- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Hujan Di Balik Jendela Kisah Cinta Segitiga Berlatar Tragedi 1998


TS
abbecede
Hujan Di Balik Jendela Kisah Cinta Segitiga Berlatar Tragedi 1998
Film Hujan Di Balik Jendela arahan sutradara Sunu Prastowo bersama dua penulis merangkai kisah fiksi cinta segitiga. Di tengah jalan, mereka menemukan tembang Senandung yang dirasa pas untuk menguatkan nyawa naskah mereka. Jadilah film Indonesia yang dibintangi Clara Bernadeth, Bio One, dan Yasamin Jasem ini mengharu biru.

Film yang diproduksi Klik Film Production ini dirilis di platform streaming Klik Film jelang hari Valentine, 13 Februari 2021. Ini tentang cinta, luka perselingkuhan, dan waktu yang menyembuhkan.
Cerita dimulai saat Alda (Yasamin Jaseem) dan Dika (Bio One) pacaran saat kuliah. Suatu malam, Dika menggelar lamaran kasual di taman berhiaskan tenda dan puluhan lentera. Sebuah janji diikat. Lima tahun setelahnya, saat karier mapan, mereka akan berumah tangga.

Malam itu pula Alda berjanji akan memainkan lagu diiringi denting piano di hari bahagia. Untuk memenuhi janji ini, Alda mengambil kursus main piano dengan guru Gisel (Clara). Gisel yang berusia 40 tahun, menutup diri akibat trauma kerusuhan Mei 1998.
Kekasihnya, Daniel, tewas dalam kerusuhan. Pesan terakhir almarhum meminta Gisel di rumah saja agat tak menjadi korban. Sejak itu, Gisel tak pernah keluar rumah dan hanya menerima siswi perempuan di kediamannya. Saat Dika mengantar Alda kursus, hati Gisel berdesir.
Suatu malam, Dika ke rumah Gisel mengantar kue tar. Ia menolak karena baginya, tar hanya bisa dinikmati dengan Daniel. Sejak Daniel wafat, tradisi itu sirna. Dika menemani Gisel mengudap kue. Hubungan mereka berlanjut hingga tercium Alda.
Syahdu. Itulah kesan pertama usai menonton Hujan di Balik Jendela. Ilustrasi musik yang dominan denting piano dan petikan gitar efektif membangkitkan suasana penuh cinta, meski adegan yang tersaji di layar pengkhianatan. Nuansa akustik dalam score film terasa menyatu dengan adegan yang digulir.

Sunu mengemas adegan perselingkuhan dengan lembut, sehingga batas protagonis dan antagonisnya menjadi gradasi. Penonton mau menyalahkan pelaku pun jadi tidak tega, meski hati mereka membela korban.
Pertikaian disajikan minim teriakan, emosi datang dari dialog tatap muka dan kontak mata. Clara, Bio One, dan Yasamin memberikan penjiwaan yang apik. Tatapan Yasamin ke Clara atau amarah Clara mengetahui dirinya dikerjai, misalnya.
Perubahan sorot mata dari kesepian lalu terisi kembali membuat kita berempati akan nasib pilunya. Ekspresi Bio saat membaca surat menyiratkan kehilangan dan pedih yang melumuri benaknya.

Ketiga karakter ini menjadi poros cerita dan konsisten hingga menit-menit akhir. Karena kisah Hujan di Balik Jendela berfokus pada tiga wajah berikut hati mereka. Dibuka dengan adegan mempelai laki-laki, kita tak melihat bagaimana pernikahan itu terjadi. Pun latar belakang tokoh utama diuntai dalam dialog.
Namun keputusan akhir yang diambil para tokoh terbilang logis. Keunggulan lain film ini, latar agama dan budaya. Di tengah fanatisme yang belakangan Cumiat, melihat adegan ibadah di kelenteng berikut suasana khusuk dalam doa membuat hati adem.

Hujan di Balik Jendela cukup berhasil menjadi film romantis, syahdu, dengan interaksi antartokoh yang intens. Pas untuk dinikmati bersama Valentine. Siapkan berondong, minuman, dan redupkan lampu kamar.
Clara Bernadeth, mengaku mengalami kesulitan saat mendalami karakter tokoh Gisel.” Tokoh yang saya perankan inikan mengalami trauma atas kejadian tahun 1998. Sedangkan saya tidak mengalami itu. Jadi sempat kesulitan juga mendalami karakternya. Tapi, setelah saya melakukan riset dan saat reading juga diberi banyak masukan, akhirnya semua bisa berjalan lancar,” ungkapnya.
Berbeda dengan Clara, Bio One justru sangat kesulitan keluar dari karakter Dika usai syuting.” Saya sekarang pakai kacamata, karena susah membedakan karakter saya dengan Dika. Karena, saya memang menggunakan kacamata,” tutupnya.

Film yang diproduksi Klik Film Production ini dirilis di platform streaming Klik Film jelang hari Valentine, 13 Februari 2021. Ini tentang cinta, luka perselingkuhan, dan waktu yang menyembuhkan.
Cerita dimulai saat Alda (Yasamin Jaseem) dan Dika (Bio One) pacaran saat kuliah. Suatu malam, Dika menggelar lamaran kasual di taman berhiaskan tenda dan puluhan lentera. Sebuah janji diikat. Lima tahun setelahnya, saat karier mapan, mereka akan berumah tangga.

Malam itu pula Alda berjanji akan memainkan lagu diiringi denting piano di hari bahagia. Untuk memenuhi janji ini, Alda mengambil kursus main piano dengan guru Gisel (Clara). Gisel yang berusia 40 tahun, menutup diri akibat trauma kerusuhan Mei 1998.
Kekasihnya, Daniel, tewas dalam kerusuhan. Pesan terakhir almarhum meminta Gisel di rumah saja agat tak menjadi korban. Sejak itu, Gisel tak pernah keluar rumah dan hanya menerima siswi perempuan di kediamannya. Saat Dika mengantar Alda kursus, hati Gisel berdesir.
Suatu malam, Dika ke rumah Gisel mengantar kue tar. Ia menolak karena baginya, tar hanya bisa dinikmati dengan Daniel. Sejak Daniel wafat, tradisi itu sirna. Dika menemani Gisel mengudap kue. Hubungan mereka berlanjut hingga tercium Alda.
Syahdu. Itulah kesan pertama usai menonton Hujan di Balik Jendela. Ilustrasi musik yang dominan denting piano dan petikan gitar efektif membangkitkan suasana penuh cinta, meski adegan yang tersaji di layar pengkhianatan. Nuansa akustik dalam score film terasa menyatu dengan adegan yang digulir.

Sunu mengemas adegan perselingkuhan dengan lembut, sehingga batas protagonis dan antagonisnya menjadi gradasi. Penonton mau menyalahkan pelaku pun jadi tidak tega, meski hati mereka membela korban.
Pertikaian disajikan minim teriakan, emosi datang dari dialog tatap muka dan kontak mata. Clara, Bio One, dan Yasamin memberikan penjiwaan yang apik. Tatapan Yasamin ke Clara atau amarah Clara mengetahui dirinya dikerjai, misalnya.
Perubahan sorot mata dari kesepian lalu terisi kembali membuat kita berempati akan nasib pilunya. Ekspresi Bio saat membaca surat menyiratkan kehilangan dan pedih yang melumuri benaknya.

Ketiga karakter ini menjadi poros cerita dan konsisten hingga menit-menit akhir. Karena kisah Hujan di Balik Jendela berfokus pada tiga wajah berikut hati mereka. Dibuka dengan adegan mempelai laki-laki, kita tak melihat bagaimana pernikahan itu terjadi. Pun latar belakang tokoh utama diuntai dalam dialog.
Namun keputusan akhir yang diambil para tokoh terbilang logis. Keunggulan lain film ini, latar agama dan budaya. Di tengah fanatisme yang belakangan Cumiat, melihat adegan ibadah di kelenteng berikut suasana khusuk dalam doa membuat hati adem.

Hujan di Balik Jendela cukup berhasil menjadi film romantis, syahdu, dengan interaksi antartokoh yang intens. Pas untuk dinikmati bersama Valentine. Siapkan berondong, minuman, dan redupkan lampu kamar.
Clara Bernadeth, mengaku mengalami kesulitan saat mendalami karakter tokoh Gisel.” Tokoh yang saya perankan inikan mengalami trauma atas kejadian tahun 1998. Sedangkan saya tidak mengalami itu. Jadi sempat kesulitan juga mendalami karakternya. Tapi, setelah saya melakukan riset dan saat reading juga diberi banyak masukan, akhirnya semua bisa berjalan lancar,” ungkapnya.
Berbeda dengan Clara, Bio One justru sangat kesulitan keluar dari karakter Dika usai syuting.” Saya sekarang pakai kacamata, karena susah membedakan karakter saya dengan Dika. Karena, saya memang menggunakan kacamata,” tutupnya.
0
672
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan