Kehilangan, sebenarnya, hanyalah peristiwa biasa. Wajar bagi setiap orang. Kita semua pasti pernah merasakannya. Entah itu kehilangan sesuatu yang remeh-temeh atau sesuatu yang sangat berharga. Peristiwa kehilangan yang terjadi pada manusia, adalah bukti bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara. Manusia sekadar wayang yang melakoni kisah-kisah takdir yang telah digariskan oleh Sang Dalang; Tuhan.

Ada bermacam-macam peristiwa kehilangan, baik itu yang dirasakan oleh individu atau sekumpulan masyarakat. Bencana banjir, gempa, kecelakaan pesawat yang terjadi di awal tahun kemarin, adalah contoh kehilangan yang dirasakan tidak hanya oleh satu individu.

Ada juga peristiwa kehilangan yang bahkan dirasakan oleh seluruh dunia. Saat ini, kita sedang mengalaminya. Pandemi Covid-19 telah merenggut sebagian penghasilan kita. Tiba-tiba kebebasan kita untuk berinteraksi secara tatap muka direnggut. Tidak bebas bepergian, bekerja, berwisata; tidak bisa belajar di sekolah; bahkan berobat ke rumah sakit pun tidak bisa seleluasa dulu.



Sedih, marah, kecewa, tapi tak berdaya. Mau mengeluh, semua orang juga merasakan dampak yang sama. Satu-satunya jalan adalah menerima dan menghadapinya. Legowo. Inilah episode hidup yang mesti kita jalani.

Sebuah kehilangan, hendaknya membuat kita sadar akan kesalahan yang pernah kita lakukan. Apakah ini teguran atau hukuman dari Tuhan? Patutkah mempertahankan kesombongan dan keegoisan, padahal keterbatasan begitu lekat pada kita?

Sekali lagi, kita hanyalah wayang, yang sedang mengikuti skenario Sang Dalang. Maka dari itu, kita tak boleh melupakan kehadiranNya. Orang yang mampu memahami hal ini, ia tak akan mudah terluka oleh kehilangan; tak mudah tumbang karena putus asa; lekas bangkit dari keterpurukan.




Sebaliknya, orang yang tidak menyadari kedudukannya di dunia, terlena dengan gemerlap dunia, sehingga melupakan tujuan utama hidupnya, ketika diterpa musibah yang merenggut sesuatu yang dikejarnya, ia akan mudah menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan. Ia tak akan mampu melihat ke dalam dirinya, introspeksi diri tentang kesalahan apa yang membuatnya kehilangan.

Sebagai penutup, marilah kita renungi kembali, apakah kehilangan demi kehilangan yang kita alami, adalah sebuah teguran atau hukuman dari Tuhan. Marilah memanusiakan kembali hati kita, nurani kita. Kembali kepada posisi kita sebagai hamba di hadapanNya.

Malang, 11 Februari 2021

Penulis @InaSendry
Opini pribadi