- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Sunkis Tanda Cinta


TS
ika775
Sunkis Tanda Cinta

Sunkis Tanda Cinta
Lusi mungkin cukup belia. Di hati kecilnya pun mulai mendamba cinta. Bukankah teman-temannya juga sudah punya pacar? Sementara dirinya setiap malam minggu cuma bisa menghabiskan waktu di kamar. Mendengarkan lagu-lagu mp3 dari ponsel pemberian tantenya.
Terkadang Lusi membujuk hatinya dengan beberapa kalimat sakti. Bahwa jodoh pasti bertemu. Semua pasti datang di waktu dan tempat yang tepat. Cinta bisa datang tiba-tiba.Dan entah kalimat apa lagi.
Sepertinya usahanya tak terlalu berhasil. Lusi masih saja berkecil hati karena belum mempunyai tambatan hati. Ponselnya ini belum pernah berdering karena panggilan seorang cowok seperti yang dia bayangkan.
Terkadang Lusi berpikir untuk merubah kriteria suami idaman yang dituliskannya dalam diary.
- seiman
- bertanggung jawab
- setia
- pengertian
- sopan
- romantis
- penyayang
- sabar
- rajin sholat
- tidak merokok
- sehat jasmani dan rohani
Sejenak Lusi tertegun.
Apakah syarat-syarat ini terlalu sempurna?
Bagian mana yang harus dihilangkan?
Lusi bengong, tak terasa ia menggigiti ujung polpennya. Ia bingung. Semuanya penting!
**
Akhir pekan ini tabungan Lusi sudah mencapai dua ratus ribu. Keuntungan dari menjual nasi arem setiap pagi, ia sisihkan sepuluh ribu rupiah. Upah dari ibu karena ia berkeliling dengan sepeda, menjajakan sarapan pagi itu. Alhamdulillah nasi arem yang dibawanya selalu habis terjual. Masakan ibu memang enak sedunia. Semua isian merupakan masakan baru. Bahan yang dibeli ibu di pasar, juga bahan-bahan segar dan berkualitas. Pembeli yang peka, pasti bisa merasakan keistimewaan ini.
Lusi masih termenung, di depan sebuah toko buku terkenal. Ia tahu toko ini punya cabang di seluruh Indonesia. Buku-bukunya lengkap dan eksklusif. Interior toko jangan ditanya. Pasti nyaman dan bikin betah di dalam.
Lusi masih memilah-milah buku yang ingin dibawa pulang. Agak sulit jika tak membawa teman, memang. Tak ada yang bisa diajak diskusi dan dimintai pendapat. Sementara Lusi mulai bingung memilih antara novel penulis favoritnya, atau buku panduan bagaimana menjadi istri sholeha yang dicintai suami. Dari resensi di bagian belakang, Lusi rasanya lebih butuh pada pilihan yang kedua. Buku inspirasi dan sekaligus pedoman tentang agamanya.
Setelah menimbang-nimbang, Lusi berjalan pasti ke meja kasir. Membaca novel bisa digantikan dengan online dan memilih saja judul yang dia kehendaki. Tinggal beli data 2GB ia bisa loading sepuasnya. Sisa kembalian dari membeli buku bisa ia gunakan untuk membeli roti bakar atau buah yang nikmat di siang bolong seperti sekarang.
Hayuk lah, Lusi bergegas keluar dan matanya mencari penjual roti bakar atau buah pinggir jalan. Mestinya ada, di tempat ramai seperti ini. Payah juga teman-temannya tak ada yang mau menemani ke toko buku. Tapi kalau jjs di mall pasti lancar ngga banyak alasan. Terpaksa Lusi berjalan kaki sendirian.
**
Akhir-akhir ini di tempat tidur, Lusi suka gelisah. Salah sedikit dinyalakannya layar ponsel, memastikan tak ada pesan whatsapp yang masuk.
Sudah dua minggu Lusi mengenal Abu, itu pun karena tukeran nope. Sejak itu pula dirinya jadi puber.
Ah, puber kan di usia dua belas apa tiga belas gitu, pikirnya. Sedang dirinya sudah delapan belas tahun. Tidak salah, ini pasti cinta. Ia pasti jatuh cinta kepada Abu, si penjual buah di gerobak pinggir jalan. Doanya mungkin sudah terkabul.
Hari berjalan terasa cepat. Tak terasa sebulan berlalu. Bunga-bunga di hati Lusi makin bersemi. Dan ada yang berubah dengannya sekarang. Ia merasa tak enak harus bersepeda menjajakan dagangan ibunya. Apa kata Abu nanti, kalau tahu ia setiap pagi berjualan? Apa keluarga Abu mau menerimanya sebagai.....
Ditepisnya pikiran aneh ini. Sejak kapan ia malu jadi orang miskin? Bukankah sejak kecil ia kehilangan sosok Ayah? Sejak kecelakaan maut itu terjadi. Dan ibunyalah yang selama ini membesarkannya. Alhamdulillah sesekali ia masih mendapat bantuan dari tante Nata, kakak almarhum ayah yang tinggal di luar kota.
Bukankah Abu juga seorang pedagang kecil? Penampilannya juga sederhana. Cuma kelihatannya ia pandai dan selalu bersih. Ini sih yang disukainya dari Abu. Bersih pakaian dan wajahnya, serta tidak merokok.
Beberapa kali Lusi minta petunjuk kepada Allah, sekiranya Abu adalah jodoh yang dia harapkan, semoga dimudahkan jalannya.
Pada bulan kedua perkenalannya, di suatu pagi yang cerah, Lusi menerima pesan whatsapp. Abu diajak bekerja di pesantren, sebagai tenaga pengajar.
Lusi langsung bersorak. Ini benar-benar kabar gembira. Lusi suka mendengarkan kiriman video kala Abu membaca surah-surah panjang. Suaranya begitu merdu. Abu pandai mengaji. Sepulang dari berjualan buah, selesai sholat magrib, terkadang Abu merekam hafalannya dan membaginya kepada Lusi. Mereka tidak biasa melakukan video vall. Tidak biasa chattingan panjang lebar. Tapi hati keduanya seperti sudah klik.
"Ya Allah, jika mas Abu adalah jodoh terbaik untuk hamba, tolong berikan ridhomu yaa Allah..." demikian doa Lusi pagi itu, sebelum mulai berkeliling menjajakan nasi arem. Hatinya penub semangat.
Sorenya, secara mengagetkan Lusi menerima pesan singkat dari Abu. Cowok itu akan datang ke rumahnya membawa dua macam buah. Lusi diminta memilih. Antara penasaran dan gemes, ditunggunya 30 menit yang terasa lama. Abu akan datang, begitu pesannya.
Abu menepati kata-kata dalam pesan whatsappnya. Ia datang dengan seorang teman yang belum dikenal Lusi. Mereka lalu duduk di teras.Lusi kikuk bukan main.
"Ayolah, kamu pilih salah satu dari buah ini, apel atau sunkist..."
"Untuk apa? Apakah ini hadiah?" tanya Lusi gemetaran. Tak pernah ada seseorang yang memperlakukannya seperti ini, sebelumnya.
"Bukankah ini buah dagangan kamu?" Lusi masih tak mengerti.
"Benar. Dan saya tidak tahu buah mana yang kamu sukai. Biasanya kamu membeli mangga, kalau mampir di gerobak saya. Ya kan?"
Deg! Lusi jadi salah tingkah. Apalagi teman yang dibawa Abu senyum-senyum gitu. Beruntung ibunya muncul dari dalam.
Setelah ibu mendapat penjelasan tentang rencana Abu, ibu malah menggodanya. Membuat pipi Lusi terasa hangat saja.
"Ayo dipilih Neng, apa perlu ibu yang pilihkan?"
Duhh...mau tidak mau Lusi menggerakkan tangannya. Memilih buah dalam jala pembungkus. Antara apel dan sunkist. Tampaknya beratnya sama, sekilo. Tapi jumlah apel lebih sedikit, karena ukurannya lebih besar. Lusi melihat ada gulungan kecil keetas berwarna putih. Mestinya ada tulisan dalam gulungan itu. Tapi apa yaa? Bagaimana kalau dirinya salah menjatuhkan pilihan?
"Bismillahirohmaanirrohiim..." Lusi memilih kantong jala berisi sunkis kecil-kecil. Ia suka wanginya saat dikupas. Ia juga suka rasa manis asemnya yang segar.
"Terima kasih sudah memilih. Sekarang buka tulisan dalam gulungan ini..." kata Abu lagi sambil menyungging senyum.
Assalamu alaikum wr wb.
Jika kamu memilih sunkist, artinya kamu menerima saya menjadi calon suami. Maaf saya tak pandai berbasa-basi. Saya hanya ingin memastikan kalau gayung bersambut. Saya akan bekerja dan tinggal di pesantren mulai dua hari lagi. Selanjutnya kita tidak bisa sering berkomunikasi. Karena itu aturan yayasan. Enam bulan lagi, insyaa Allah saya akan datang kepada orang tuamu untuk melamar. Semoga kamu setia menunggu dan kita memang berjodoh. Engkaulah gadis yang muncul setelah istikharoh.
Wassalamu alaikum wr wb.
Lusi menyerahkan surat kecil itu kepada ibunya. Suasana hatinya campur aduk. Ada senang, ada lega, ada juga penasaran. Bagaimana kalau tadi ia memilih buah apel. Apakah isi surat itu berbeda?
"Jadi kalau aku memilih buah apel, apakah....." suaranya menggantung. Sadis ini cowok.
Abu tersenyum sambil menyerahkan gulungan kertas dari buah apel.
"Isinya sama kok. Kan buat nembak kamu aja. Dua-duanya juga buat kamu. Hadiah... Karena setelah ini kita tidak akan bertemu sampai enam bulan ke depan..."
Lusi terhenyak. Dasar cowok! Dia merasa dikerjain. Tapi untunglah hanya sebatas bikin bingung. Toh hatinya senang juga. Sunkis tanda cinta!
❤❤
Diubah oleh ika775 15-02-2021 14:36






tien212700 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
522
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan