yang menggelantung menyatu dengan kepala itu dengan darah segar yang menetes-netes. Sosok itu adalah kuyang. Guntur yang sudah diberi arahan sebelumnya harus bisa menahan segala bentuk ekspresinya ketika berhadapan dengan sosok tersebut. Terlebih ia tahu siapa dibalik wajah kepala yang melayang seram itu.

            Kuyang itu hendak mendekat ke perut Marni. Bayi yang ada di dalam kandunganya adalah alasan makhluk manusia jadi-jadian itu datang. Tepat ketika kuyang itu melayang mendekati perut Marni cahaya lampu senter dengan telak menyinari wajah kuyang. Setan itupun berhenti karena silau dan kebingungan. Cahaya senter itu datang dari Guntur yang telah bersiap-siap menyambut kedatangan tamu tengah malamnya. Setelah dapat mengalihkan pandangan dari sorotan senter kuyang pun hendak terbang untuk menyelematkan dirinya keluar dari situasi yang menjebaknya itu. Namun sudahlah terlambat baginya. Ia sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Kepalanya sudah dicekal. Tangan yang kuat mencengkram rambut hingga menarik kulit kepala kuyang. Tamatlah riwayat kuyang yang hendak mencelakai bayi Guntur yang masih dikandung Marni. Kuyang itu pun menoleh mencari tahu siapa yang tengah menghentikan persekutuannya dengan ilmu hitam itu.

            “Mas Akbar”, suara Kuyang ketika melihat siapa dibalik tangan yang tengah menguasai dirinya.

            Guntur tidaklah sendirian. Sejak malam ketika pasangan suami istri itu hendak tidur Akbar sudah berjaga, bersiap di sana dengan berdiam sunyi di gelapnya sudut kamar yang terasing dari penerangan. Setelah menangkap kuyang Ratih Akbar seorang diri membawanya kembali ke tubuh pasangan kepala itu.

            “Maafkan aku mas..... maafkan aku mas”, itulah suara rintihan Ratih yang disertai tangisan ketika perjalan dari rumah Guntur menuju ke rumah kontrakkannya.

            Setiba di rumah kontrakkan Ratih Akbar pun segera menuju ke kamar Ratih yang digunakan untuk ritual ilmu hitamnya dimana di sanalah tubuh Ratih menunggu. Akbar pun tidak bersikap kasar terhadap wanita yang kesehariannya menjual jamu itu. Ia segera menyatukan kepala dengan tubuh Ratih. Mengetahui sikap Akbar Ratih yang telah kembali utuh menangis sejadi-jadinya. Lelaki itu lantas mengambil semua senjata-senjata Ratih yang digunakannya untuk mencelakai orang. Minyak-minyak kuyangyang dimiliki olehnya diambil semuanya oleh Akbar.

            “Sebaiknya kamu lekas angkat kaki dari desa ini. Jika kamu berulah lagi aku tak segan-segan mempermalukanmu dan menghabisimu”, itulah pesan terakhir Akbar kepada Ratih sebelum ia pergi meninggalkannya.

***

            “Tur”, sapa Akbar kepada Guntur yang baru saja selesai mencuci motornya di halaman depan rumah.

            “Apa lagi?”, jawab Guntur.

            “Aku mau ngomong penting”, pinta Akbar.

            “Siapa saja perempuan yang sedang hamil di desa kita selain istrimu?”, pertanyaan Akbar kepada Guntur.

            “Tidak ada. Cuma istriku saja perempuan yang sedang hamil di desa ini. Pertanyaanmu aneh Bar”, jawab Guntur.

            “Sini aku kasih tahu”, bisik Akbar kepada Guntur.

            Itulah percakapan yang terjadi antara Akbar dan Guntur ketika Akbar menghampiri rumah kawannya setelah kunjungannya ke rumah kontarkkan milik Bu Harjo di sore hari itu yang tidak bersambut. Dalam kunjugannya ke rumah Ratih waktu itu Akbar menemukan kejanggalan di tempat janda yang baru beberapa hari menetap di desanya itu. Ketika ia hendak masuk dan mengantarkan gorengan dari semenjak pintu rumah dibukannya Akbar sudah mencium bau yang mengganggunya. Sekilas bau itu memang berbaur dengan bau-bau aroma dari bahan-bahan ramuan racikan jamu. Tapi hidung Akbar menangkap dengan jelas diantara bau-bau itu terdapat aroma gaib (minyak kuyang)yang sangat kuat. Disitulah kecurigaannya timbul setelah hampir saja ia terpeleset dibutakan oleh kemolekkan sosok sang janda. Dan ketika Akbar menyapu pandangan matanya ke seluruh ruangan di rumah itu ia mendapati sosok kepala mengerikan yang mengintipnya dari balik dinding bilik kamar. Saat itulah semuanya nampak jelas bagi Akbar.

            Kedatangannya yang lebih awal ke tempat Ratih juga merupakan berkah lantaran ibunya melalui gorengan yang hendak diberikannya. Jika bukan karena perintah ibunya untuk memberikan gorengan itu kepada Ratih tentu saja Akbar tidak akan datang sebelum waktu malam yang sudah dijanjikan. Sementara sore menjelang maghrib itu Ratih hendak pergi melaksanakan rencana jahatnya. Terlihat ketika malam harinya bertemu dengan Akbar wanita yang masih muda itu nampak lelah karena telah menggunakan ilmu hitam untuk ritualnya.

            Beberapa hari kemudian,

            Ibu       : “Mbak jamu kok tidak pernah kelihatan lagi ya Bar?”

            Akbar  : “Sudah pindah mungkin Mak. Tidak terlalu laku di sini.”

            Beberapa hari kemudian,

            Ibu       : “Bar. Orang yang ngontrak di rumah Bu Harjo yang di dekat kebun itu siapa ya?”

            Akbar  : “Mana aku tahu Mak.”

            Ibu       : “Orangnya sudah tua. Sudah nenek-nenek. Mak sapa diam saja.”

***

            Sebuah pertemuan besar diselenggarakan. Pada pertemuan itu terdapat Akbar yang hanya diam dan tertunduk. Dialah pokok pembahasan dalam pertemuan itu. Sebuah rapat keluarga yang menasehati sekaligus juga mencecarnya. Hadir dalam pertemuan yang diadakan di rumah Akbar itu saudara-saudara dari ibu dan juga saudara-saudara dari almarhum ayah Akbar beserta kerabat dekat mereka. Turut hadir pula Guntur beserta istri dan juga kedua anaknya dalam acara tersebut.

            Bagi Akbar pertemuan itu adalah sebuah jebakan yang telah dipersiapkan oleh ibu dan juga saudara-saudaranya. Tepat setelah dirinya bangun pagi di waktu yang sudah kesiangan seperti biasanya Akbar sudah mendapati ruang depan di rumahnya sesak terisi oleh nafas-nafas yang hendak menceramahinya. Memang apa yang dilakukan mereka sudahlah benar. Akbar pun menyadari di usianya yang sudah enggan disebutkannya itu tidaklah elok dilihat dari sisi manapun untuk tetap hidup seorang diri tanpa berteman pasangan.

            Akbar mengiyakan semua perkataan yang datang dari para sanak keluarganya. Iya menerima segala bentuk nasihat hingga kata-kata yang cenderung sarkas kepada dirinya. Ia pun juga telah berlapang dada dan ikhlas dengan tawaran yang diajukan kepadanya. Bahwa Akbar bersedia untuk dicarikan pendamping hidup oleh mereka. Pria petualang itu telah siap untuk menjemput jodohnya. Ia sudah bertekad untuk segera menikah. Selain dari pada itu Akbar juga lelah dengan sindiran dan guyonan teman-temannya di kampung. Karena dialah satu-satunya lelaki desa yang tidak lagi berusia remaja yang belum kunjung juga berkeluarga. Mendengar deklarasi dari Akbar yang sudah mantap untuk megakhiri masa bujangnya tentu saja yang paling berbahagia di ruangan itu adalah ibunya. Setelah menikah nanti akan ada yang megurus anaknya itu sehingga berkuranglah kekhawatirannya.

            “Kamu seriuskan Bar?”, tanya Guntur kepada Akbar.

            “Ya serius. Mosok aku kalah sama kamu Tur”, jawab Akbar.

            “Takutnya kamu mblenjangi (ingkar janji)lagi kaya dulu”, kata Guntur.

            “Yang mana?”, Akbar bingung.

            “Waktu dulu kamu sama Sekar?”, papar Guntur.

            “Ah itu cuma salah paham”, Akbar mengelak dengan santai.

            Semenjak hari itu Akbar pun mulai memperbaiki dirinya. Sedikit demi sedikit, bertahap ia mulai menyibukkan kesehariannya. Ia harus keluar dari kebetahannya menganggur untuk waktu yang lama. Akbar kembali bekerja. Meski hanya sebagai pekerja serabutan apa yang dilakukakannya itu selalu berhasil menumbuhkan seringai senyum dari wajah ibunya. Ia terkadang pergi ke pasar untuk bekerja sebagai kuli panggul. Ia juga beberapa kali ikut orang dari desanya yang memiliki proyek pembangunan sebagai seorang kuli bangunan. Ia juga terkadang menemani ibunya yang berjualan aneka jajanan di pasar.

            Sebulan lebih telah berlalu dari pertemuan keluarga yang berujung dengan deklarasi Akbar yang memantapkan dirinya untuk segera menikah. Tapi belum juga muncul satu nama pun yang dijanjikan oleh kerabat dan juga saudara-saudara dari ibunya. Akbar yang merasa sudah berubah ke arah yang lebih baik bisa memaklumi akan hal itu. Bisa jadi karena usianya yang sudah larut. Atau pun karena reputasinya yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat.

            Namun bukan Akbar namanya jika ia berpasrah dengan keadaan. Ia kini sudah memiliki seseorang yang sedang didekatinya. Namanya Dewi. Dia adalah penjual dawet (minuman khas dari zaman dahulu jauh sebelum kedatangan Boba)di pasar tempat biasa Akbar bekerja sebagai kuli panggul. Di tempat Dewi itu pulalah Akbar sering berhutang teh manis seperti layaknya teman-temannya yang lain. Bak gayung bersambut. Semesta seolah berpihak kepada Akbar. Dewi bukan seorang janda. Dan dia adalah perempuan yang baik-baik. Dan yang paling penting Dewi pun menaruh hati pada Akbar. Bekerja dengan orang-orang dewasa dan orang-orang tua yang sudah berkeluarga menambah mudah jalan baginya. Tidak ada saingan dari pihaknya.

            Memang ketika tidak adanya harapan seakan seseorang menjadi tersudut seorang diri di pojok kesunyian. Tapi jika harapan itu datang terkadang ia datang dengan tidak terduga serta memberikan lebih dari satu pilihan. Pak Dhe Akbar datang kerumahnya dengan membawa sebuah nama. Seorang perempuan bernama Sri dari desa tetangga yang kini tengah bekerja di sebuah toko roti di Jogja. Kakak kandung dari almarhum ayah Akbar itu menegaskan bahwa wanita yang hendak dikenalkannya itu siap untuk dipinang.

            Tetap saja siapa wajah yang dibayangkannya. Samar-samar Sinar selalu mewujudkan dirinya. Di dalam angan pikirnya. Mungkin juga telah merasuk menguasai hatinya.

            Jendela kamar Akbar tiba-tiba terbuka oleh angin kencang yang menghantamnya. Udara sepertiga malam menusuk hingga tulang membangunkan tidur sang pengelana.

            “Sudah waktunya”, ajak Buyut.

heyholetsbroAvatar border
jiyanqAvatar border
belajararifAvatar border
belajararif dan 3 lainnya memberi reputasi
4
398
1
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan