Kaskus

Story

ayuwandira05Avatar border
TS
ayuwandira05
NIKAH, YUK!
NIKAH, YUK!




“Bu, pokoknya aku mau nikah. Titik, gak pakai koma. Tapi bukan Titi Kamal, Titi Puspa, apalagi Titi Dj!”

Kusamperi bidadari yang mengenakan daster bertubuh sintal itu. Beliau melirik sekilas tak menanggapi ocehanku.

“Calonnya ganteng, kok, Bu!”

Kata Ibu, kalau tampang sudah pas-pasan, cari pasangan jangan mau yang standar, harus lebih baik dari kita. Biar bisa memperbaiki keturunan.

Ibu tetap tak menggubris ucapanku, malah makin serius sama sinetron favoritnya. Apalagi kalo bukan ikan terbang!

Kucolek lengannya, tak ada tanggapan. Malah dengan santai meraih wadah camilan.

Colek dua kali, masih sama. Kini, beliau menikmati setiap biji kripik yang masuk mulut.

“Emang dah ada calon?” Ucapan itu membuat telunjukku yang hendak mencolek pipinya mengambang di udara.

Aku terdiam sesaat, lalu beranjak mengambil HP di kamar, memeriksa galeri, memilah foto yang paling bagus. Setelah ketemu, edit dua gambar dijadikan satu terus kutunjukkan ke ibu.

“Ada dua kandidat, Bu. Cocok yang mana?”

Ibu terbelalak, hanya sebentar saja karena detik berikutnya, kening wanita yang bercita-cita ingin kurus tapi doyan ngemil ini berkerut melihat foto calon mantunya itu. Pasti terpana. Anakmu ini memang berbakat, Bu!

“Pilih yang mana, Bu?” Kuulangi pertanyaan itu sambil menopang dagu di bahu ibu.

“Kalo yang nomor satu masih singgel, kaya, muka gak diragukan lagi. Yang satu lagi udah nikah, tapi gak papalah kalo aku jadi istri kedua. Kaya juga. Bahkan mukanya di atas rata-rata, kalo ilmu agama insyaallah aman!”

Ibu mendengkus sambil menjitak kepalaku.

“Kalau emang mau nikah, belajar masak dulu yang benar! Masak sering keasinan aja ngebet kimpoi!”

“Loh, ya itu tandanya harus cepat-cepat dinikahkan, Bu. Kan pepatah sering mengatakan ‘jika anak gadis masakan sering keasinan berarti dia perlu dinikahkan'!”

“Halah! Bikin bolu masih sering bantat aja banyak gaya!” ucap beliau sambil mengibaskan tangannya tepat di mukaku. Ck! Ini muka, Bu, bukan sawang!


“Kan mereka kaya, Bu. Entar aku bisa kursus masak.”


“Tolong, ya, kalau tidur jangan terlalu di pinggir. Radak ke tengah dikit, jatuh dari kasur itu sakit. Mimpi kok tinggi amat!”


Dih!


“Ibu lupa, ya? Semua harapkan itu kan harus di awali dengan mimpi.”

“Dah sana pergi! Liat tuh akibat zalim sama istrinya sampai stroke dianya!” ucap Ibu sambil menunjuk-nunjuk gemas ke arah TV.

Aku melengos, lalu beranjak masuk kamar sambil cemberut, diiringi sound track kebanggaan ikan terbang, ciptaan Teh Rosa. Ku menangis membayangkan betapa kejamnya ibu ....

Ibu mah gitu, bukannya mendukung sambil berdoa karena doa seorang ibu pasti di kabulkan Allah, ini malah buka-buka aib! Payah emang kalau calon menantu dan anaknya ini bagaikan Bumi dan Pluto. Jauh!

Apa salahnya kalau berharap disertai doa agar aku dijodohkan sama Lee Min Hoo? Jika tak berjodoh dengannya, masih ada Salim Bahanan walaupun aku jadi istri kedua.

Terus salahku di mana?!



Aku buru-buru mematikan HP, lalu menarik selimut sampai menutupi kepala, pura-pura tidur saat mendengar suara langkah mendekat. Tak lama kemudian pintu kamarku dibuka.

“Owalah, lagi tidur.” Terdengar suara langkah ibu mendekati posisiku.

Aku mencium bau-bau tak sedap, kalau ibu sudah bertandang ke kamar.

“Luna, bangun, Ibu tadi beli mie ayam, loh.” Ibu menggoyang bahuku. Aku bergeming.



“Luna, bangun!” ucap ibu setelah menarik selimut sampai batas perut, aku menggerakkan badan lalu menutup wajah dengan lengan, seolah terganggu dengan aksi ibu.

Jangan tergoda, ini pasti jebakan dari ibu. Sejarahnya beliau mana pernah begini, pasti ada maksud terselubung ini!


“Ya sudah kalau gak mau.”

Tak lama kemudian terdengar pintu ditutup lalu suara langkah menjauh. Alhamdulillah lega selamat sentosa, merdeka!


Aku menyibak selimut dengan kaki sedikit kasar. Mulut baru saja mau mengeluarkan napas lega ketika aku melihat sosok ... ibu! Beliau bersedekap sambil bersender di pintu, tak lupa senyum menyeringai menghiasi wajah beliau seolah mengatakan ‘kena kau!’.


“Mau bohong? Tidak semudah itu ferguso!” ucap wanita yang hobi mengenakan daster bolong di bagian ketiaknya itu.



“Tolong antar ini ke rumah Pak Rt.” Ibu menyodorkan map berwarna coklat.

“Maaf, orang yang Ibu suruh sedang mager. Cobalah beberapa jam lagi,” ucapku sambil menarik selimut kembali.

“Gak mau?”


“No!”


“Benaran?”


“He-em.”


“Yakin?”


Aku mengangguk mantap.


Seperti biasa, wanita dengan seribu akal itu menawarkan pilihan.


“Semangkok mie ayam, bakso, atau sate dua porsi lontongnya sedikit, dibanyaki bawang goreng terus dikareti dua?”


Aku menatap ibu tak percaya. Bisa-bisanya menyebutkan makanan yang bikin perut meronta-ronta. Namun, aku tetap menggeleng. Kali ini tak akan tergoda dengan tawaran itu. Selain sedang berjuang diet, sangkala masih panas terik walau sudah menjelang sore, membuatku benar-benar malas keluar rumah.


“Berangkat atau coret dari KK?!”


Aku yang sudah siap memejamkan mata auto langsung terbeliak. Ck! Ancaman lama, tapi efeknya dahsyat untuk kelangsungan hidup.

Aku menunduk hormat pada ibu. “Enggih, sendiko dawuh, Kanjeng Ratu,” ucapku, sebal.
Diubah oleh ayuwandira05 17-03-2021 19:57
0
403
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan