- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Insiden Sakuradamon : Ketika Para Ronin melakukan Kudeta Pemerintahan


TS
diaz420
Insiden Sakuradamon : Ketika Para Ronin melakukan Kudeta Pemerintahan
Quote:
Di postingan sebelumnya, Ane sempet bahas sebuah insiden di negeri Sakura yang disebut sebagai Insiden Sakai. Salah satu faktor penyebab terjadinya insiden tersebut adalah slogan yang dianut oleh masyarakat Jepang saat itu yang dinamakan Sonno-Joi(Hormati Kaisar, Usir Kaum Barbar). Slogan tersebut merupakan bukti bahwa Jepang pada saat itu sangat membenci kehadiran bangsa asing di negerinya. Dan siapapun warga asing yang datang ke Jepang, siap-siap saja pulang tinggal nama.

Ilustrasi Insiden Sakuradamon
Faktanya, sebelum diberlakukannya slogan Sonno-Joi, ada sebuah insiden yang menjadi cikal bakal disahkannya slogan tersebut. Mulai dari tahun 1853-1867, Jepang tengah berada dalam era Bakumatsu, yakni sebuah era yang menjadi masa-masa akhir kepemimpinan Tokugawa (Tokugawa Shogunate). Pada 23 April 1858, Jepang sempat dipimpin oleh seorang penguasa bernama Ii Naosuke.

Ii Naosuke
Kepemimpinan Ii ini bisa dibilang sangat kontroversial bagi para petinggi di Jepang, karena pada masa pemerintahan dirinya, Ia dengan berani membuat perjanjian dagang dengan negara asing, salah satunya adalah Amerika Serikat. Pada saat itu, Jepang masih menjadi negara anti asing, sebelum berganti menjadi negara yang terbuka dengan negara asing per zaman pemerintahan Meiji. Ii Naosuke menjalin sebuah kerja sama dagang dengan seorang pedagang asal negeri Paman Sam yang bernama Townsend Harris. Perjanjian tersebut dinamakan Treaty of Amity and Commerce. Semenjak perjanjian tersebut disahkan, pada 1959, pelabuhan di Nagasaki, Hakodate dan Yokohama menjadi pintu masuk bagi kapal-kapal asing untuk berlabuh di tanah Jepang.
Tentu saja apa yang dilakukan oleh Ii menuai kecaman keras dari para petinggi di sana. Akan tetapi, Ii tidak memperdulikannya. Bahkan, Ia pun menerapkan sebuah peraturan yang disebut sebagai Ansei no Taigoku. Barangsiapa yang menentang kebijakan pemerintah, maka Ia akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan bisa berupa hukuman penjara, pengasingan dan bahkan hukuman mati.
Puncaknya pada tanggal 24 Maret 1860, saat Jepang tengah mengadakan Hinamatsuri (Festival Boneka), semua petinggi pemerintahan diundang ke acara yang diselenggarakan di ibukota Edo (sekarang Tokyo). Dalam perjalanan menuju Edo, Ii Naosuke beserta rombongannya tiba-tiba diserang sekelompok Ronin (Samurai yang tidak memiliki pemimpin/sudah kehilangan pemimpinnya) yang diduga berasal dari wilayah Mito (sekarang perfektur Ibaraki). Sebanyak 17 orang pendekar Ronin berhasil membabat habis 60 orang Samurai penjaga rombongan Ii Naosuke. Kelompok Ronin tersebut dipimpin oleh seorang pendekar bernama Arimura Jizaemon (FYI, Arimura Jizaemon ini bukan berasal dari wilayah Mito). Sementara anak buahnya tengah sibuk melawan para Samurai, Jizaemon berhasil menemukan Naosuke di Keretanya (bukan Kereta Api ya? Tapi Kereta Tandu zaman dulu).

Kurang lebih kayak gini nih
Jizaemon dan Naosuke saling menodongkan senjata, hingga akhirnya Jizaemon berhasil memenggal kepalanya Naosuke. Tetapi, sesaat sebelum kepalanya terpenggal, Naosuke berhasil menembak Jizaemon. Merasa tidak yakin kalau nyawanya akan tertolong, Jizaemon memutuskan untuk melakukan Seppuku/Harakiri. Dengan demikian, misi para Ronin pun berhasil.
Kabar kematian Ii Naosuke pun sampai ke telinga pihak asing, akibatnya pihak asing mulai merasa takut, was-was dan tidak nyaman saat berdagang di Jepang. Usai insiden tersebut, sempat terjadi kekosongan jabatan di pemerintahan Jepang. Sebagai pengganti sementara, para petinggi dari wilayah Mito dan Satsuma (sekarang bagian dari perfektur Kagoshima dan Miyazaki) mengusulkan sebuah slogan yang tujuannya untuk mempersatukan para petinggi di Jepang yang disebut sebagai Kobu Gattai. Lama kelamaan, slogan pemerintahan tersebut malah membuat kondisi di Jepang tidak kondusif dengan banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para prajurit Jepang, termasuk para Samurai. Nah, dari situlah slogan Sonno-Joi pun mulai terbentuk. Dan seperti sudah Ane bahas di postingan sebelumnya, akibat diberlakukannya slogan Sonno-Joi, ada banyak sekali insiden pembantaian yang dilakukan oleh para prajurit Jepang terhadap orang asing.

Ilustrasi Insiden Sakuradamon
Faktanya, sebelum diberlakukannya slogan Sonno-Joi, ada sebuah insiden yang menjadi cikal bakal disahkannya slogan tersebut. Mulai dari tahun 1853-1867, Jepang tengah berada dalam era Bakumatsu, yakni sebuah era yang menjadi masa-masa akhir kepemimpinan Tokugawa (Tokugawa Shogunate). Pada 23 April 1858, Jepang sempat dipimpin oleh seorang penguasa bernama Ii Naosuke.

Ii Naosuke
Kepemimpinan Ii ini bisa dibilang sangat kontroversial bagi para petinggi di Jepang, karena pada masa pemerintahan dirinya, Ia dengan berani membuat perjanjian dagang dengan negara asing, salah satunya adalah Amerika Serikat. Pada saat itu, Jepang masih menjadi negara anti asing, sebelum berganti menjadi negara yang terbuka dengan negara asing per zaman pemerintahan Meiji. Ii Naosuke menjalin sebuah kerja sama dagang dengan seorang pedagang asal negeri Paman Sam yang bernama Townsend Harris. Perjanjian tersebut dinamakan Treaty of Amity and Commerce. Semenjak perjanjian tersebut disahkan, pada 1959, pelabuhan di Nagasaki, Hakodate dan Yokohama menjadi pintu masuk bagi kapal-kapal asing untuk berlabuh di tanah Jepang.
Tentu saja apa yang dilakukan oleh Ii menuai kecaman keras dari para petinggi di sana. Akan tetapi, Ii tidak memperdulikannya. Bahkan, Ia pun menerapkan sebuah peraturan yang disebut sebagai Ansei no Taigoku. Barangsiapa yang menentang kebijakan pemerintah, maka Ia akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan bisa berupa hukuman penjara, pengasingan dan bahkan hukuman mati.
Puncaknya pada tanggal 24 Maret 1860, saat Jepang tengah mengadakan Hinamatsuri (Festival Boneka), semua petinggi pemerintahan diundang ke acara yang diselenggarakan di ibukota Edo (sekarang Tokyo). Dalam perjalanan menuju Edo, Ii Naosuke beserta rombongannya tiba-tiba diserang sekelompok Ronin (Samurai yang tidak memiliki pemimpin/sudah kehilangan pemimpinnya) yang diduga berasal dari wilayah Mito (sekarang perfektur Ibaraki). Sebanyak 17 orang pendekar Ronin berhasil membabat habis 60 orang Samurai penjaga rombongan Ii Naosuke. Kelompok Ronin tersebut dipimpin oleh seorang pendekar bernama Arimura Jizaemon (FYI, Arimura Jizaemon ini bukan berasal dari wilayah Mito). Sementara anak buahnya tengah sibuk melawan para Samurai, Jizaemon berhasil menemukan Naosuke di Keretanya (bukan Kereta Api ya? Tapi Kereta Tandu zaman dulu).

Kurang lebih kayak gini nih
Jizaemon dan Naosuke saling menodongkan senjata, hingga akhirnya Jizaemon berhasil memenggal kepalanya Naosuke. Tetapi, sesaat sebelum kepalanya terpenggal, Naosuke berhasil menembak Jizaemon. Merasa tidak yakin kalau nyawanya akan tertolong, Jizaemon memutuskan untuk melakukan Seppuku/Harakiri. Dengan demikian, misi para Ronin pun berhasil.
Kabar kematian Ii Naosuke pun sampai ke telinga pihak asing, akibatnya pihak asing mulai merasa takut, was-was dan tidak nyaman saat berdagang di Jepang. Usai insiden tersebut, sempat terjadi kekosongan jabatan di pemerintahan Jepang. Sebagai pengganti sementara, para petinggi dari wilayah Mito dan Satsuma (sekarang bagian dari perfektur Kagoshima dan Miyazaki) mengusulkan sebuah slogan yang tujuannya untuk mempersatukan para petinggi di Jepang yang disebut sebagai Kobu Gattai. Lama kelamaan, slogan pemerintahan tersebut malah membuat kondisi di Jepang tidak kondusif dengan banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para prajurit Jepang, termasuk para Samurai. Nah, dari situlah slogan Sonno-Joi pun mulai terbentuk. Dan seperti sudah Ane bahas di postingan sebelumnya, akibat diberlakukannya slogan Sonno-Joi, ada banyak sekali insiden pembantaian yang dilakukan oleh para prajurit Jepang terhadap orang asing.
Source : Sakuradamon Incident






yoseful dan 41 lainnya memberi reputasi
42
6.7K
Kutip
72
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan