Kaskus

Story

batzforumAvatar border
TS
batzforum
Rela, Hanya Itu Yang Bisa Kulakukan!
"Kisah ini dimulai sejak TS masuk SMA (8 Tahun lalu). Cinta yang terpendam selama hampir 3 tahun, demi menjaga persahabatan dengan kedua teman yang juga menyukai wanita yang sama."


Pada saat itu aku adalah seorang siswa SMA kelas 1 biasa yang memiliki perasaan terhadap teman sekelas yang juga satu organisasi dengan saya. Entah darimana perasaan ini muncul, tapi satu yang pasti, aku tidak berani untuk mengutarakannya. Bukan tanpa sebab, hal tersebut kulakukan karena mengetahui jika "Perempuan" yang kusuka ini sedang menyukai teman dekatku.

Sebut saja perempuan yang kusuka ini dengan inisial "A", dan untuk teman lelaki yang disukai si A adalah "D". Ya, dan kami bertiga itu teman sekelas. Karena A menyukai D, dan dirinya sering bercerita dengan teman perempuannya tentu hal tersebut terdengar sampai kupingku. Bagaimana tidak, setelah bercerita bersama teman perempuannya saja, A mendatangiku yang sedang sendirian dengan menceritakan bahwa dirinya menyukai D.


Mendengar hal tersebut tentu perasaanku tersakiti, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena aku bukanlah siapa-siapa. Menganggapi hal yang dibicarakan A, aku menjawab sesuai dengan yang ia ceritakan. Sambil menceritakan tentang perasaannya dan bagaimana dia menyukai D, dirinya menanyakan kepadaku selaku teman dekat D tentang hal-hal seputar si D. Baik dari makanan kesukaan, hobi, tipe wanita dan lainnya.

Jujur saja, walaupun berat tapi aku tetap menjawab dengan baik dan sesuai dengan pertanyaannya, karena disatu sisi aku tidak ingin membuat jarak dengan si A karena aku tidak merespon cerita dan pertanyaannya tentang D. Disaat itu aku berfikir "Jika aku tidak bisa memilikinya, berada di dekatnya dan menjadi teman ceritanya pun tidak masalah bagiku", itulah yang terbesit dipikiran egois anak SMA sepertiku. Begitulah hari-hari yang kulewati sejak kelas 1 SMA, menjadi teman "curhat dan pemberi kabar" kepada A (Perempuan yang kusukai) tentang D (temanku yang si A sukai).


Sebagai remaja yang baru merasakan cinta, pergi ke sekolah tiap harinya merupakan hal yang membahagiakan bagiku walaupun aku tidak bisa memiliki menjadi "pacar" A. Karena tanpa mendekati dia pun, aku dengan A semakin dekat tiap harinya karena dia selalu bercerita dan menanyakan tentang D, baik itu istirahat juga saat pelajaran. Bahkan saat sepulang sekolah, kami selalu mengirim pesan via "Whatssapp" dan bercerita tentang topik yang sama. Walaupun membahas topik yang membosankan, aku tetap suka membalas chat dari A.

Sampai tiba waktunya aku merasa seperti seorang yang selalu berada di dekat bintang tapi tidak bisa menggapainya, aku pun bercerita kepada D tentang A. Disitu aku memberitahu tentang perasaan A kepada D, namun D sudah mengetahui nya dan dia malah acuh tak acuh tentang A. Disitu aku mengira jika A bukanlah tipe D, tapi bukan, melainkan karena D baru sana putus dengan kekasihnya sejak masjk SMA, dan D masih berharap pada nya.

Melihat aku sedang bercerita dengan D, sontak A mendatangiku sepulang sekolah dan menanyakan tentang apa yang aku dan D ceritakan. Dan aku menceritakan apa yang aku dengar dari D, dan itu membuat A menangis sedih. Aku sebagai pria yang menyukai A tentu tidak tega melihatnya menangis. Maka dari itu aku mengatakan satu hal yang menyemangatinya yaitu "Sudah tak usah dipikirkan, aku akan mendukungmu kok, pasti D akan melupakan mantannya dan beralih padamu". Entah kenapa, kata-kata yang keluar dari mulutku itu masih kuingat sampai saat ini.

Dengan berbagai cara, aku berusaha menjadi "Cupid" untuk mereka berdua. Mengatur jadwal jalan, mengatur agar menjadi teman sekelompok dan lainnya yang bisa dibilang itu adalah hal bodoh yang kulakukan. Kenapa? Karena aku sedang berusaha menyatukan A dan D yang dimana aku juga mencintai A. Tapi karena aku sadar jika aku bukanlah yang A sukai, aku hanya bisa membuatnya bahagia walaupun itu bukan bersamaku. Dan peranku sebagai "Cupid" berjalan hingga 4 bulan, dan akhirnya mereka resmi "berpacaran".

Hari dimana A mengirim chat kepadaku yang isinya "Aku sudah jadian dengan D" itu membuat dadajy terasa sakit. Bukan sakit secara fisik, tapi sakit yang tidak bisa dijelaskan bagaimana rasanya. Dan disitu aku berfikir jika inilah yang namanya sakit hati, dimana rasanya benar-benar sakit. Kemudian hari-hari ku disekolah berjalan dengan berbeda dari sebelumnya. Dimana sebelumnya aku selalu bersama A, baik itu bercerita maupun pergi berdua selama disekolah menjadi melihat adegan orang yang kucintai selalu bersama teman dekatku. Sakit, tapi aku hanya bisa senang karena melihatnya tersenyum.

Merelakan itu memang tidak mudah dan sakit rasanya, tapi itulah yang kualami selama 6 bulan di sekolah. Kenapa 6 bulan? Karena hubungan A dan D kandas dalam waktu 6 bulan. Dan di saat itu, A memutuskan untuk tidak mau memulai hubungan pacaran lagi, melainkan fokus sekolah hingga kuliah, barulah dia mencari pasangan. Dan aku mengerti, dan aku tidak mau mengganggu keputusannya dengan perasaan ku ini. Hubungan yang kandas itu kugunakan untuk menenangkan dan menjadi teman curhat A seperti sebelumnya. Karena aku berfikir sangat tidak baik jika aku menyatakan perasaanku yang terpendam ini saat A, wanita yang kusukai sedang berada dalam kesedihan.


Berbagai hal kulakukan untuk menghibur A yang hanya menganggapku sebagai seorang "teman baik". Dia selalu mengatakan aku sangat baik dan juga mengatakan, andai D sepertimu. Disitu aku diam sejenak dan berfikir, "Kenapa harus D yang sepertiku? Bukankah aku selalu bisa menjadi aku untukmu?" Namun, kata-kata itu hanya kupendam dan tidak ku ungkapkan. Walaupun begitu, aku dan A melalui hari-hari selanjutnya disekolah seperti biasa yaitu selalu bersama tanpa ada ikatan.

Aku dan A sangat dekat bukan hanya karena kami satu kelas dan sering bercerita, melainkan juga karena aku dan A berada di 1 organisasi sekolah, sebut saja OSIS. Di OSIS, ternyata ada juga seorang temanku yang menyukai A. Dan karena dia selalu melihatku bersama A, Dia menanyakan hal-hal tentang A kepadaku. Sebut saja teman OSIS kunyang menyukai A ini adalah R.

Dan lagi, kali ini aku harus mengalah kepada R untuk menyatakan cinta kepada A, karena aku memiliki rasa segan terhadap teman. Bukan takut terhadap R, aku memendam perasaanku karena aku tidak ingin merusak hubungan pertemananku dengan R. Dan akhirnya, R mendekati A. Namun, A bercerita padaku tentang R yang mendekatinya. Dan aku menjawab, "iya, aku tahu. Aku akan menceritakannya samamu". Dan setelah itu, aku menceritakan apa yang diceritakan R tentang A kepada A. Memang dari awal A tidak suka dengan R, jadi akulah yang menjadi pembatas diantara kedekatan mereka berdua. Dan kedekatan mereka tidak terlalu lama, karena A tidak merespon R yang terus-terusan mengejar A.

Hari-hari kulewati seperti biasa disekolah dengan selalu bersama A, dan tanpa ada ikatan cinta. Memang banyak orang baik itu teman sekelas, teman kelas lain, adik kelas, bahkan teman organisasi yang mengira kami ini berpacaran, memang aku berharap begitu sih tapi kenyataannya tidak, karena aku hanyalah teman dekat yang menjadi penasihat, juga pelindung A dari laki-laki lain yang menurutku tidak baik. Kebersamaan kami di SMA menuju masa akhir, dimana itu adalah hari-hari sebelum UN dan juga pembukaan tes di berbagai perguruan tinggi.


Di jembatan yang selaku disebut "Jembatan Cinta" oleh anak-anak sekolah, aku mengajak A pergi kesana disaat pulang sekolah dan bercerita tentang masa-masa SMA yang sudah kami lalui. Banyak hal yang kami ceritakan, baik tentang hubungannya dengan D, kedekatannya dengan R dan momen lain yang sangat panjang jika harus diceritakan. Hingga tiba waktunya suasana hening, karena kehabisan cerita. Langit mulai berubah menjadi oranye, dan angin berhembus pelan. Dikesunyian itu aku menarik nafas dalam-dalam sambil memberanikan diri untuk bercerita tentang perasaanku yang sesungguhnya.

Aku memanggil namanya, dan dia menjawab "Ya?". Lalu aku menyambung, "Aku mau mengatakan tentang sesuatu, tapi jangan kaget ya?". Disitu dia tertawa, karena aku ini selalu menceritakan hal-hal lucu yang mengagetkan, mungkin itu yang ada dipikirannya saat aku berbicara seperti itu. Lalu dia menjawab "Mau ngomong apa?" Dan aku langsung menjawab "Sebenarnya aku dari dulu, dari kelas 1 SMA udah jatuh cinta padamu". Seketika hening, dan A tertawa. Namun wajah seriusku membuat dirinya berhenti tertawa dan mengatakan "Serius? Ini beneran? Lu bercanda kan?"

Mungkin A kaget dengan pernyataanku ini, namun itulah yang sebenarnya kurasakan, dan aku menjawab "Iya, sebenernya sejak si D suka samamu, aku juga udah dari sebelum itu suka samamu". Lalu A berkata "Terus kenapa ga bilang? Kenapa malah bantu aku untuk jadian sama D?". Sambungku "Aku udah pernah liat kamu nangis karna pengakuan D yang masih teringat mantan, aku ga tega. Makanya aku berusaha membuat kamu tersenyum dengan cara mengorbankan perasaan yang harusnya disampaikan sejak dulu. Selain itu aku juga gamau hubungan pertemanan hancur karena 2 orang pria menyukai perempuan yang sama". Mendengar kata-kataku itu, air mata A perlahan menetes.

Dirinya sedih terharu dan mengatakan "Kok aku selama ini gasadar ya. Harusnya aku sadar, soalnya kamu selalu baik samaku, selalu ada buatku, selalu bantuin aku, selalu bikin aku ketawa. Kamu harusnya bilang dari awal dong". Lalu air mata A menetes semakin deras, dan aku menjawab "Gapapa kok, yang penting selama aku ada di sisimu sejak dulu saja udah membuatjy bahagia kok, bahagia tanpa ikatan walaupun sakit tapi itu tetap membuatku terus berada disampingmu". Obrolan semacam sinetron ini memang benar-benar terjadi, dan itu masih ada di benakku hingga saat ini.

Disitu diriku sudah tidak peduli tentang menjadi pacar A. Karena bagiku dekat seperti ini saja sudah sangat membuatku bahagia. Suasana hening di sore hari itupun didukung oleh daun pohon yang berguguran di sekolah kami, dimana daun tersebut berterbangan oleh angin sampai ke jembatan cinta tempat aku dan A berbicara. Usai mendengar semua kejujuran tentang perasaan yang aku pendam ini, A mengatakan "Terimakasih ya udah menyukaiku, aku bener-bener ngerasain gimana rasanya disukai dan dicintai samamu. Kurasa perlakuanmu ini merupakan bentuk cinta sesungguhnya, yang tidak ingin melukai siapapun, namun malah melukai dirimu sendiri."

Mendengar itu aku mengatakan "Maaf aku kurang berani untuk bilang lebih awal, dan terimakasih karena sudah menjadi teman dekat selama ini." Suasana itu pun membuat hatiku semakin sedih, entah kenapa tapi aku juga ikut menangis kecil. Dan tiba-tiba A berkata "Seandainya kamu bilang dari awal, mungkin kita akan jadi pacar. Dan mungkin akan jadi musuh setelah putus. Aku bersyukur disukai kamu". Aku menjawab "Ya, tidak masalah bagiku, yang penting selama di SMA ini kita selalu bersama, itu sudah cukup bagiku. Kali ini aku mengutarakan kejujuran hatiku yang kupendam sejak dulu, tapi diriku gak mau merubah suasana ini menjadi berbeda. Maksudnya aku tidak mau membuat kedekatan kita ini jadi berubah karena ada status "pacar". Aku paham betul kenapa kamu tidak mau menjalin hubungan lagi, dan aku hargai itu".


Setelah mengatakan hal itu, aku dan A tetap menjadi teman baik, dimana hanya A seorang yang mengetahui perasaanku padanya. Walaupun begitu, dia tidak berubah dengan memberi jarak. Melainkan bertindak seperti biasa, seperti saat dulu kami selalu bersama.

Cinta dalam diam, walaupun tak bisa memiliki tapi kebersamaan dengan perempuan yang disukai itu membuat bahagia.

Sumber Tulisan : Tulisan Pribadi dan Pengalaman Pribadi
Sumber gambar sudah dicantumkan
Diubah oleh batzforum 03-03-2021 16:14
0
269
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan