Halo semuanya! Kembali lagi di Pacific Front! Channel YouTube yang membahas topik-topik dan peralatan militer, terutama untuk kebutuhan TNI.

Untuk topik militer menarik lainnya bisa dibaca di sini.

Bulan lalu PT. PAL baru saja meluncurkan kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) pertama dari dua yang dipesan oleh pemerintah.
Meskipun saat ini tidak banyak negara yang mengoperasikan kapal BRS di angkatan lautnya, kapal ini masih memiliki peran penting untuk TNI AL dan Indonesia.
Apa saja perannya? Mari kita lihat bersama.

Sejarah Kapal BRS
Kapal BRS atau Hospital Ship, muncul pada masa di mana peperangan begitu mematikan, dan dunia masih sangat luas untuk dijangkau.
Sama seperti saat ini, saat berperang kita juga perlu memikirkan kemana prajurit yang terluka di evakuasi dan dirawat.

Namun pada masa lalu, kita belum memiliki kemampuan untuk menerbangkan prajurit yang terluka dengan cepat jauh dari medan pertempuran. Maka dari itu, satu-satunya cara adalah dengan merawat prajurit yang terluka dekat dengan wilayah konflik. Dan pilihan yang paling memungkinkan adalah dengan mengoperasikan kapal rumah sakit.

Pada waktu itu kapal ini memiliki peran yang sangat penting. Sehingga saat negara-negara di dunia bertemu untuk merumuskan Konvensi Jenewa ke-2 tahun 1949, kapal rumah sakit menjadi salah satu fokus utama.
Di dalam rumusan itu ditulis secara spesifik misi dari kapal rumah sakit adalah untuk digunakan untuk membantu yang terluka, sakit, dan karam. Maka dari itu, kapal ini tidak boleh dipersenjatai, diserang, atau ditahan.

Peraturan ini sangat berguna saat Konvensi Jenewa disahkan. Namun saat ini, rumah sakit lapangan sudah lebih mampu dan evakuasi medis jauh lebih mudah. Membuat peran kapal rumah sakit semakin berkurang dari waktu ke waktu.
Itulah mengapa tersisa 8 negara yang masih mengoperasikan kapal rumah sakit di angkatan laut mereka. Dan sebagian besar digunakan untuk misi kemanusiaan.

Indonesia, Ring of Fire
Sebagai negara kepulauan dan berlokasi di ring of fire, Indonesia rentan terhadap bencana alam terutama gempa bumi dan tsunami. Selain jatuhnya korban jiwa, bencana alam juga dapat dengan mudah menyapu bersih fasilitas umum termasuk fasilitas kesehatan terutama di daerah terdampak.

Saat gempa bumi disusul tsunami menghantam provinsi Aceh tahun 2004, dengan seketika bencana ini menghancurkan bangunan dan fasilitas lainnya. Dan akses melalui jalur darat dan udara ikut terpotong.
Namun, kapal induk AS USS Abraham Lincoln berada di samudra Hindia. Dengan cepat kapal ini menuju ke perairan Sumatera dan segera membantu proses evakuasi dan perawatan korban.

Dengan fasilitas kesehatan yang jauh lebih baik dari sebagian rumah sakit di Indonesia, fasilitas pengolahan air, dan dapur yang dapat memberi makan ribuan pelaut, tidak sulit untuk USS Abraham Lincoln beralih fungsi menjadi kapal rumah sakit.
Dan saya yakin, AL AS juga berlatih untuk skenario seperti ini.

Perjalanan Kapal BRS Indonesia
Belajar dari pengalaman masa lalu, TNI AL segera memperkuat armadanya dengan kapal rumah sakit juga.

Dimulai dengan KRI dr. Soeharso (990). Diubah fungsinya menjadi kapal BRS pada tahun 2008 dari kapal Bantu Angkut Pasukan (BAP) bernama KRI Tanjung Dalpele (972). Tanjung Dalpele ikut membantu dalam misi kemanusiaan saat bencana tsunami di Aceh.

KRI dr. Soeharso adalah kapal Landing Platform Dock dengan 75 orang awak dan 65 petugas medis. Dilengkapi UGD, fasilitas radiologi, ICU, 3 ruang operasi, 6 klinik, dan 40 tempat tidur.
Selain digunakan untuk misi darurat, misi utama kapal ini adalah memberikan akses kesehatan pada masyarakat di pulau-pulau terluar dan terpencil.

Kapal kedua adalah KRI Semarang (594). Kapal ke-5 dari LPD kelas Makassar yang dibuat oleh PT. PAL.
Dipesan pada 2008 namun baru dibuat pada tahun 2017 dan diluncurkan setahun kemudian.
KRI Semarang diubah sementara menjadi kapal rumah sakit sampai kapal BRS1 dan BRS2 selesai dibuat dan beroperasi.

Sesuai dengan direktif Presiden tahun 2018, PT. PAL ditugaskan untuk membangun dua kapal BRS baru.
Kapal BRS pertama bernama KRI dr. Wahidin Soedirohusodo (991) telah diluncurkan bulan lalu. Dan kapal kedua perkiraan akan selesai pada tahun 2022 atau awal 2023.

Spesifikasi BRS
Kapal BRS memiliki panjang 124m, lebar 21.8m, dan displacement 7290 ton. Dengan kecepatan maksimum 18 knots, kecepatan jelajah 14 knots, dan jarak jelajah 10000 nm. Kapal ini mampu berlayar selama 30 hari dan memiliki 20 awak dan 66 petugas medis.

Fasilitasnya sama seperti rumah sakit tipe C. Diantaranya ruang UGD yang dilengkapi CT Scan, X-Ray, dan ruang isolasi untuk penyakit menular, ruang operasi, ruang rawat inap, juga klinik dan dokter gigi.
Untuk mendukung evakuasi medis kapal ini dilengkapi helikopter, kapal ambulans, dan LCVP.

Opini
Memilih kapal LPD sebagai platform kapal BRS merupakan pilihan yang tepat menurut saya.
Kapal ini sudah dilengkapi dek helikopter, hangar, dan tempat tidur yang cukup untuk ratusan orang. Dek bawahnya dapat ditambahkan tempat tidur, modul medis, atau peralatan penanggulangan bencana seperti ekskavator, generator, dan tenda. Pintu belakang kapalnya yang lebar sangat cocok untuk meluncurkan kapal LCU ke daratan.

Sebelum keterbatasan rumah sakit di daerah terpencil dan kepulauan terluar dapat teratasi, saya rasa TNI AL masih membutuhkan 4 atau 5 kapal BRS lagi. Dan saya berharap fasilitasnya bisa distandarisasi menjadi rumah sakit tipe A. sama seperti fasilitas rumah sakit di kota besar seperti Jakarta.

Penutup
Sekian artikel mengenai kapal rumah sakit. Kapal yang mendapatkan tempat baru di angkatan laut modern. Tidak lagi hanya sebagai penyelamat di masa perang saja, tetapi juga memberikan bantuan kesehatan saat terjadi bencana dan menyediakan fasilitas kesehatan untuk daerah-daerah yang belum memiliki fasilitas kesehatan.

Terimakasih sudah mampir!
Dan jangan lupa cendol nya Gan!

Lihat video: