- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Waranggono Desa Ledok Kulon


TS
giegieya
Waranggono Desa Ledok Kulon

Sumber Gambar
Suasana gempar saat warga menemukan sesosok mayat di sawah dekat bantaran Sungai Bengawan Solo. Proses identifikasi berlangsung dramatis. Ditemukan bekas tusukan di perut, tapi tidak ada identitas apa pun yang melekat di tubuhnya. Hanya kaus hitam dan celana kain panjang yang melekat di tubuhnya. Mayat itu segera di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi.
***
Gending-gending Jawa mengalun merdu, mengiringi gerak tari gemulai dari empat waranggono yang cantik jelita. Suasana rumah Pak Lurah yang tengah mengadakan acara khitan putranya begitu ramai karena mengundang kesenian tayub. Acara yang ditunggu-tunggu oleh warga karena sudah jarang sekali ada hiburan di Desa Ledok Kulon.
Malam semakin larut, barisan para penonton yang menyaksikan hanya tersisa beberapa lelaki dewasa. Botol minuman keras terhidang di atas meja, mereka sempoyongan ikut menari di antara para waranggono.
Warsinah, satu waranggono yang berparas paling ayu. Berlenggak-lenggok mengikuti irama gending, sembari tersenyum manis pada empat lelaki yang mengelilinginya. Wanita itu tak peduli meski mereka terlihat sengaja ingin memegang tubuhnya. Ia terus menari dan menari hingga dini hari. Sesekali matanya melirik pada sesosok lelaki dewasa yang duduk di kursi tamu. Lelaki yang sejak tadi terus memandangnya tanpa berkedip.
"War, iku Pak Darso minta ditemenin kamu semalam," ucap Kasdi, suami Warsinah.
"Aku capek, Mas. Baru juga pulang." Warnisah meletakkan tas jinjingnya di atas meja sembari melirik Pak Darso, juragan tembakau yang duduk di kursi sembari menghisap batang rokok. Ia lelaki yang sejak tadi memerhatikan Warsinah saat pentas di rumah Pak Lurah.
Kasdi menarik tubuh Warsinah untuk masuk ke kamar. Tanpa aba-aba, tangan kekar itu menampar Warsinah hingga wanita itu tersungkur di lantai. Darah segar mengucur dari sudut bibirnya. Nyeri, perih, tapi tak seperih hati Warsinah saat ini.
"Apa nggak cukup penghasilanku selama ini, Mas? Aku wis rela jadi waranggono. Menari, dipegang para lelaki mata keranjang itu. Sekarang, kamu masih mau menjual harga diriku?" teriak Warsinah tak terima.
Bertahun-tahun ia menjadi tulang punggung. Ia hanya menari, bukan menjual diri. Namun, suaminya yang pemabuk dan tukang judi itu seolah-olah tak terima. Penghasilan Warsinah masih terasa kurang untuknya.
"Kalau kamu gak bisa menemani Pak Darso, jangan harap bisa keluar dari kamar ini. Wanita bodoh. Pak Darso itu duitnya banyak. Kamu bisa meminta apa pun yang kamu mau," ucap Kasdi sembari membanting pintu.
Warsinah mengepalkan tangannya kuat. Lama ia hanya berdiri menatap halaman belakang rumah yang gelap gulita. Setelah suasana terlihat sepi, ia mencongkel jendela kamar mengenakan pisau kecil, kemudian wanita itu melompat. Mencoba kabur dari rumah yang ia rasa seperti neraka.
***
Warsinah berjalan melewati pematang sawah yang diterangi bias cahaya bulan. Ia lelah dengan kehidupan ini, ia ingin pergi. Pergi sejauh mungkin agar tak ada yang menekan hidupnya lagi.
"Nduk, Cah Ayu. Mau ke mana?"
Tubuh Warsinah menegang saat sebuah suara yang menyapa indra pendengarannya. Wanita itu berbalik dan menemukan lelaki berkaus hitam yang menyeringai.
"Jangan sok jual mahal. Aku sudah melihat sejak tadi tubuhmu dijamah para lelaki di pementasan tayub. Sekarang, lebih baik kau temani aku, War. Aku ingin menghabiskan malam denganmu."
Warsinah mencoba melepaskan cekalan tangan Pak Darso. Wanita itu berdecih, kemudian meludah tepat di wajah Pak Darso.
"Wanita gak tahu diuntung. Sudah bagus ada yang mau membayar mahal tubuhmu." Pak Darso berjalan maju, menarik tubuh Warsinah yang berontak.
Tubuh wanita itu terlentang di tanah dengan Pak Darso yang sudah siap melepaskan kaus merah yang Warsinah kenakan. Warsinah terus berontak, hingga membuat Pak Darso murka dan mencekik leher Warsinah hingga wanita itu mengejang menahan sakit.
Perlahan tangan Warsinah meraba saku celana jin yang ia kenakan. Masih dengan kekuatannya yang melemah, Warsinah menghunjamkan pisau yang ia gunakan untuk mencongkel jendela tepat di perut Pak Darso, berkali-kali hingga cekikan itu terlepas.
Warsinah berdiri dengan tubuh yang gemetar. Wanita itu terbatuk-batuk. Napasnya terengah-engah bersamaan dengan keringat dingin yang terus keluar. Ia pembunuh. Batinnya berteriak marah saat melihat Pak Darso sudah tak sadarkan diri. Warsinah berlari ke bantaran Sungai Bengawan Solo. Melempar pisau yang masih ia pegang ke dalam sungai.
Gugup ia turun untuk membasuh tangannya yang masih berlumuran darah. Mencoba menghilangkan jejak pembunuhan itu. Ia tak mau berakhir di penjara. Ia membunuh Pak Darso karena tak sengaja. Wanita itu masih berjongkok, menggosok-gosok tangannya dengan air sungai yang berwarna kecokelatan. Namun, tiba-tiba semuanya gelap bersamaan dengan napas Warsinah yang terasa sesak. Samar-samar ia melihat seseorang. Seorang lelaki yang berdiri di bantaran sungai. Berkacak pinggang sembari menyeringai. Lambat laun, paru-paru Marsinah telah penuh terisi air. Marsinah memejamkan mata hingga tubuhnya tak lagi terasa. Tubuh itu hanyut bersama aliran Sungai Bengawan Solo.
Nganjuk, 11 Maret 2021
Diubah oleh giegieya 13-03-2021 06:25






namakuve dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.8K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan