Kaskus

Story

mungkaAvatar border
TS
mungka
Sang Pangeran
Pada zaman dahulu kala, di sebuah negeri yang jauh letaknya, hiduplah seroang pangeran muda. Sang Pangeran adalah pewaris dari kerajaan yang kaya raya dan makmur alamnya. Semua orang sangat berharap kepada Sang Pangeran untuk bisa segera memimpin negeri ini.

Sang Pangeran

Sang Pangeran adalah orang yang cerdas. Dia ahli dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi, pertanian, budaya, bahasa, bahkan militer. Diumurnya yang masih muda, Sang Pangeran bahkan sudah berhasil menemukan teknik pengairan terbaru untuk persawahan di seluruh negeri. Penemuannya ini melambungkan hasil pertanian. Roda ekonomi berputar cepat. Semua rakyat merasa sangat gembira dengan hasil panen yang tidak terduga-duga.

Kehebatan Sang Pangeran sudah tidak dapat diragukan lagi. Selain cerdas, Sang Pangeran adalah orang yang dermawan. Tutur bahasanya lemah lembut. Wajahnya yang tampan juga banyak membuat para wanita-wanita dari kalangan bangsawan berebut untuk menikahinya. Tidak ada yang kurang secuilpun dari Sang Pangeran.

Waktu berlangsung sangat cepat. Negeri yang ditinggali Sang Pangeran sudah menjadi negeri yang sejahtera. Dibandingkan dengan negeri-negeri lainnya, negeri tempat Sang Pangeran hidup adalah negeri yang terkaya serta terkuat. Banyak raja-raja dari negeri-negeri tetangga yang menawarkan kerja sama, baik dalam bidang ekonomi maupun militer.

Dengan banyaknya kerja sama dengan negeri asing, Sang Pangeran sudah merasa puas. Sang Pangeran yakin bahwa negerinya akan menjadi penengah jika terjadi sebuah konflik di negeri lain. Setidaknya, pikir Sang Pangeran, dia bisa menfokuskan hidupnya untuk menjadi musisi.

Ya, walaupun Sang Pangeran adalah orang yang cerdas, serta banyak orang yang berharap dia menjadi raja selanjutnya, Sang Pangeran tidak pernah berpikiran sama. Tujuan hidupnya bukanlah untuk menjadi penguasa negeri. Dia selalu ingin menjadi musisi yang bisa mengembara jauh. Baginya, menghibur masyarakat dengan musik adalah hal yang istimewa.

Pernah suatu waktu, Sang Pangeran pergi keluar istana dengan membawa seruling di tangannya. Dia berjalan menyusuri kota dengan jubah hitam untuk menutupi wajahnya. Sang Pangeran terus berjalan sampai ke pinggiran kota. Di sana, di pinggiran kota itu, sawah terbentang luas. Warnanya kuning, pertanda akan segera panen. Sang Pangeran memilih duduk di bawah pohon yang rindang daunnya. Sejuk sekali waktu itu, angin berembus pelan membasuh wajah tampan Sang Pangeran. Diangkatnya seruling yang dibawa Sang Pangeran, lalu didekatkan ke bibirnya. Alunan merdu seruling yang dimainkan Sang Pangeran terdengar sayup-sayup sampai ke telingan para petani. Entah sihir apa yang dilakukan Sang Pangeran waktu itu, para petani yang mendengar permainan seruling Sang Pangeran, tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Bunyi indah yang menari-nari di telinga mereka sangat menyentuh hati. Sejak itulah, Sang Pangeran bertekad untuk terus menjadi musisi. Mengembara ke satu negeri ke negeri yang lain demi hanya untuk menghibur masyarakat dengan musiknya.

Keputusan Sang Pangeran segera diketahui oleh Baginda Raja. Baginda Raja menjadi sedih ketika Sang Pangeran berkata bahwa dirinya ingin menjadi musisi ketimbang menjadi penguasa negeri. Baginda Raja berpikir, siapa yang akan melanjutkan kerajaan ini jika bukan anaknya, Sang Pangeran. Bagaimana nasib negeri ini jika darah dagingnya sendiri menolak untuk melanjutkannya. Pertanyaan-pertanyaan muncul di kepala Baginda Raja.

Di suatu malam yang tenang, dipanggillah Sang Pangeran untuk menghadap ke Baginda Raja.

"Anakku, tidak bisakah kau ubah keputusanmu itu?" Baginda Raja bertanya. Suaranya bergetar. Ada kesedihan tersimpan di setiap kata-katanya.

"Hormatku kepadamu, wahai Baginda Raja. Keputusanku sudah bulat." Sang Pangeran menjawab.

"Janganlah kau panggil aku dengan sebutan itu sekarang. Saat ini, kau sedang berbicara dengan ayahmu, orangtuamu." Baginda Raja berkata lagi. Suaranya semakin pelan. Diumurnya yang sudah memasuki kepala tujuh, Baginda Raja masih memiliki kharisma yang menawan.

"Maafkan aku, Ayahanda, tapi keputusanku sudah tidak tergoyahkan. Aku hanya ingin Ayahanda mendukung setiap keputusanku." Sang Pangeran menatap lekat-lekat mata Baginda Raja.

"Wahai anakku yang tercinta, siapa yang akan memimpin negeri ini jika kau memutuskan menjadi pengembara? Tidak pernahkah terpikirkan olehmu masalah yang muncul jika kau pergi? Tidakkah kau bayangkan perebutan kekuasaan yang terjadi jika tiba-tiba aku meninggal tanpa adanya pewaris tahta?" Baginda Raja mengusap wajahnya. Wajah tuanya terlihat kebingungan.

"Aku sudah memikirkan itu semua, Ayahanda. Aku tahu akibat yang akan terjadi." Sang Pangeran menjawab. Hatinya masih teguh untuk menjadi pengembara.

Baginda Raja menghela napas pelan. "Lantas, jika kau mengetahuinya, anakku, kenapa kau memilih menjadi pengembara?"

"Karena aku memiliki solusinya, Ayahanda." Sang Pangeran tersenyum. "Solusi yang akan menghilangkan kebingungan Ayahanda akan pewaris tahta."

Alis Baginda Raja mengerut. "Apa itu, wahai anakku?"

"Adakan pemilihan. Pemilihan untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Aku pernah membaca buku tentang adanya sistem ini, Ayahanda. Ada sebuah negeri jauh di sebelah barat yang menemukan sistem ini. Mereka menyebutnya demokrasi. Sebuah sistem di mana rakyat yang memilih langsung siapa yang akan memimpin mereka. Yang terpilih pun tidak akan menjadi pemimpin sampai akhir hayatnya. Tidak, Ayahanda. Mereka akan memimpin dalam kurun waktu tertentu. Pergerakan para pemimpin akan tetap terbatas dengan adanya sebuah dewan. Aku yakin, Ayahanda, hal ini jika kita lakukan sekarang, akan menguntungkan kita. Aku selalu terpikir akan adanya sebuah revolusi yang pada akhirnya akan menjatuhkan semua sistem monarki yang ada di dunia. Inilah jalannya, Ayahanda." Sang Pangeran menjawab panjang lebar. Matanya berbinar ketika menyampaikan gagasannya.

"Kau yakin, anakku?" tanya Baginda Raja. Ada rasa keraguan yang muncul di benaknya.

"Aku selalu yakin, wahai Ayahanda." Sang Pangeran tersenyum lembut.

Baginda Raja menyandarkan badannya ke singgasananya. Dia sedang berpikir. Baginda Raja tahu akan kejeniusan anaknya ini. Tentu saja dia tidak meragukan setiap kata yang dikeluarkan Sang Pangeran. Matanya tertutup ketika masih berpikir. Baginda Raja mendeham pelan.

"Aku selalu percaya akan gagasanmu, wahai anakku. Biarkan orang tua ini memohon bantuanmu sekali ini saja. Kau yang akan bertanggung jawab dalam pemilihan ini. Setelahnya, kau bisa bebas pergi berkelana.

"Aku tidak akan mengecewakanmu, Ayahanda." Sang Pangeran menjawab mantap.

***

Sepuluh bulan telah berlalu semenjak Sang Pangeran meninggalkan negerinya dan menjadi seorang pengembara. Dia telah meninggalkan negerinya kepada orang yang dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan itu berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang Sang Pangeran rencanakan. Baginda Raja bisa pensiun dengan tenang. Orang tua itu kini menghabiskan masa tuanya dengan bersantai di rumah peristirahatannya yang terletak di sebuah bukit yang indah.

Sang Pangeran kini sedang duduk berhadapan dengan cakrawala. Ombak menari-nari. Aroma asin garam menggelitik hidungnya. Seperti biasa, tangannya masih menggengam sebuah seruling. Perjalanan jauhnya akan segera dimulai.
gajah_gendutAvatar border
giegieyaAvatar border
apepamruAvatar border
apepamru dan 2 lainnya memberi reputasi
1
446
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan