- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Philanophobia


TS
diaz420
Philanophobia

Judul : Philophobia
Genre : 50% Crime, 30% Psychological, 10% Thriller, 5% Mystery, 5% Romance
Rated : 18+
WARNING! THIS STORY CONTAINS EXPLICIT CONTENT, VIOLENCE AND GORE
Quote:
Suatu malam di sebuah gedung, seorang wanita berusia 35 tahun tengah berjalan di lorong. Tempatnya gelap dan sedikit pengap. Dengan santainya Ia berlenggak-lenggok bak seorang model dengan tubuhnya yang proporsional dan pakaiannya yang...bisa dibilang cukup "menggugah selera". Kemeja dan rok pendek yang ketat berwarna abu-abu dengan 2 kancing atas kemejanya yang dibuka, memperlihatkan "Gua diantara 2 Gunung". Ia juga memakai jas dokter berwarna putih, kacamata dan rambut hitam yang diikat bergaya kuncir kuda.
Dalam perjalanannya, Ia mendengar banyak sekali suara jeritan, tangisan dan tawa seseorang dari balik ruangan-ruangan yang ada di lorong. Hanya Dia seorang yang ada di sana. Normalnya, wanita manapun takkan pernah berani menginjakkan kaki ke lorong tersebut, namun wanita ini sangat berbeda. Dia seakan sudah terbiasa dengan itu semua. Singkat cerita, Ia pun tiba di sebuah ruangan. Dengan berkas dan sebuah kunci di tangannya, Ia pun memasuki ruangan tersebut. Dan disinilah ceritanya bermula...
Doctor's POV
Halo, namaku Rona Alviora. Aku adalah seorang psikiater di salah satu instansi di Ibukota. Pengalamanku sebagai seorang psikiater sudah berjalan selama 13 tahun lamanya. Pada hari ini, ada satu pasien yang mengalami sebuah phobia. Dan Aku...ditugaskan untuk mengobatinya.
Aku memasuki sebuah ruangan yang terdapat seorang gadis muda di dalamnya. Kulihat...Ia sedang duduk di ranjangnya sambil memeluk erat kedua kakinya.
"Halo...", Aku mengecek berkas di tanganku, "Andhara...Riyanti...", Dia menatapku dengan tatapan kosong, sementara Aku memberikan senyumanku padanya.
Aku mengambil sebuah kursi di pojok ruangan dan duduk di samping ranjangnya. Dari sini, tugasku sebagai Dokter dimulai, "Bisa...kita mulai sesi terapinya?", gadis itu mengangguk pelan. Aku instruksikan Dia untuk berbaring di ranjangnya, kemudian Aku minta Dia untuk mengatur nafasnya.
"Oke, kita mulai aja ya?"
The Girl's POV
Namaku Dara...
Ini adalah...kisahku...
Akan ku buka kisah ini dari awal hidupku. Masa kecilku...bisa dibilang jauh dari kata bahagia. Karena, pertengkaran kedua orang tuaku adalah hal yang wajib ada di rumahku setiap harinya. Saat itu, Aku masih tidak mengerti dengan apa yang mereka ributkan. Yang bisa Aku lakukan hanya menatapnya dengan perasaan sedih.
Tidak cuma di rumah, hal menyedihkan pun harus Aku alami saat Aku sudah masuk sekolah. Setiap hari, Aku tidak pernah bisa terbebas dari yang namanya perundungan. Dari SD, SMP, SMA hingga bangku Kuliah. Aku sadar kalau bentuk fisikku jauh dari mereka, Aku punya kulit putih pucat, dan tubuh kurus nan kecil. Dibandingkan dengan "teman" ku yang paling kurus pun Aku jauh lebih kurus dibandingkan mereka. Karena rupa ku inilah Aku disebut sebagai...
Tengkorak berjalan...
Aku tidak mengerti mengapa Tuhan memberiku takdir seperti ini? Apakah Aku ini adalah "produk gagal" yang diciptakan oleh Tuhan? Ataukah...Aku ini...adalah anak yang tidak berasal dari kedua orang tuaku?
Berbagai macam cara sudah Aku lakukan untuk membuat hidupku menjadi lebih baik, tetapi...tidak ada sedikitpun efek samping yang Aku rasakan.
Ikut kegiatan ekstrakurikuler...sudah...
Ikut kegiatan sosial...sudah...
Ikut seminar dan acara keagamaan...sudah...
Tapi...selalu saja ada hal busuk yang menghancurkan itu semua. Dan hal busuk itu adalah hal yang biasa Aku alami dalam kehidupan sehari-hari ku, pertengkaran orang tua dan rundungan orang asing yang disebut sebagai "teman".
Semakin dewasa diriku, semakin Aku menyadari apa yang selama ini orang tuaku ributkan. Sederhananya, baik Ayah maupun Ibuku tidak pernah memiliki visi kehidupan yang sama. Seharusnya kan saat dua orang berlawanan jenis kelamin menikah, mereka harus bisa menyingkirkan ego masing-masing dan menyatukan visi hidup mereka. Sayangnya itu tidak berlaku bagi orang tuaku.
Perbedaan visi antara mereka pun berlanjut hingga Aku lulus kuliah. Ya, meskipun hidupku di rumah dan di sekolah penuh dengan cobaan, tapi Aku masih kuat untuk menahannya. Ibuku menginginkan Aku untuk bekerja sebagai Pegawai Bank, sementara Ayahku ingin Aku menjadi seorang PNS, padahal...Aku ingin menjadi seorang pengusaha biasa. Semua yang Aku inginkan selalu saja ditolak oleh mereka. Dan mereka...ingin sekali Aku mengikuti kehendak mereka, tetapi...Aku bingung harus ikut siapa. Apapun keputusanku selalu saja berakhir dengan pertengkaran mereka.
Setelah terbebas dari "lingkaran setan" di masa pendidikan ku, Aku masih terjebak di dalam "lingkaran setan" di rumahku. Karena Aku masih belum bisa memutuskan masa depanku, Aku hanya bisa mengurung diri di dalam kamar sembari menonton, entah itu acara TV, serial luar negeri sampai film. Itu berlangsung selama 3 tahun lamanya.
Perlahan...tapi...pasti...
Aku mulai...kehilangan kendali...
Semua tontonan ku...membuatku...
Kehilangan kewarasan...
Aku mulai tidak bisa membedakan mana realita, mana khayalan. Aku mulai terbawa suasana dari apapun yang Aku saksikan di layar kaca. Dan dari situ...Aku menemukan sebuah cara untuk mengakhiri...semua ini...
Di satu malam, Aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar. Aku ingat kejadian itu terjadi di tanggal 14 Februari, yang katanya "Hari Kasih Sayang". Cih, apa itu kasih sayang? Tidak ada kata "kasih sayang" di dalam kamusku. Memikirkannya saja sudah membuat bulu kudukku merinding. Saat itu, sudah memasuki jam tidur di keluargaku. Aku ketuk pintu kamar orang tuaku, lalu Aku disambut oleh emosi Ayahku.
"Mau apa sih Kamu?! Jam segini ganggu orang tidur aja!", bentak si Pak Tua,
"Mmm...Pah...Aku...udah putusin mau kerja jadi apa...", ucapku "malu-malu". Aku bisa melihat ekspresi lega di wajah orang tuaku, "Tapi...kalo boleh...Aku masuk ya?",
"Ah, iya-iya. Sini masuk...", heh, dasar bodoh...Dia sudah masuk ke dalam perangkap ku...mereka tidak tahu kalau Aku sudah menyiapkan hadiah untuk mereka...

Doctor's POV
"Terus abis itu?", gadis itu mulai bangkit dari tidurnya dengan ekspresi jahat yang terpancar jelas di wajahnya. Dia bilang,
"SAYA BUNUH MEREKAAAAA!!!! HAHAHAHAHA!!!", Dia tak henti-hentinya tertawa gila. Aku biarkan saja Dia tertawa sepuasnya, sampai akhirnya Ia bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia kembali berbaring di ranjangnya sambil menatap langit-langit ruangan. Sesi terapi pun Aku lanjutkan.
"Bisa kita lanjut lagi?", si gadis itu mengangguk pelan dengan tatapan matanya yang kosong, "Terus, gimana kehidupan Kamu setelah orang tua Kamu nggak ada?"
"...Aku merasa...bebas...Aku merasa kalau...semua beban hidupku...sudah pergi...tapi...tapi...", Aku melihat air matanya menetes, namun ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kesedihan layaknya manusia normal. "Dari situ...Aku sadar kalau hidupku udah nggak sama kayak dulu lagi, Dok"
"Oh ya? Bisa Kamu ceritain?"
The Girl's POV
Tidak lama setelah Aku puas membantai kedua orang tuaku, rasanya senang sekali. Dengan begini, Aku sudah sepenuhnya terbebas dari lingkaran-lingkaran setan yang selama ini membebaniku. Tetapi, kebebasanku hanya sementara.
KRIIINGGG!!! KRIIINGGG!!!
Aku dengar suara telepon rumah berdering. Aku tidak tahu siapa yang menelepon di malam hari seperti ini, jadi Aku putuskan untuk mencari tahu si penelepon itu. Dan saat kujawab...
"Halo?"
"Hei Dar, apa kabar?", jawab seorang wanita sok akrab denganku,
"Ini siapa?", tanyaku,
"Masa Kamu gak inget sih? Ini Aku...", sebut saja "J". J untuk "Jalang",
"Oh...baik. Kamu sendiri, gimana kabarnya?", jawabku sok asyik,
"Baik, Kamu lagi dimana, Dar?", tanya si J,
"Di rumah",
"Oh, Aku ganggu Kamu nggak?", jelas sekali Kau mengganggu dasar bodoh!
"Ng-nggak kok, hehe...ada apa?",
"Ehh...gini...sekarang kan lagi ada acara Valentine di aula kampus. Nah, Aku pengen Kamu dateng kesini. Bisa nggak?"
Terdengar seperti sebuah jebakan bagiku. Sejak dulu, si J ini memang sering menjebak ku. Aku memang bodoh sekali waktu itu, tapi sekarang...tidak lagi. Tadi katanya, acara Valentine? Apa itu? Mendengar katanya saja membuatku seperti orang normal yang mendengar suara rintihan Kuntilanak. Aku rasa, inilah saatnya bagiku untuk menghapus lingkaran setan yang kedua.
"Oh, boleh tuh. Aku kesana ya?", terdapat jeda antara obrolan Kami. Firasat ku mengatakan kalau Ia sedang mempersiapkan rencana selanjutnya untuk menjebak ku,
"Ehh...emangnya Kamu nggak apa-apa, Dar? Soalnya...ini kan udah malem banget?", jangan sok cemas begitu dasar Jalang! Semua ucapanmu itu palsu,
"Ah, tenang aja. Aku bisa jaga diri"
"Oh, ya udah deh kalo gitu. Aku tunggu ya?"
"Ya", percakapan pun berakhir. Sekarang, waktunya beraksi...
Di sebuah kampus di pinggiran kota, sekelompok muda-mudi tengah berpesta ria. Mereka berpesta bersama dengan pasangan mereka masing-masing. Ada yang bernyanyi, berdansa sampai merencanakan sesuatu. Sesuatu yang cukup jahat dan membuat siapapun korbannya akan menanggung malu seumur hidup.
Nampaknya, sebuah jebakan pintu sedang dipersiapkan oleh sekelompok muda-mudi diantara mereka. Cara kerjanya, jika pintu aula terbuka, sebuah ember berisi cat akan terjatuh dan menumpahkan isinya kepada siapapun yang membuka pintu.
Sekitar 10 menit setelah jebakan disiapkan...
BYURRR!!!
The Girl's POV
Sudah kuduga, si Jalang itu menjebak ku. Aku sengaja membiarkan jebakan tersebut aktif. Tapi Aku tidak masuk ke dalamnya. Aku hanya menendang pintu aula dan berlari sekencang mungkin untuk menjalankan rencana ku.
"WOII!!!", teriak salah seorang dari mereka. Aku sengaja membiarkan diriku dikejar. Ini adalah salah satu langkah dalam rencana ku.
Ternyata ada untungnya juga Aku memiliki fisik "tengkorak berjalan" ini. Aku bisa berlari lebih kencang daripada mereka. Akhirnya, Aku berhasil menggiring orang yang mengejarku ke dalam lorong kampus. Jalannya yang bercabang menjadi salah satu keuntungan yang Aku dapatkan. Aku bersembunyi di sebuah ruangan sambil melihat si bodoh itu kebingungan mencari ku. Saat Ia sudah dekat dengan pintu ruangan...
Aku melompat ke arahnya dan Aku hujamkan pisau ke dadanya. Aku tusuk tubuhnya berkali-kali hingga Ia tak bersuara lagi. Satu masalah teratasi, sekarang waktunya menggebrak acara ini. Tapi sebelum itu, ada baiknya jika Aku menyembunyikan mayat ini di dalam ruangan.
Aku tahu dimana ruangan sumber listrik utama kampus berada. Aku dapatkan informasi itu dari salah satu pegawai kampus saat Aku masih kuliah dulu. Di saat Aku butuh waktu untuk menyendiri, petugas itulah yang memberiku saran tempat yang pas untuk pergi dari keramaian. Dan di ruangan itulah Aku dan si petugas kampus itu menghabiskan waktu sambil mengobrol dan bertukar pikiran.
Aku pun tiba di ruang panel, kulihat banyak sekali kabel yang menjulur hingga keluar ruangan. Aku yakin sekali kalau kabel-kabel tersebut mengarah ke aula. Kubuka pintu panel utama dan Aku matikan sumber listriknya. Sekarang, seisi kampus gelap gulita, Aku tinggal menunggu seseorang datang dan mencoba untuk menyalakan kembali sumber listriknya. Heh, dasar bodoh. Coba saja kalau bisa. Kalian takkan pernah bisa menyalakan kembali sumber listriknya, karena Aku...sudah memotong kabelnya dengan pisau kesayanganku.
Lalu, Aku kembali ke ruangan yang sama dengan ruangan tempat persembunyian ku. Untungnya, jarak antara ruangan itu dengan ruang panel sangat dekat, jadi Aku bisa melihat ada 2 orang bodoh yang mencoba untuk menyalakan sumber listrik kampus. Setelah mereka masuk, Aku hanya butuh 5 detik...5...4...3...2...1...
BOOOOOMMMMM!!!!!!
Ruangan panel pun meledak dan menimbulkan suara ledakan yang kencang disertai api yang besar. Aku berlari sekuat tenaga menuju aula untuk melakukan the grand finale.
Pertama, sesampainya di dekat aula, Aku pantau terlebih dulu situasinya. Berdasarkan pengamatan ku, nampaknya orang-orang bodoh ini mulai panik. Saking bodohnya, mereka malah berdiam di aula. Kalau orang normal pastinya sudah melarikan diri dari sana.
Kedua, setelah dirasa aman Aku secara diam-diam memblokir semua akses keluar aula. Beruntung, Aku mendapatkan kunci pintu aula dari si bodoh yang mengejarku tadi.
Oke, semuanya sudah siap. Dan sekarang...waktunya eksekusi. Aku lemparkan sebuah batu ke arah jendela aula. Lalu, dengan cepat Aku melompat ke dalam dan membantai orang-orang bodoh itu...sendirian. Suara teriakan mereka adalah musik terindah yang pernah Aku dengar sepanjang hidupku. Darah yang memuncrat dan jeroan mereka yang berserakan adalah pemandangan terindah yang pernah Aku lihat. Ahh...Aku tidak pernah merasa sepuas ini sebelumnya...
Rasanya...enak sekali...
Setelah itu, Aku terbangun di kamarku. Kupikir Aku melakukan pembantaian itu, tapi saat kulihat diriku...sepertinya itu semua hanya mimpi. Yang Aku ingat terakhir kali, tubuhku berlumuran darah. Dan saat Aku sadar, Aku sudah bersih dan berganti pakaian. Seandainya itu nyata...
TOK-TOK-TOK!!!
"Dara, bangun sayang", apa Aku tidak salah dengar? Itu kan suara Ibu? Kenapa Dia...tunggu, jangan bilang kalau semua yang Aku lakukan semalam hanya mimpi
"Dara, ayo sarapan dulu", sepertinya Aku bermimpi. Aku masih mendengar suara kedua orang tuaku. Setelah ini, Aku pasti mendengar suara mereka sedang bertengkar.
Aku buka pintu kamarku...
Entah mengapa suasananya berbeda...
Aku merasa...suasana di rumahku terasa ceria...
Tidak seperti biasanya Aku disambut hangat oleh orang tuaku...
"Ayo nak, kita sarapan dulu", ucap Ayahku sambil tersenyum. Aku berjalan ke arah kursi di samping meja makan. Aku masih menatap kedua orang tuaku dengan penuh kebingungan. Tidak biasanya rumahku seperti ini.
"Nih, sarapannya udah siap", ucap Ibuku sambil menyodorkan sepiring daging steak dihadapan ku
"T-t-t-tumben...M-m-mamah...masak steak...", ucapku terbata-bata. Aku masih merasa kebingungan dengan pemandangan ini
"Nggak apa-apa, Mamah lagi pengen masak aja buat Kamu", tutur Ibuku,
"Mumpung Papah ada rezeki lebih, kita makan daging selama beberapa hari ke depan", Aku terkejut bukan main,
"B-beneran Mah, Pah?!", mereka berdua menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ahh...Aku merasa senang sekali. Aku habiskan steak buatan Ibuku dengan lahap.
Rupanya kehidupanku setelah bermimpi semalam, membuatku serasa hidup di surga. Setiap hari makan enak dan kehidupan keluargaku terasa harmonis. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Seandainya...hidupku yang seperti ini bisa bertahan lama...
Tapi semuanya berubah saat Aku terbangun dari tidurku. Penampilanku berubah lagi. Penampilanku sama persis saat Aku membantai orang-orang di kampus. Kulihat badanku masih berlumuran darah. Saat Aku menoleh, Aku dikejutkan dengan 2 kerangka manusia di lantai. Masih ada sisa-sisa daging di tubuh kerangka itu. Dan saat Aku lihat lebih dekat, Aku baru sadar...
Selama ini...Aku sudah kehilangan kendali atas diriku sendiri. Aku berjalan ke arah kerangka itu. Aku cicipi sisa daging yang menempel di tubuhnya dan dari situ, Aku baru menyadarinya...
Kalau selama ini, Aku sudah memakan jasad orang tuaku sendiri...
Aku masih ingat bagaimana rasa dari "daging steak" yang Aku makan beberapa waktu lalu...
Dan rasanya...sama persis dengan rasa daging yang Aku cicipi barusan...
Aku syok bukan main. Aku lampiaskan semuanya sambil berteriak sekencang-kencangnya. Hingga akhirnya, ada salah seorang warga yang mendengar jeritan ku. Orang tersebut juga tak kalah kagetnya denganku. Ia pun berteriak minta tolong, lalu warga lainnya pun berbondong-bondong datang ke rumahku.
Setelah itu, Aku dibawa ke tempat pemeriksaan kejiwaan atas rekomendasi dari pihak Kepolisian. Ya, sebelum Aku diperiksa kejiwaannya, Aku sempat dibawa ke kantor Polisi. Mereka memeriksa ku dan berhasil mengidentifikasi diriku sebagai pelaku utama pada kasus pembantaian para mahasiswa di malam Valentine. Sial! Seandainya Aku bisa menghapus sidik jari ku, sepertinya Aku tidak akan dibawa ke kantor Polisi.
Hasil pemeriksaan kejiwaan ku mengatakan kalau Aku positif memiliki gangguan jiwa. Jawabannya jelas sekali, karena Aku memang sudah kehilangan kewarasan ku akibat "lingkaran-lingkaran setan" yang mengepungku. Setelah itu, Aku pun dijebloskan ke sebuah penjara khusus di kota. Seharusnya Aku divonis seumur hidup...tapi...ada seseorang yang membebaskan ku...
Di tahun ketiga masa tahanan ku, tiba-tiba saja Aku mendapatkan kabar dari sipir tahanan. Ia bilang, "Kamu dibebaskan pada hari ini", apa Aku tidak salah dengar? Aku dibebaskan katanya?
Aku pun berjalan keluar dari sel tahanan, lalu kutemukan seorang cowok yang menyambutku dengan senyuman. Dengan hartanya, Ia berhasil menebus semua denda yang tidak bisa Aku bayar. Di satu sisi Aku merasa bersyukur bisa dibebaskan dari penjara, di sisi lain Aku merasa kebingungan, mengapa cowok bodoh ini mau membuang-buang uangnya hanya untuk membebaskan ku?
Singkat cerita, Ia membawaku ke rumahnya yang tidak beda jauh dengan istana. Ia mengaku sebagai salah satu "teman kuliahku". Aku sama sekali tidak mengenalnya saat itu, sampai saat Ia berpakaian khas di zaman kuliahnya dulu, Aku baru menyadarinya. Ternyata, Dia adalah anak cupu yang sering dirundung oleh orang-orang kampus. Di kampusku dulu, ada 3 orang yang selalu jadi bulan-bulanan mahasiswa. Aku dan si cowok itu, sementara satu lagi ada seorang cewek yang penampilannya bisa dibilang buruk rupa. Kacamata tebal, rambut kepang dua dan mukanya yang penuh dengan jerawat. Aku tidak pernah bertemu lagi dengan cewek itu sejak lulus kuliah.
Aku terkejut dengan nasib si cowok cupu yang berubah drastis. Penampilannya jauh berbeda, Aku akui Dia tampan dan sangat kaya. Ia mendapatkan semua hartanya setelah kedua orang tuanya meninggal. Bisa dibilang, Dia kaya bermodalkan warisan orang tua.
Aku dan si cowok mulai akrab. Aku pun tinggal di rumahnya semenjak Aku dibebaskan dari penjara. Dia membantuku untuk bangkit dari keterpurukanku. Perlahan tapi pasti, Aku merasa kalau kewarasan ku sudah kembali. Dan akhirnya, Kami berdua pun mulai dekat. Sampai akhirnya, Aku mulai berkeluarga dengan si cowok. Ya, hubungan kami berlanjut ke jenjang pernikahan.
Di tahun pertama, semuanya berjalan baik-baik saja. Tahun kedua, Aku merasa ada sedikit jarak antara Aku dan Dia. Dan di tahun ketiga...Aku harus merasakan kembali mimpi buruk ku...
Dalam perjalanannya, Ia mendengar banyak sekali suara jeritan, tangisan dan tawa seseorang dari balik ruangan-ruangan yang ada di lorong. Hanya Dia seorang yang ada di sana. Normalnya, wanita manapun takkan pernah berani menginjakkan kaki ke lorong tersebut, namun wanita ini sangat berbeda. Dia seakan sudah terbiasa dengan itu semua. Singkat cerita, Ia pun tiba di sebuah ruangan. Dengan berkas dan sebuah kunci di tangannya, Ia pun memasuki ruangan tersebut. Dan disinilah ceritanya bermula...
Doctor's POV
Halo, namaku Rona Alviora. Aku adalah seorang psikiater di salah satu instansi di Ibukota. Pengalamanku sebagai seorang psikiater sudah berjalan selama 13 tahun lamanya. Pada hari ini, ada satu pasien yang mengalami sebuah phobia. Dan Aku...ditugaskan untuk mengobatinya.
Aku memasuki sebuah ruangan yang terdapat seorang gadis muda di dalamnya. Kulihat...Ia sedang duduk di ranjangnya sambil memeluk erat kedua kakinya.
"Halo...", Aku mengecek berkas di tanganku, "Andhara...Riyanti...", Dia menatapku dengan tatapan kosong, sementara Aku memberikan senyumanku padanya.
Aku mengambil sebuah kursi di pojok ruangan dan duduk di samping ranjangnya. Dari sini, tugasku sebagai Dokter dimulai, "Bisa...kita mulai sesi terapinya?", gadis itu mengangguk pelan. Aku instruksikan Dia untuk berbaring di ranjangnya, kemudian Aku minta Dia untuk mengatur nafasnya.
"Oke, kita mulai aja ya?"
The Girl's POV
Namaku Dara...
Ini adalah...kisahku...
Akan ku buka kisah ini dari awal hidupku. Masa kecilku...bisa dibilang jauh dari kata bahagia. Karena, pertengkaran kedua orang tuaku adalah hal yang wajib ada di rumahku setiap harinya. Saat itu, Aku masih tidak mengerti dengan apa yang mereka ributkan. Yang bisa Aku lakukan hanya menatapnya dengan perasaan sedih.
Tidak cuma di rumah, hal menyedihkan pun harus Aku alami saat Aku sudah masuk sekolah. Setiap hari, Aku tidak pernah bisa terbebas dari yang namanya perundungan. Dari SD, SMP, SMA hingga bangku Kuliah. Aku sadar kalau bentuk fisikku jauh dari mereka, Aku punya kulit putih pucat, dan tubuh kurus nan kecil. Dibandingkan dengan "teman" ku yang paling kurus pun Aku jauh lebih kurus dibandingkan mereka. Karena rupa ku inilah Aku disebut sebagai...
Tengkorak berjalan...
Aku tidak mengerti mengapa Tuhan memberiku takdir seperti ini? Apakah Aku ini adalah "produk gagal" yang diciptakan oleh Tuhan? Ataukah...Aku ini...adalah anak yang tidak berasal dari kedua orang tuaku?
Berbagai macam cara sudah Aku lakukan untuk membuat hidupku menjadi lebih baik, tetapi...tidak ada sedikitpun efek samping yang Aku rasakan.
Ikut kegiatan ekstrakurikuler...sudah...
Ikut kegiatan sosial...sudah...
Ikut seminar dan acara keagamaan...sudah...
Tapi...selalu saja ada hal busuk yang menghancurkan itu semua. Dan hal busuk itu adalah hal yang biasa Aku alami dalam kehidupan sehari-hari ku, pertengkaran orang tua dan rundungan orang asing yang disebut sebagai "teman".
Semakin dewasa diriku, semakin Aku menyadari apa yang selama ini orang tuaku ributkan. Sederhananya, baik Ayah maupun Ibuku tidak pernah memiliki visi kehidupan yang sama. Seharusnya kan saat dua orang berlawanan jenis kelamin menikah, mereka harus bisa menyingkirkan ego masing-masing dan menyatukan visi hidup mereka. Sayangnya itu tidak berlaku bagi orang tuaku.
Perbedaan visi antara mereka pun berlanjut hingga Aku lulus kuliah. Ya, meskipun hidupku di rumah dan di sekolah penuh dengan cobaan, tapi Aku masih kuat untuk menahannya. Ibuku menginginkan Aku untuk bekerja sebagai Pegawai Bank, sementara Ayahku ingin Aku menjadi seorang PNS, padahal...Aku ingin menjadi seorang pengusaha biasa. Semua yang Aku inginkan selalu saja ditolak oleh mereka. Dan mereka...ingin sekali Aku mengikuti kehendak mereka, tetapi...Aku bingung harus ikut siapa. Apapun keputusanku selalu saja berakhir dengan pertengkaran mereka.
Setelah terbebas dari "lingkaran setan" di masa pendidikan ku, Aku masih terjebak di dalam "lingkaran setan" di rumahku. Karena Aku masih belum bisa memutuskan masa depanku, Aku hanya bisa mengurung diri di dalam kamar sembari menonton, entah itu acara TV, serial luar negeri sampai film. Itu berlangsung selama 3 tahun lamanya.
Perlahan...tapi...pasti...
Aku mulai...kehilangan kendali...
Semua tontonan ku...membuatku...
Kehilangan kewarasan...
Aku mulai tidak bisa membedakan mana realita, mana khayalan. Aku mulai terbawa suasana dari apapun yang Aku saksikan di layar kaca. Dan dari situ...Aku menemukan sebuah cara untuk mengakhiri...semua ini...
Di satu malam, Aku melangkahkan kakiku keluar dari kamar. Aku ingat kejadian itu terjadi di tanggal 14 Februari, yang katanya "Hari Kasih Sayang". Cih, apa itu kasih sayang? Tidak ada kata "kasih sayang" di dalam kamusku. Memikirkannya saja sudah membuat bulu kudukku merinding. Saat itu, sudah memasuki jam tidur di keluargaku. Aku ketuk pintu kamar orang tuaku, lalu Aku disambut oleh emosi Ayahku.
"Mau apa sih Kamu?! Jam segini ganggu orang tidur aja!", bentak si Pak Tua,
"Mmm...Pah...Aku...udah putusin mau kerja jadi apa...", ucapku "malu-malu". Aku bisa melihat ekspresi lega di wajah orang tuaku, "Tapi...kalo boleh...Aku masuk ya?",
"Ah, iya-iya. Sini masuk...", heh, dasar bodoh...Dia sudah masuk ke dalam perangkap ku...mereka tidak tahu kalau Aku sudah menyiapkan hadiah untuk mereka...

Ilustrasi
Doctor's POV
"Terus abis itu?", gadis itu mulai bangkit dari tidurnya dengan ekspresi jahat yang terpancar jelas di wajahnya. Dia bilang,
"SAYA BUNUH MEREKAAAAA!!!! HAHAHAHAHA!!!", Dia tak henti-hentinya tertawa gila. Aku biarkan saja Dia tertawa sepuasnya, sampai akhirnya Ia bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia kembali berbaring di ranjangnya sambil menatap langit-langit ruangan. Sesi terapi pun Aku lanjutkan.
"Bisa kita lanjut lagi?", si gadis itu mengangguk pelan dengan tatapan matanya yang kosong, "Terus, gimana kehidupan Kamu setelah orang tua Kamu nggak ada?"
"...Aku merasa...bebas...Aku merasa kalau...semua beban hidupku...sudah pergi...tapi...tapi...", Aku melihat air matanya menetes, namun ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kesedihan layaknya manusia normal. "Dari situ...Aku sadar kalau hidupku udah nggak sama kayak dulu lagi, Dok"
"Oh ya? Bisa Kamu ceritain?"
The Girl's POV
Tidak lama setelah Aku puas membantai kedua orang tuaku, rasanya senang sekali. Dengan begini, Aku sudah sepenuhnya terbebas dari lingkaran-lingkaran setan yang selama ini membebaniku. Tetapi, kebebasanku hanya sementara.
KRIIINGGG!!! KRIIINGGG!!!
Aku dengar suara telepon rumah berdering. Aku tidak tahu siapa yang menelepon di malam hari seperti ini, jadi Aku putuskan untuk mencari tahu si penelepon itu. Dan saat kujawab...
"Halo?"
"Hei Dar, apa kabar?", jawab seorang wanita sok akrab denganku,
"Ini siapa?", tanyaku,
"Masa Kamu gak inget sih? Ini Aku...", sebut saja "J". J untuk "Jalang",
"Oh...baik. Kamu sendiri, gimana kabarnya?", jawabku sok asyik,
"Baik, Kamu lagi dimana, Dar?", tanya si J,
"Di rumah",
"Oh, Aku ganggu Kamu nggak?", jelas sekali Kau mengganggu dasar bodoh!
"Ng-nggak kok, hehe...ada apa?",
"Ehh...gini...sekarang kan lagi ada acara Valentine di aula kampus. Nah, Aku pengen Kamu dateng kesini. Bisa nggak?"
Terdengar seperti sebuah jebakan bagiku. Sejak dulu, si J ini memang sering menjebak ku. Aku memang bodoh sekali waktu itu, tapi sekarang...tidak lagi. Tadi katanya, acara Valentine? Apa itu? Mendengar katanya saja membuatku seperti orang normal yang mendengar suara rintihan Kuntilanak. Aku rasa, inilah saatnya bagiku untuk menghapus lingkaran setan yang kedua.
"Oh, boleh tuh. Aku kesana ya?", terdapat jeda antara obrolan Kami. Firasat ku mengatakan kalau Ia sedang mempersiapkan rencana selanjutnya untuk menjebak ku,
"Ehh...emangnya Kamu nggak apa-apa, Dar? Soalnya...ini kan udah malem banget?", jangan sok cemas begitu dasar Jalang! Semua ucapanmu itu palsu,
"Ah, tenang aja. Aku bisa jaga diri"
"Oh, ya udah deh kalo gitu. Aku tunggu ya?"
"Ya", percakapan pun berakhir. Sekarang, waktunya beraksi...
Di sebuah kampus di pinggiran kota, sekelompok muda-mudi tengah berpesta ria. Mereka berpesta bersama dengan pasangan mereka masing-masing. Ada yang bernyanyi, berdansa sampai merencanakan sesuatu. Sesuatu yang cukup jahat dan membuat siapapun korbannya akan menanggung malu seumur hidup.
Nampaknya, sebuah jebakan pintu sedang dipersiapkan oleh sekelompok muda-mudi diantara mereka. Cara kerjanya, jika pintu aula terbuka, sebuah ember berisi cat akan terjatuh dan menumpahkan isinya kepada siapapun yang membuka pintu.
Sekitar 10 menit setelah jebakan disiapkan...
BYURRR!!!
The Girl's POV
Sudah kuduga, si Jalang itu menjebak ku. Aku sengaja membiarkan jebakan tersebut aktif. Tapi Aku tidak masuk ke dalamnya. Aku hanya menendang pintu aula dan berlari sekencang mungkin untuk menjalankan rencana ku.
"WOII!!!", teriak salah seorang dari mereka. Aku sengaja membiarkan diriku dikejar. Ini adalah salah satu langkah dalam rencana ku.
Ternyata ada untungnya juga Aku memiliki fisik "tengkorak berjalan" ini. Aku bisa berlari lebih kencang daripada mereka. Akhirnya, Aku berhasil menggiring orang yang mengejarku ke dalam lorong kampus. Jalannya yang bercabang menjadi salah satu keuntungan yang Aku dapatkan. Aku bersembunyi di sebuah ruangan sambil melihat si bodoh itu kebingungan mencari ku. Saat Ia sudah dekat dengan pintu ruangan...
Aku melompat ke arahnya dan Aku hujamkan pisau ke dadanya. Aku tusuk tubuhnya berkali-kali hingga Ia tak bersuara lagi. Satu masalah teratasi, sekarang waktunya menggebrak acara ini. Tapi sebelum itu, ada baiknya jika Aku menyembunyikan mayat ini di dalam ruangan.
Aku tahu dimana ruangan sumber listrik utama kampus berada. Aku dapatkan informasi itu dari salah satu pegawai kampus saat Aku masih kuliah dulu. Di saat Aku butuh waktu untuk menyendiri, petugas itulah yang memberiku saran tempat yang pas untuk pergi dari keramaian. Dan di ruangan itulah Aku dan si petugas kampus itu menghabiskan waktu sambil mengobrol dan bertukar pikiran.
Aku pun tiba di ruang panel, kulihat banyak sekali kabel yang menjulur hingga keluar ruangan. Aku yakin sekali kalau kabel-kabel tersebut mengarah ke aula. Kubuka pintu panel utama dan Aku matikan sumber listriknya. Sekarang, seisi kampus gelap gulita, Aku tinggal menunggu seseorang datang dan mencoba untuk menyalakan kembali sumber listriknya. Heh, dasar bodoh. Coba saja kalau bisa. Kalian takkan pernah bisa menyalakan kembali sumber listriknya, karena Aku...sudah memotong kabelnya dengan pisau kesayanganku.
Lalu, Aku kembali ke ruangan yang sama dengan ruangan tempat persembunyian ku. Untungnya, jarak antara ruangan itu dengan ruang panel sangat dekat, jadi Aku bisa melihat ada 2 orang bodoh yang mencoba untuk menyalakan sumber listrik kampus. Setelah mereka masuk, Aku hanya butuh 5 detik...5...4...3...2...1...
BOOOOOMMMMM!!!!!!
Ruangan panel pun meledak dan menimbulkan suara ledakan yang kencang disertai api yang besar. Aku berlari sekuat tenaga menuju aula untuk melakukan the grand finale.
Pertama, sesampainya di dekat aula, Aku pantau terlebih dulu situasinya. Berdasarkan pengamatan ku, nampaknya orang-orang bodoh ini mulai panik. Saking bodohnya, mereka malah berdiam di aula. Kalau orang normal pastinya sudah melarikan diri dari sana.
Kedua, setelah dirasa aman Aku secara diam-diam memblokir semua akses keluar aula. Beruntung, Aku mendapatkan kunci pintu aula dari si bodoh yang mengejarku tadi.
Oke, semuanya sudah siap. Dan sekarang...waktunya eksekusi. Aku lemparkan sebuah batu ke arah jendela aula. Lalu, dengan cepat Aku melompat ke dalam dan membantai orang-orang bodoh itu...sendirian. Suara teriakan mereka adalah musik terindah yang pernah Aku dengar sepanjang hidupku. Darah yang memuncrat dan jeroan mereka yang berserakan adalah pemandangan terindah yang pernah Aku lihat. Ahh...Aku tidak pernah merasa sepuas ini sebelumnya...
Rasanya...enak sekali...
Setelah itu, Aku terbangun di kamarku. Kupikir Aku melakukan pembantaian itu, tapi saat kulihat diriku...sepertinya itu semua hanya mimpi. Yang Aku ingat terakhir kali, tubuhku berlumuran darah. Dan saat Aku sadar, Aku sudah bersih dan berganti pakaian. Seandainya itu nyata...
TOK-TOK-TOK!!!
"Dara, bangun sayang", apa Aku tidak salah dengar? Itu kan suara Ibu? Kenapa Dia...tunggu, jangan bilang kalau semua yang Aku lakukan semalam hanya mimpi
"Dara, ayo sarapan dulu", sepertinya Aku bermimpi. Aku masih mendengar suara kedua orang tuaku. Setelah ini, Aku pasti mendengar suara mereka sedang bertengkar.
Aku buka pintu kamarku...
Entah mengapa suasananya berbeda...
Aku merasa...suasana di rumahku terasa ceria...
Tidak seperti biasanya Aku disambut hangat oleh orang tuaku...
"Ayo nak, kita sarapan dulu", ucap Ayahku sambil tersenyum. Aku berjalan ke arah kursi di samping meja makan. Aku masih menatap kedua orang tuaku dengan penuh kebingungan. Tidak biasanya rumahku seperti ini.
"Nih, sarapannya udah siap", ucap Ibuku sambil menyodorkan sepiring daging steak dihadapan ku
"T-t-t-tumben...M-m-mamah...masak steak...", ucapku terbata-bata. Aku masih merasa kebingungan dengan pemandangan ini
"Nggak apa-apa, Mamah lagi pengen masak aja buat Kamu", tutur Ibuku,
"Mumpung Papah ada rezeki lebih, kita makan daging selama beberapa hari ke depan", Aku terkejut bukan main,
"B-beneran Mah, Pah?!", mereka berdua menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ahh...Aku merasa senang sekali. Aku habiskan steak buatan Ibuku dengan lahap.
Rupanya kehidupanku setelah bermimpi semalam, membuatku serasa hidup di surga. Setiap hari makan enak dan kehidupan keluargaku terasa harmonis. Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Seandainya...hidupku yang seperti ini bisa bertahan lama...
Tapi semuanya berubah saat Aku terbangun dari tidurku. Penampilanku berubah lagi. Penampilanku sama persis saat Aku membantai orang-orang di kampus. Kulihat badanku masih berlumuran darah. Saat Aku menoleh, Aku dikejutkan dengan 2 kerangka manusia di lantai. Masih ada sisa-sisa daging di tubuh kerangka itu. Dan saat Aku lihat lebih dekat, Aku baru sadar...
Selama ini...Aku sudah kehilangan kendali atas diriku sendiri. Aku berjalan ke arah kerangka itu. Aku cicipi sisa daging yang menempel di tubuhnya dan dari situ, Aku baru menyadarinya...
Kalau selama ini, Aku sudah memakan jasad orang tuaku sendiri...
Aku masih ingat bagaimana rasa dari "daging steak" yang Aku makan beberapa waktu lalu...
Dan rasanya...sama persis dengan rasa daging yang Aku cicipi barusan...
Aku syok bukan main. Aku lampiaskan semuanya sambil berteriak sekencang-kencangnya. Hingga akhirnya, ada salah seorang warga yang mendengar jeritan ku. Orang tersebut juga tak kalah kagetnya denganku. Ia pun berteriak minta tolong, lalu warga lainnya pun berbondong-bondong datang ke rumahku.
Setelah itu, Aku dibawa ke tempat pemeriksaan kejiwaan atas rekomendasi dari pihak Kepolisian. Ya, sebelum Aku diperiksa kejiwaannya, Aku sempat dibawa ke kantor Polisi. Mereka memeriksa ku dan berhasil mengidentifikasi diriku sebagai pelaku utama pada kasus pembantaian para mahasiswa di malam Valentine. Sial! Seandainya Aku bisa menghapus sidik jari ku, sepertinya Aku tidak akan dibawa ke kantor Polisi.
Hasil pemeriksaan kejiwaan ku mengatakan kalau Aku positif memiliki gangguan jiwa. Jawabannya jelas sekali, karena Aku memang sudah kehilangan kewarasan ku akibat "lingkaran-lingkaran setan" yang mengepungku. Setelah itu, Aku pun dijebloskan ke sebuah penjara khusus di kota. Seharusnya Aku divonis seumur hidup...tapi...ada seseorang yang membebaskan ku...
Di tahun ketiga masa tahanan ku, tiba-tiba saja Aku mendapatkan kabar dari sipir tahanan. Ia bilang, "Kamu dibebaskan pada hari ini", apa Aku tidak salah dengar? Aku dibebaskan katanya?
Aku pun berjalan keluar dari sel tahanan, lalu kutemukan seorang cowok yang menyambutku dengan senyuman. Dengan hartanya, Ia berhasil menebus semua denda yang tidak bisa Aku bayar. Di satu sisi Aku merasa bersyukur bisa dibebaskan dari penjara, di sisi lain Aku merasa kebingungan, mengapa cowok bodoh ini mau membuang-buang uangnya hanya untuk membebaskan ku?
Singkat cerita, Ia membawaku ke rumahnya yang tidak beda jauh dengan istana. Ia mengaku sebagai salah satu "teman kuliahku". Aku sama sekali tidak mengenalnya saat itu, sampai saat Ia berpakaian khas di zaman kuliahnya dulu, Aku baru menyadarinya. Ternyata, Dia adalah anak cupu yang sering dirundung oleh orang-orang kampus. Di kampusku dulu, ada 3 orang yang selalu jadi bulan-bulanan mahasiswa. Aku dan si cowok itu, sementara satu lagi ada seorang cewek yang penampilannya bisa dibilang buruk rupa. Kacamata tebal, rambut kepang dua dan mukanya yang penuh dengan jerawat. Aku tidak pernah bertemu lagi dengan cewek itu sejak lulus kuliah.
Aku terkejut dengan nasib si cowok cupu yang berubah drastis. Penampilannya jauh berbeda, Aku akui Dia tampan dan sangat kaya. Ia mendapatkan semua hartanya setelah kedua orang tuanya meninggal. Bisa dibilang, Dia kaya bermodalkan warisan orang tua.
Aku dan si cowok mulai akrab. Aku pun tinggal di rumahnya semenjak Aku dibebaskan dari penjara. Dia membantuku untuk bangkit dari keterpurukanku. Perlahan tapi pasti, Aku merasa kalau kewarasan ku sudah kembali. Dan akhirnya, Kami berdua pun mulai dekat. Sampai akhirnya, Aku mulai berkeluarga dengan si cowok. Ya, hubungan kami berlanjut ke jenjang pernikahan.
Di tahun pertama, semuanya berjalan baik-baik saja. Tahun kedua, Aku merasa ada sedikit jarak antara Aku dan Dia. Dan di tahun ketiga...Aku harus merasakan kembali mimpi buruk ku...
Berlanjut di bawah...
⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️






tien212700 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
567
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan