Pagi itu kami siap-siap berangkat dari ibukota menuju kawasan Puncak yang biasa dijadikan tempat untuk berwisata oleh warga yang sudah jenuh akan hiruk pikuknya ibukota. Tapi kali ini kami ke sana bukan untuk berlibur melainkan untuk mengantarkan aku untuk bersekolah dan tinggal di asrama.
Saya Dio , ini adalah ceritaku saat masih kelas 4 SD. Sebelumnya aku bersekolah di sekolah swasta di Jakarta ,sekolah yang sama seperti kedua kakakku, namun entah kenapa hampir setiap tiap kali aku ke sekolah , aku selalu merasa badan tidak sehat badan lemas dan selalu mual .. hampir dalam satu minggu aku mungkin sekitar 2-3 kali dipulangkan ditengah mata pelajaran karena sakit, tapi sampai rumah aku kembali sehat… hal ini membuat orang tuaku juga bingung apakah aku memang sakit? Atau memang aku yang pemalas?
Akhirnya ada salah seorang guru, merekomendasikan orang tuaku untuk menyekolahkanku di asrama di daerah puncak dan orang tuaku setuju, karena di satu sisi udara di sana bagus dan sekaligus melatihku untuk lebih disiplin.
Waktu sudah menunjukan pukul 10.00 dan kami sudah sampai di lokasi, Rasanya apabila kalian sering ke daerah sini kalian sering melewati lokasi ini karena sekolahku ada di pinggir jalan . kami berkeliling melihat komplek asrama dan sekolah. Betapa takjubnya aku melihat sebuah pohon beringin raksasa yang berdiri kokoh di belakang sebuah gereja di komplek sekolah dan asrama itu.. bahkan pohon itu masih bisa terlihat dari beberapa kilometer jauhnya.
Sembari orang tuaku berbincang-bincang dengan kepala sekolah , aku berkeliling melihat-lihat suasana sekitar, udara yang dingin membuat aku merasa sedikit nyaman di tempat ini.
“Srek… srek….” suara seperti benda diseret tiba-tiba memecah lamunanku.
Seketika aku mencari sumber suara itu.
Sesosok bayangan melewati belakang bangunan tua yang tidak jauh dari pohon beringin yang sangat besar .
“Hei.. apa itu anak asrama sini?” Pikirku…
aku yang penasaran mencoba untuk mencari tahu dan mengikuti ke arah pohon beringin raksasa itu.
“Srek… srekk…”suara benda di seret itu semakin jelas ,
Tak terasa suasana menjadi semakin gelap, tapi ini masih siang.
Ternyata tanpa disadari aku sudah dibawah pohon beringin. Rimbunya dedaunan menutupi masuknya sinar matahari , akar-akar yang menggantung sedikit menggangguku untuk melihat dengan jelas.
“Hihihi… “ suara tawa kecil mendadak terdengar di telinga aku..
Akupun mencoba mencari sumber suara itu. Namun tidak ada satupun petunjuk asal suara itu, Aku tetap melihat sekeliling berharap suara itu berasal dari seseorang.
“Hihihihi….” Suara itu terdengar lagi,
tapi Tunggu .. sumber suara itu berasal dari atas!
Ini ada yang tidak beres.
seketika tubuh aku merasa lemas , nyaliku ciut untuk menoleh ke sumber suara itu.
Tiba-tiba Angin dingin berhembus di leher belakang aku ,dengan reflex aku menengok ke belakang ke arah pohon beringin raksasa itu.
“Guk!! Grrrr….” Seekor anjing menggonggong di dekatku dan menggigit celanaku.. sontak aku kaget dan berlari namun anjing itu terus mengejar.
Aku terus berlari sampai akhirnya menemukan ibu keluar dari ruang kepala sekolah bersama ibu kepala sekolah
“kenapa di? “
“Dikejar anjing ma, celanaku robek nih…”
“Bu yang cokelat itu itu anjing siapa sih bu? “ tanyaku pada kepala sekolah.
“Yang itu?” sambil menunjuk seekor anjing yang berjalan sedikit melompat sambil menjulurkan lidah seolah mengajak bermain.
“Itu Moses, Anjing peliharaan Asrama sini… dia memang senang ngajak main orang baru” Lanjutnya…
Aku yang sudah kelelahan hanya bersembunyi di belakang orang tuaku.
“Liat rumahnya Bu Ranti yuk di… “ajak ibuku
Ternyata ibuku kurang tega untuk memasukanku di asrama dan ibu kepala sekolah menawarkan alternatif lain , yaitu kos di rumahnya.. sudah ada beberapa anak yang tinggal di rumahnya. Di sini memang sudah biasa untuk mereka yang tidak kebagian tempat di asrama bisa kos di rumah guru-guru atau warga Namun tetap bersekolah di sana dan dengan disiplin seperti di asrama. Tentunya biayanya juga lebih mahal.
Bu Ranti adalah kepala sekolah di sini , beliau juga mengurus sekitar 5 anak yang dititipkan orang tuanya di tempat ini. Rata-rata karena latar belakang yang kurang menyenangkan ada yang ditinggal pergi ayahnya sehingga ibunya harus bekerja ke luar negeri , ada yang tidak memiliki orang tua sehingga saudaranya membiayai untuk bersekolah dan tinggal di sini..
Kami berjalan kaki dari komplek asrama menuju pintu gerbang keluar karena rumah Bu Ranti cukup dilalui dengan berjalan kaki . Tiupan angin bertiup membuatku menoleh ke arah pohon beringin , Seketika aku teringat kejadian tadi.
Makhluk apa yang berada diatas pohon beringin itu… Jelas itu bukan manusia, tidak mungkin ada seorang manusia yang mau memanjat pohon beringin itu
sambil menyeret kepalanya sendiri…
Spoiler for Chapter 2- Tanah Kuburan:
Chapter 2 Tanah Kuburan
Sudah sebulan semenjak aku tinggal di rumah Bu Ranti , awalnya aku juga agak cengeng tapi setelah seminggu di sini rasanya mulai terbiasa. Suasana disini cukup ramai selain karena banyak anak-anak dan hampir semua kegiatan kita lakukan bersama-sama.
Jadwal di sini cukup ketat, bangun jam 5 pagi untuk mandi , sarapan dan pukul 6.30 sudah berangkat sekolah. Iya , Sekolah yang kemarin kita datangi dengan pohon beringin besarnya. FYI bahkan dari tempat kos aku Pohon ini masih terlihat dengan jelas.
Ada kebiasaan menarik di sekolah ini , setiap guru datang ke sekolah murid-murid berlarian menyambut ke tangga gerbang depan , berebutan untuk salam dan membawakan tas dan payung yang dibawa oleh guru. Selama aku di Jakarta , tidak ada murid-murid sesopan ini.
Sepulang sekolah , segera kami ganti baju, makan siang dan ketika jarum jam menunjukan pukul 14.00 maka semua anak wajib masuk Kamar untuk tidur siang hingga pukul 16.00. Ibu kos akan mengecek apakah ada yang tidak tidur dan menegur apabila ada yang melanggar.
Baru setelah jam 16.00 kita punya waktu untuk bermain sampai makan malam disiapkan pukul 18.00 . setelah makan malam adalah waktunya belajar. Dan pukul 21.00 semua anak sudah wajib masuk kamar.
Sebenarnya ada sedikit hal yang membuatku sedikit kurang nyaman di lingkungan ini. Setiap masuk ke kampung ini di beberapa tempat aku mencium bau seperti bau tanah yang terkena hujan namun ada sedikit aroma busuk. Pernah aku Tanya ke ibu dan teman-teman disini mereka tidak mencium bau apapun seperti yang aku cium. Sampai suatu ketika sesuatu terjadi…
Waktu menjelang maghrib , baru kali ini aku pulang seterlambat ini. Kegiatan pramuka di sekolah mengajak kami untuk mengenal wilayah di sekitar sekolah dan asrama. Tentunya kegiatan ini sepengetahuan Bu Ranti. Aku berjalan perlahan melalui tanjakan-tanjakan menuju rumah . Struktur jalan disini kampng sini memang berbukit2 bahkan motorpun tidak bisa lewat.
Langit mulai gelap ternyata bukan karena menjelang malam, namun karena mendung dan tetesan hujan mulai turun.
“Sial , aku tidak bawa jas hujan maupun payung” Gerutuku…
Spontan ku berteduh di pinggir sebuah rumah yang memiliki atap berlebih. Beberapa orang yang membawa payung masih bersliweran menembus hujan. Aku menunggu berharap hujan cepat berhenti.
“Crik… Crik…“ terdengar suara genangan yang di injak oleh seseorang. Aku tidak tertarik dan tetap bermain dengan tetes-tetesan hujan yang jatuh dari atas atap.
Namun sesuatu mulai mengganguku , Bau tanah itu… entah mengapa bau itu mendadak begitu pekat sampai akupun sedikit menutup hidungku.
Tanpa kusadari hari mulai malam dan hujan semakin deras, tidak mungkin rasanya menerobos hujan sederas ini namun kondisi sudah sangat sepi. Sebagai seorang anak kecil, sudah sewajarnya aku takut dengan situasi saat ini.
Akupun menyesal, mengapa tidak kuterobos saja hujan ini saat tadi masih belum deras.
“Crik… Crik…“ Suara itu terdengar lagi.
“Deg!” Aku teringat kejadian di pohon beringin saat pertama kali ke sini. Seketika badanku waktu itu langsung gemetar, mulutku tiba-tiba membisu, bulu kudukku perlahan-lahan berdiri.
“Jangan… tolong jangan sampai ada kejadian seperti itu lagi” Harapku dalam hati
Namun sepertinya tidak seperti harapanku , suara itu semakin terdengar dan berasal dari kebun di sebelah rumah tempatku berteduh.
Akupun menoleh dan aku tak bisa mempercayai apa yang kulihat… sesosok makhluk besar setinggi 2 kali manusia dewasa, Mataku tak bisa berhenti terkejut , tanpa sadar aku terduduk dengan lutut yang lemas.
Itu darah… Makhluk itu sedang mengunyah sesuatu dengan darah merah segar menetes diantara taring-taringnya yang terlihat keluar dari mulutnya.
“Lari… Aku harus lari!” ucapku dalam hati
“Toloong…“ Aku berteriak sambil berlari menjauh dari makhluk itu namun sepertinya derasnya hujan membuat teriakanku tidak terdengar,
Bodohnya, teriakanku malah memancing makhluk itu untuk mengejarku.
Aku berlari tanpa henti , rintik hujan deras membuatku tak mampu membedakan mana jalan utama dan jalan tanah.
“Krak!” suara ranting terjatuh seperti tersapu oleh benda besar. Akupun terjatuh , sepertinya kakiku terluka namun aku tak peduli, kejadian ini tidak pernah kubayangkan terjadi di hidupku. Aku terus berlari tanpa peduli apapun.
Nafasku habis , kakiku tak lagi dapat menahan luka yang terbuka. Aku menangis sejadi-jadinya. namun entah mengapa aku semakin jelas mencium bau tanah itu tanpa sadar aku terjatuh tersandung sesuatu namun kali ini aku tak punya tenaga lagi untuk bangun.
Suara langkah kaki yang terseret mendekat perlahan. Dia semakin mendekat , semakin telihat jelas makhuk itu memiliki mata sebesar kepalan tangan yang keluar dari matanya.
“Kesini!” Suara orang entah siapa memanggilku sembari menarik seluruh badanku. Aku tidak ingat apa yang terjadi saat itu, yang kutahu aku dipeluk telungkup di tengah badan seorang pria tua dan samar-samar terlihat bambu-bambu kuning di sekitar situ. Dan makhluk itu lewat begitu saja seolah tak menyadari keberadaan kami.
“Sudah aman… “ Kata bapak tua itu.
Aku tak membalas, aku masih menangis sesegukan merasakan kejadian tadi.
“Kalau sudah malam jangan main hujan-hujanan, apa lagi di sekitar kebun sini!” katanya dengan sedikit membentak.
“ Baik pak..” ucapku tanpa berani melawan
“Makhluk itu namanya lelepah , sering berkeliaran di sekitar kebun sini saat malam dan hujan deras” Jelasnya sedikit.
Aku sama sekali tidak tertarik , yang kumau hanya pulang .
“Sudah tenangin dulu, nanti saya antar pulang… gak usah cerita kejadian ini sama orang rumah ya , nanti satu kampung bisa geger.. biar nanti saya ngajak warga yg mengerti buat mengurus makhluk itu” ucapnya
Akhirnya akupun pulang , Bu Ranti sangat khawatir dengan keadaanku.. aku melihat jam di dinding ternyata baru jam 10 malam, namun kejadian tadi terasa seperti sudah semalaman.
Aku beralasan kehujanan , tergelincir, dan dibantu oleh seorang bapak tua untuk pulang sampai ke rumah. Segera kubersihkan diriku dan pergi tidur.
Walaupun takut , rasa penasaranku masih membekas.. saat berangkat sekolah aku sengaja mengajak anak-anak kos berangkat lewat tempat kemarin. Aku melihat sekeliling, dan akhirnya mataku terhenti tertuju pada benda yang kemarin menyandung kakiku.
Itu adalah batu nisan. Benar, disitu ada kuburan.. tidak Cuma satu tapi tiga ,
segera aku memperbaiki posisinya dan kembali berjalan ke sekolah. Tanpa disadari ternyata warga disini cukup banyak yang menguburkan kerabatnya di lahan kebun milik sendiri.
Apa mungkin keberadaan makam-makam ini yang memancing makhluk bernama Lelepah itu datang ke perkampungan ini?