- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Keilmiahan Disinformasi Vaksin Bukan Hoax, Bengak !


TS
NegaraTerbaru
Keilmiahan Disinformasi Vaksin Bukan Hoax, Bengak !
Spoiler for Vaksin:
Spoiler for Video:
Pemerintah terus berupaya agar program vaksinasi Covid-19 berhasil. Upaya tersebut kini terganjal oleh maraknya informasi hoaks yang beredar di media sosial. Pada 23 Februari 2021 lalu, Koordinator Pengendalian Internet Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Anthonius Malau mengatakan bahwa pihaknya saat ini telah mengidentifikasi ratusan isu hoaks tentang vaksin Covid-19 yang tersebar di media sosial. Beragam hoaks tersebut pun sudah diturunkan oleh Tim AIS Kominfo.
Aanthonius melihat kecenderungan peningkatan hoaks soal vaksin Covid-19 akan berdampak serius jika tidak ditangani. Seperti penolakan masyarakat terhadap program vaksin pemerintah.
Untuk menangani konten hoaks vaksin Covid-19 di media sosial, Kominfo menggandeng berbagai lembaga antara lain kepolisian dan Kementerian Kesehatan.
Sumber : Antara News[Kominfo libatkan berbagai lembaga tangani hoaks vaksin]
Namun kini agaknya masih banyak masyarakat yang menolak vaksinasi. Pasalnya, pada 3 Maret 2021, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mendesak Kominfo beserta Kepolisian menyelidiki dan mengusut tuntas maraknya narasi terkait anti vaksin di medsos.
"Narasi tersebut diduga terkoordinasi dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dan informasi yang disebarkan merupakan hoax. Aparat harus dapat mengungkap dan menangkap para pelaku serta memberikan sanksi tegas, Jangan sampai masyarakat menjadi takut dan tidak mau melakukan vaksinisasi," kata Azis.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah menggencarkan sosialisasi mengenai manfaat dan pentingnya vaksinasi Covid-19.
Sumber : INews [Marak Kampanye Antivaksin Covid-19, DPR Minta Polisi-Kominfo Tindak Tegas]
Penulis memahami betapa frustasinya pemerintah. Bila vaksinasi gagal, tentu kekebalan kelompok tidak dapat tercapai. Padahal pemerintah telah mengeluarkan dana besar untuk program vaksin. Namun harus dipahami pula keengganan sebagian masyarakat terhadap vaksin yang difasilitasi pemerintah telah tertanam sedari awal.
Kita menyadari bahwa pergerakan informasi mengenai Covid-19 sangat dinamis. Pernyataan yang sebelumnya diterima sebagai kebenaran, belum tentu akan tetap menjadi kebenaran. Perubahan informasi membuat pemerintah acap kali salah langkah menangani pandemi.
Itulah mengapa berbagai penanganan pandemi oleh pemerintah berubah-ubah, mulai dari plin-plan terkait penggunaan klorokuin sebagai obat pasien covid, memaksakan penggunaan rapid tes antibodi ‘canggih’ dari China yang ternyata tidak efektif mendeteksi virus corona, hingga keputusan membeli vaksin Sinovac yang saat itu bahkan belum lolos uji klinis tahap tiga.
Rentetan penanganan pandemi yang inkonsisten ditambah sentimen negatif terhadap produk China, diperparah pula dengan penyebaran informasi asimetris tentang Covid-19 di masyarakat berakibat rendahnya penerimaan masyarakat terhadap vaksin.
Berdasarkan survei yang dikeluarkan Kemenkes pada November 2020 lalu, sekitar 65 persen masyarakat Indonesia menyatakan bersedia menerima vaksin Covid-19 jika disediakan pemerintah, sedangkan 8 persen menolak dan 27 persen sisanya ragu-ragu.
Alasan penolakan bermacam-macam. Seperti ketidakyakinan akan keamanannya, tidak yakin efektif, takut efek samping, tidak percaya vaksin, hingga keyakinan agama. Berdasarkan survei tersebut, mayoritas masyarakat menolak vaksin Covid-19 karena tidak yakin dengan keamanannya, dan tidak yakin vaksin akan efektif.
Jika pemerintah ingin program vaksinasi sukses, maka mereka yang ragu menerima vaksin harus diyakinkan agar 70 persen rakyat Indonesia berhasil divaksinasi sehingga terbentuklah herd immunity.
Sumber : Covid19 [Survei Penerimaan Vaksin COVID-19 di Indonesia]
Upaya pemerintah saat itu adalah sosialisasi tentang vaksin dan memberikan label hoaks terhadap berbagai informasi yang merugikan program vaksinasi.
Ternyata masyarakat makin menolak vaksin Covid-19. Pada 21 Februari 2021 lalu Indikator Politik Indonesia (IPI) mengeluarkan survei kebersediaan masyarakat Indonesia divaksin Covid-19. Ternyata hasil survei menunjukkan hanya 55 persen masyarakat yang bersedia divaksin. Kemudian sebanyak 41 persen responden tidak bersedia, sedangkan sisanya yakni 4,2 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
“Data kami menunjukan, survei Indikator 1 sampai 3 Februari yang mengatakan sangat bersedia itu 15,8 persen, cukup bersedia 39,1 persen, kalau saya jumlah itu kurang lebih 55 persen,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
Burhanuddin memaparkan, survei dilakukan setelah Presiden Jokowi divaksin. Namun efek vaksinasi presiden hanya mampu menurunkan ketidakbersediaan masyarakat divaksin sebesar 2 persen. Sebagai informasi, survei ini juga dilakukan pada bulan Desember 2020, saat itu ada 43 persen responden yang menolak divaksin.
Sumber : Kompas [Survei Indikator Politik: Hanya 55 Persen Masyarakat yang Bersedia Divaksin]
Lantas apakah fenomena seperti ini mutlak karena hoaks yang beredar di masyarakat? Apakah informasi hoaks sebegitu dahsyatnya hingga tak mampu dikalahkan oleh sosialisasi vaksin yang selama ini pemerintah lakukan?
Sepertinya tidak. Informasi mengenai vaksin menyebar luas. Termasuk vaksin lain yang berada di luar program vaksinasi gratis pemerintah. Bukankah pemerintahan Jokowi telah menyediakan berbagai merk vaksin untuk masyarakat? Tak hanya vaksin Sinovac. Ada AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Novavan, dan Pfizer.
Namun yang saat ini beredar di masyarakat (disuntikkan ke garda terdepan, pejabat dan pekerja publik, hingga lansia) adalah vaksin gratis dari pemerintah, yakni Sinovac. Uniknya vaksi Sinovac belum dipercaya oleh beberapa negara maju seperti Jepang dan Singapura.
Tengok saja Jepang yang menganggap vaksin Sinovac tidak dapat dipercaya. "Kita tidak bisa mempercayai vaksin Sinovac dari China karena sangat sedikit data yang diungkap. Jadi hampir tidak bisa dipercaya," papar dokter Hiroyuki Moriuchi, seorang Doktor dan Profesor Universitas Nagasaki yang juga Direktur Kelompok Sains Vaksin Jepang dan Direktur Kelompok Sains Virus Jepang pada 24 Februari 2021 lalu.
Informasi yang kurang tentang Sinovac diperparah pula dengan tingginya peluang muncul efek samping seperti sakit, panas, dan kekakuan.
Namun bila data vaksin Sinovac dibuka lebar-lebar dan setelah digunakan vaksin dapat terbukti efektif dalam jumlah yang bisa dipertanggungjawabkan, maka vaksin tersebut bisa ditinjau lebih lanjut.
Itulah sebabnya Jepang lebih mempercayai Pfizer, Moderna dan AstraZeneca karena semua data lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan serta diakui kalangan vaksin internasional di banyak negara, termasuk oleh WHO.
Vaksin China tersebut sebenarnya sempat masuk diam-diam dan digunakan seorang bos IT terkenal Jepang. Tapi hingga kini dia tidak berkomentar apa pun. Hal ini tentu jadi pertanyaan banyak orang. Kalau vaksinnya bagus dia pasti akan berkomentar. Tapi kalau diam saja tandanya ada yang tidak beres dengan vaksin China itu.
Sumber : Tribunnews [Jepang Menganggap Vaksin Sinovac China Tidak Dapat Dipercaya]
Begitu pula dengan Singapura yang belum menyetujui penggunaan Sinovac, padahal negeri Merlion itu telah menyetujui vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna. Profesor Teo Yik Ying, dekan National University of Singapore Saw Swee Hok School of Public Health mengatakan sebenarnya efikasi Sinovac telah melewati ambang batas 50 persen yang ditetapkan WHO. Akan tetapi keefektifan Sinovac sangat bervariasi, terlihat dari hasil klinis berbagai negara yang menggunakannya, dengan kisaran 50,4 persen – 91,3 persen. Sehingga data klinisnya harus dievaluasi terlebih dahulu.
Sumber : Straittimes [Singapore's Covid-19 vaccination drive boosts hopes for some normalcy]
Lantas apakah jika Indonesia menggunakan merk lain selain Sinovac ataupun produk China, masyarakat akan menerima? Belum tentu juga.
Hal ini mengingatkan kita akan perbedaan aturan penggunaan vaksin AstraZeneca yang antara Perancis dengan Kanada.
Kanada tidak menyarankan orang berusia 65 tahun ke atas disuntik vaksin dari Inggris itu. Komite Penasihat Nasional Kanada tidak menyarankan pemberian AstraZeneca karena kurangnya informasi tentang kemanjuran vaksin AstraZeneca pada kelompok usia tersebut.
Hal ini berbeda dengan Pemerintah Perancis yang menyatakan orang tua, bahkan dengan penyakit bawaan bisa mendapatkan vaksin AstraZeneca.
Jika pada akhirnya AstraZeneca digunakan pada lansia dengan komorbid di Indonesia, tentu akan ada masyarakat yang menolaknya bila mengacu pada kebijakan pemerintah Kanada. Padahal masing-masing negara mungkin memiliki uji klinis atau data tersendiri yang menyebabkan mereka memberlakukan syarat yang berbeda dalam penggunaan vaksin.
Sumber : Republika [Kanada: Vaksin AstraZeneca Tidak untuk 65 Tahun ke Atas]
Sumber : Kompas [Perancis Beri Izin Vaksin AstraZeneca untuk Usia di Atas 65 Tahun]
Berdasarkan paparan tersebut kita dapat simpulkan bahwa penolakan vaksin oleh masyarakat tidak semata-mata karena disinformasi atau hoaks. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin yang tengah diberikan pemerintah bisa jadi imbas dari persaingan dagang vaksin.
Serupa dengan membeli mobil. Orang-orang akan lebih memilih merk Jepang ketimbang merk negara lain, misalkan China. Apakah preferensi itu karena sentimen rasial? Tidak. Konsumen melihat rekam jejak sebuah produk sebelum memutuskan untuk menggunakannya. Secara logika, ketika AstraZeneca atau Moderna dengan terbuka memaparkan data dari proses pengembangan vaksinnya, tentu orang akan lebih percaya ketimbang Sinovac yang tertutup. Pepatah mengajarkan kita agar tidak membeli kucing dalam karung.
Jika pemerintah ingin masyarakat tidak terpengaruh disinformasi ataupun hoaks, maka ada baiknya seluruh data tentang Sinovac yang diketahui pemerintah sehingga mau menggunakan vaksin tersebut, dipaparkan ke publik. Dengan sendirinya para ahli klinis akan berkomentar tentang keampuhan vaksin Sinova. Secara otomatis, jika para ahli memberikan respon positif maka resistensi masyarakat terhadap vaksin Covid-19 akan berkurang.
Diubah oleh NegaraTerbaru 05-03-2021 23:44




riodgarp dan yeduoka memberi reputasi
0
700
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan