Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
All England Membuka Perang Biologis Baru
Spoiler for Badminton:


Spoiler for Video:


Apakah Inggris takut?

Itulah yang mungkin tersimpan dalam benak kebanyakan rakyat Indonesia ketika seluruh tim bulu tangkis Indonesia, termasuk pemain dan tim ofisial dipaksa mundur dari All England 2021. Padahal beberapa wakil Indonesia yang bertanding telah berhasil memastikan langkah ke babak 16 besar.

Usut punya usut ternyata salah satu penumpang yang berada dalam pesawat yang sama dengan skuad Merah Putih terindikasi positif Covid-19 saat penerbangan dari Istanbul ke Birmingham 13 Maret 2021 lalu

Sesuai dengan regulasi Pemerintah Inggris, tiap orang harus melakukan karantina selama 10 hari jika berada dalam satu pesawat dengan penumpang lain yang positif Covid-19. Situasi ini membuat para pemain Indonesia harus tinggal di rumah dan mengisolasi diri hingga 23 Maret 2021. Akibatnya, para wakil Indonesia gagal melanjutkan pertandingan dan status mereka berubah menjadi kalah WO.

Wakil-wakil Merah Putih pun dipastikan tanpa gelar di All England 2021.

Sumber : Kompas[Kronologi Tim Bulu Tangkis Indonesia Dipaksa Mundur dari All England 2021]

Banyak publik di Indonesia pun menduga bahwa didiskualifikasinya timnas Indonesia adalah karena Inggris takut melawan Indonesia di All England, bukan karena takut dengan Covid-19.

Namun apakah hanya karena alasan sesederhana itu?

Guna menganalisa langkah yang dilakukan Inggris terhadap timnas Indonesia, mari kita tengok lagi ke belakang. Tepatnya pada bulan Desember 2020 silam.

Pada 7 Desember 2020, Direktur Vaksin Imunisasi dan Biologi WHO Kate O’Brien mengadakan konferensi pers di Jenewa. Dalam konferensi itu, ia mengatakan WHO tidak pernah membayangkan vaksinasi wajib dilakukan di seluruh dunia untuk membendung penyebaran virus corona.

Menurut WHO, kampanye informasi dan penyediaan vaksin untuk kelompok prioritas seperti petugas medis, orang dengan penyakit penyerta, dan lansia akan lebih efektif.

Sementara itu, pakar darurat utama WHO, Mike Ryan, menambahkan sebaiknya masyarakat dibiarkan mengambil keputusan sendiri terhadap vaksinasi. WHO menganggap membujuk orang dengan memaparkan manfaat vaksin Covid-19 akan lebih efektif ketimbang mewajibkan vaksinasi.

Sumber : Kompas [WHO Menentang Negara Wajibkan Vaksinasi Covid-19, Apa Maksudnya?]

Arahan dari WHO tersebut menyebabkan beberapa negara tidak mewajibkan masyarakatnya menerima vaksin Covid-19. Seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Perancis.

Presiden AS, Joe Biden lebih memilih meminta masyarakat AS untuk mengenakan masker saat berada di ruang publik.

Begitu juga dengan Perancis yang tidak mewajibkan masyarakatnya divaksinasi Covid-19. Bahkan Perancis dianggap sebagai salah satu negara paling skeptis terhadap vaksin. Hanya 40 persen orang dewasa Perancis yang ingin mendapatkan vaksin berdasarkan survei Ipsos pada Desember 2020 lalu.

Sumber : CNBC Indonesia [Terungkap, AS sampai Prancis Tidak Mewajibkan Vaksin Covid-19]

Dengan demikian, negara-negara di Trans Atlantik (Eropa – AS), lebih memfokuskan diri pada penegakan protokol kesehatan namun tanpa vaksinasi. Di sisi lain perekonomian negara-negara Trans Atlantik harus bangkit dari keterpurukan, maka negara-negara tersebut tidak akan lagi memberlakukan pembatasan alias lockdown. Artinya dalam menangani pandemi Covid-19, negara-negara trans Atlantik fokus pada penegakan protokol kesehatan, tanpa vaksinasi dan pembatasan.

Namun negara-negara Trans Atlantik harus tetap bertahan dari gempuran ‘diplomasi’ vaksin Covid-19 yang digencarkan oleh China.

Itulah mengapa terbentuklah aliansi Quad yang terdiri dari AS, India, Australia, dan Jepang untuk mengumpulkan pembiayaan, produksi, dan kapasitas distribusi untuk mengirim 1 miliar vaksin virus corona ke seluruh Asia pada akhir 2022.

Menteri Luar Negeri India Harsh Vardhan Shringla mengatakan bahwa empat negara ini berkomitmen untuk memperluas vaksinasi global dan melawan diplomasi vaksinasi China yang berkembang di Asia Tenggara dan di seluruh dunia.

"Keempat negara telah menyetujui rencana untuk mengumpulkan sumber daya keuangan, kemampuan dan kapasitas manufaktur, dan kekuatan logistik untuk meningkatkan produksi dan distribusi vaksin Covid-19 di kawasan Indo-Pasifik," kata Harsh Vardhan pada 13 Maret 2021 lalu.

Sumber : CNBC Indonesia ['Lawan' China, 4 Negara Janjian Kirim 1 Miliar Vaksin ke Asia]

Oleh karena itu, kita dapat ambil kesimpulan, bahwa pemerintahan Uni Eropa dan AS kini fokus pada tiga arah kebijakan terkait pandemi Covid-19, yakni:
a. Reaktivasi kerumunan massa untuk pemulihan ekonomi
b. Vaksinasi publik dkhususkan untuk lansia di Trans Atlantik
c. Pasar vaksin difokuskan ke arah Asia guna mengimbangi ‘diplomasi’ vaksin China

Tentunya ketiga arah kebijakan ini dapat terganggu oleh berbagai faktor, khususnya terkait reaktivasi kerumunan massa untuk pemulihan ekonomi. Pada 30 Juni 2020 lalu, Kepala Commonwealth of Independent States (CIS) Anti-Terrorism Center (ATC) Andrei Novikov mengatakan bahwa teroris-teroris di dunia disebut memanfaatkan virus corona sebagai senjata baru mereka dalam menyebarkan ketakutan.

Menurut Novikov, perekrut teroris ini menyerukan anggotanya yang positif virus corona untuk menyebarkan virus secara luas di tempat-tempat terbuka yang banyak diakses orang.

Sumber : Suara [Gawat, Teroris Ditugaskan Sebar Virus Corona di Tempat Umum]

Adanya kemungkinan serangan teroris virus seperti ini tentu saja sangat membahayakan kebijakan reaktivasi kerumunan massa yang digencarkan Uni Eropa dan AS. Isu Perang serangan biologis Covid-19 pun tak lagi sekedar isapan jempol.

Mari kita semua pikirkan. Bukankah turnamen All England 2021 termasuk ke dalam kegiatan untuk reaktivasi kerumunan massa yang rentan terhadap serangan Covid-19?

Didiskualifikasinya timnas Indonesia dari All England 2021 karena adanya orang yang positif Covid-19 di dalam pesawat yang ditumpangi timnas Indonesia meski bukan bagian dari tim delegasi, menunjukkan bahwa Britania Raya, sebagai induk dari 56 negara anggota Commonwealth of Nations, telah menyadari potensi serangan biologis Covid-19 tersebut.

Terlebih lagi, Indonesia yang kini juga melakukan reaktivasi kerumunan massa, seperti diperbolehkannya mudik lebaran dan aktivitas turnamen olahraga, masih bersikap gamang dan bimbang dalam menentukan model penanganan pandemi. Dengan kata lain, Indonesia adalah negara sasaran empuk serangan biologis Covid-19.

Jadi apa yang ditakutkan Inggris adalah potensi serangan Covid-19 dengan Indonesia sebagai negara sasaran empuk serangan biologis Covid-19 sebagai perantaranya.

Tentu pembaca bertanya-tanya, apa alasan penulis mengatakan Indonesia merupakan negara sasaran empuk serangan biologis Covid-19?

Survei Katadata Insight Center (KIC) mengatakan, bahwa 51,7 persen kelompok generasi Z atau mereka yang berusia 19-22 tahun, belum bersedia divaksinasi Covid-19. Tak hanya itu, sebanyak 45,9 persen responden yang berasal dari kelompok generasi Y dengan rentang usia 23-38 tahun atau generasi milenial, juga menyatakan belum bersedia divaksinasi.

Alasan utama kedua kelompok generasi tersebut enggan divaksinasi adalah kekhawatiran terhadap efek samping dan keamanan vaksin. Selain itu, seperempat responden mengaku tak bersedia dan ragu divaksinasi karena tidak percaya pada efektivitas vaksin.

Uniknya, hal bertolak belakang justru ditunjukkan dari para responden yang berusia lebih tua. Bahkan generasi X dan baby boomer cenderung lebih banyak yang mau divaksinasi.

Sumber : Kompas [Survei: 51,7 Persen Generasi Z Indonesia Belum Bersedia Divaksin Covid-19]

Rendahnya angka keinginan untuk vaksinasi ini bukanlah karena hoaks vaksin. Sebab pada kenyataannya, meski jumlah orang yang telah divaksinasi baru mencapai 4,8 juta (18 Maret), namun kasus aktif terbaru hanyalah sebanyak 131 ribu kasus. Telah turun lebih dari 50 persen dibandingkan kasus akhir tahun (270 ribu kasus). Dengan kata lain, rendahnya minat vaksinasi juga dipengaruhi fakta bahwa cukup perketat protokol kesehatan, maka kasus Covid-19 akan turun. Jika dengan prokes saja bisa turun, untuk apa vaksinasi?

Maka ajakan, imbauan, maupun peringatan untuk vaksinasi yang digencarkan pemerintah hanya akan dianggap angin lalu oleh mayoritas publik, seiring angka aktif Covid-19 yang terus turun.

Kondisi ini tentu akan merugikan ‘diplomasi’ vaksin yang digencarkan China. Di sinilah kita harus waspada, jangan sampai kerumunan massa mudik, maupun kerumunan massa olahraga di negeri ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mempertahankan jargon : vaksin adalah kunci, vaksin adalah game changer, dan sebagainya.

Jangan sampai kerumunan massa di Indonesia mendapat serangan biologis virus corona imbas perang dagang vaksin Covid-19.
Diubah oleh NegaraTerbaru 19-03-2021 20:49
0
836
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan