Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Perpres minol, bayang-bayang alat pembunuh orang Papua
Perpres minol, bayang-bayang alat pembunuh orang Papua


Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Dewan Adat Papua atau DAP hasil Kongres Luar Biasa Masyarakat Adat di Lapago menilai Peraturan Presiden 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal adalah alat legal untuk menghancurkan kehidupan orang asli Papua (OAP).

Pernyataan itu disampaikan Ketua umum Dewan Adat Papua (DAP), Dominikus Surabut, melalui rilis pers yang diterima Jubi, Senin (1/3/2021).

Kami yakini perpres ini by design Jakarta begitu jitu dan frontal untuk menghancurkan Bangsa Papua. Kami tegas dan tolak penanaman modal industri minuman keras,” tegas Surabut.

Kata dia, karena minuman beralkohol menjadi ancaman besar kelangsungan hidup generasi muda sehingga DAP telah mengkampayekan untuk melarang memproduksi, menjual, dan mengkonsumsi di atas Tanah Papua sejak 2000.

Namun, lanjut Surabut, Jakarta secara sadar dan sepihak melegalkan PERPRES nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal termasuk di dalamnya Industri minuman beralkohol.

“Saya percaya ini sebagai bentuk justifikasi bahwa OAP sebagai bangsa peminum dan pemabuk harus dimusanakan atau slow motion genocide,” ungkapnya.

Minuman Beralkohol dan Nasionalisme

Kata Surabut, PERPRES nomor 10 Tahun 2021, salah bentuk penjajahan untuk mempertahankan eksistensi nasionalisme NKRI di Tanah Papua.


“Mental dan moral OAP dihancurkan melalui minuman keras, sehingga penindasan ini dapat memuluskan penguasaan ekonomi, termarginalkan nya masyarakat adat (gunung, pantai, dan lembah), hancurkan SDM, secara sadar menghilangkan budaya dan adat istiadat dan menjadikan manusia Papua kehilangan identitas adatnya,” ungkapnya.

Kata dia, protes ini bagian dari sistem pembangunan yang menghancurkan peradaban dan menciptakan konflik horisontal di Papua.

Mengulang Sejarah Dunia

Kata Surabut, dampak pepres ini akan mereposisi masyarakat adat. Masyarakat adat sedang menuju pemusnahan ras, seperti pemusnahan paling mengerikan yang pernah terjadi di dunia.

“Suku asli di Australia adalah Aborigin. Suku asli New Zealand adalah Maori. Namun kini penduduk di Australia didominasi ras kulit putih Eropa,” ungkapnya.

Kata dia, dulu Australia dan New Zealand hanya tempat pembuangan tahanan dari Inggris dan tempat berburu orang-orang Eropa, khususnya Inggris.

“Semakin banyaknya narapidana yang dibuang, semakin banyak yang berburu, membuat Negeri Kangguru itu dipenuhi ras kulit putih. Kondisi ini akhirnya menimbulkan konflik ras pendatang dengan suku asli,” ungkapnya.

Kata aia, jumlah orang-orang asli ini semakin lama semakin menyusut karena pembunuhan dan penganiayaan. Selain itu juga, warga Aborigin diberikan minuman dalam jumlah yang besar supaya menjadi ketergantungan hidup dan moralnya dihancurkan.

“Australia modern, keberadaan suku Aborigin juga belum sepenuhnya diakomodir dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan layanan sosial lainya sekalipun pemerintah Australia sudah melakukan permintaan maaf,” ungkapnya.

Surabut mengulas lagi politik Apertheid. Sistem yang menyingkirkan ras kulit hitam dalam sebuah kebijakan politik negara. Katanya, Afrika Selatan sebagai negara jajahan Prancis pernah  keras menerapkan politik ini.

“Orang kulit putih mengatur semua sendi kehidupan. Warga ras kulit hitam sebagai penduduk asli Afrika justru terpinggirkan. Penduduk asli justru tidak menikmati kemerdekaan di tanah mereka sendiri,” ungkapnya.

Politik pemisahan ras kulit ini juga pernah terjadi di Amerika Serikat (AS). Amerika Serikat memberlakukan diskriminasi sosial terhadap ras selain kulit putih yang mereka sebut ras berwarna. Ras selain kulit putih tidak boleh bersekolah di sekolah ras kulit putih. Bahkan sampai urusan toilet juga dibedakan antara toilet kulit putih dengan ras lainnya.

Genosida Suku Indian

Benua Amerika, khususnya Amerika Serikat, sejatinya bukanlah tanah asli ras kulit putih. Suku Indian sudah mendiami Amerika selama ratusan tahun sebelum Cristhoper Columbus berlayar dan berlabuh di Amerika dan berbondong-bondong orang kulit putih datang ke Amerika.

“Suku Indian melakukan ritual  penyambutan bak tamu namun seperti pepatah mengatakan, air susu dibalas air tuba. Semakin banyaknya ras kulit putih membuat Suku Indian terdesak. Bahkan mereka mulai dikejar dan dibunuh secara membabi buta,” ungkapnya.

Sikap Pokja Agama MRP

Upaya yang sama dilakukan Majelis Rakyat Papua atau MRP sehingga lembaga kultural OAP ini  tegas menolak Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Memproduksi dan Menjual Minuman Keras, di seluruh Bumi Cenderawasih.

“MRP Pokja Agama sangat tegas menolak Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal yang menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat minuman keras boleh produksi secara terbuka,”ujar  Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait, di Jayapura, Minggu (28/2/2021).

Kata Mulait, MRP sebagai lembaga kultural yang melindunggi hak-hak OAP berpikir sangat tepat rakyat Papua harus menolak peraturan presiden itu. Karena, peraturan itu peluang bisnis bagi pengusaha tetapi ancaman bagi OAP.

“Jika tidak, lebih cepat dan semakin banyak kematian OAP,” tegas Mulait dengan mencontohkan angka kematian dan kriminalitas di wilayah ini. Kondisi hari ini, tingkat kriminalitas tertinggi termasuk kematian akibat minuman beralkohol dan narkoba sesuai data Polda Papua,”ungkapnya. (*)

https://jubi.co.id/perpres-minol-ala...ang-papua/amp/


Saya juga menolak Pepres Miras kok emoticon-Big Grin
https://www.antaranews.com/berita/20...erpres-10-2021

muhamad.hanif.2Avatar border
nomoreliesAvatar border
nomorelies dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
2
812
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan