

TS
husnamutia
Kenapa Ragu Untuk Divaksin?
Aku anak sehat tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku masih bayi selalu diberi asi dan makanan bergizi dan imunisasi.
Lagu ini sudah kita kenal sejak balita. Tentang teori tubuh yang sehat adalah dengan cara pemberian ASI, makanan bergizi dan imunisasi (saudaranya Vaksin).

Jadi jauh sebelum adanya COVID-19, vaksin dan imunisasi telah lama lahir. Namun demikian hingga sekarang vaksin tetap menjadi pro dan kontra. Mulai dari cara pembuatan dan bahan dll.
Jujur saja, pemberian imunisasi dan vaksin yang telah berlangsung sejak lama. Tidak semua saya ikuti. Ya itu tadi karena ragu.
Pada kenyataannya pemberian vaksin cacar tidak menyebabkan seseorang terbebas dari cacar bukan? Bahkan ada statment bahwa setiap orang akan terkena cacar sekali dalam hidupnya. Pernah mendengar tentang hal ini?

COVID-19 ini merupakan virus baru, sudah menjadi barang tentu vaksinnya pun baru. Hal baru memang selalu membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali lebih dalam. Jadi wajar bukan, jika ragu terhadap Vakasin Covid-19 Sinovac?
Hal ini juga disebut sebagai sebuah reaksi yang wajar menurut Dr. Endang Mariani, M.Psi. pengamat dan praktisi Psikososial dan Budaya, Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. ar.
Apa itu vaksin? Vaksin adalah virus yang dilemahkan yang dimasukan ke dalam tubuh bsik melalui suntik atau ditetes. Jadi secara singkat vaksin adalah bibit penyakit dengan kadar sedikit/lemah. Itu pengertian vsksin yang dikenal di masyarakat (saya).
Namun menurut juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro hal itu tidak benar dan keliru. Beliau mengatakan.
"Anggapan ini salah. Karena vaksin terbuat dari virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, yang membuat badan kita jadi kenal, lalu kebal melawan penyakit. Hal ini tidak sama dengan membuat badan jadi sakit," terang Reisa secara virtual, Senin (21/12/2020).

Namun pengertian vaksin sebagai bibit penyakit telah terlanjur mengakar. Meskipun tujuan diberikannya vaksin ini agar tubuh kita mengenal virus COVID-19 sehingga saat virus ini datang menyerang tubuh kita langsung merespon dengan menciptakan kekebalan untuk melawan virus.
Vaksin yang didapatkan pertama kali akan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi terhadap suatu penyakit tertentu. Nah, selanjutnya imunisasi diberikan supaya antibodi yang telah terbentuk semakin kuat, sehingga kebal terhadap serangan penyakit atau virus.
Keterangan jelas di atas tidak lantas diterima begitu saja dengan mudah. Tetap saja ada keraguan didalamnya. Kenapa? Karena vaksin yang tujuannya untuk menciptakan kekebalan bukan untuk mengobati atau membunuh virus. Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang telah divaksin tidak terserang virus yang dimaksudkan.
Seperti halnya vaksin Cacar yang telah kita terima waktu balita. Kenyataannya virus cacar tetap saja menyerang. Bahkan katanya cacar akan diderita setiap orang seksli semasa hidupnya. Lantas apa fungsi vaksin tadi? Padahal Vsksin Cacar telah lama lahir. Bagaimana dengan vaksin Covid-19 yang baru saja ditemukan? Jadi wajar bukan jika ragu?
Terlebih lagi di era digital di mana segala informasi dengan mudah diakses oleh setiap orang. Peperangan antara pro dan kontra vaksin semakin keras berdengung.

Berita hoax soal COVID-19 dan Vaksin seperti bola api yang dilempar ke sana kemari. Kelompok kontra gencar menolak dengan berbagai alibi. Dari mulai teori konspirasi hingga adanya nilai bisnis dan korupsi di dalam vaksin.
Sementara pemberian vaksin, pada prakteknya masih tidak jelas prosedurnya karena kurangnya sosialisasi.
Reaksi apa yang muncul ketika warga didata untuk divaksin, senang atau takut?
Jawabannya pasti berbeda-beda. Berkaitan dengan hal ini, baru saja di WAG yang saya ikuti ada seorang teman yang merasa takut saat didata. Akan tetapi kabarnya jika menolak akan didenda maka terpaksa menerima untuk didata. Ini baru di data, belum dipastikan divaksin atau tidak tetapi sudah menimbulkan ketakutan.
Kerap timbul pertanyaan. Apakah akan aman divaksin?Aku punya penyakit bawaan apa tetap divaksin? Pertanyaan-pertanyaan itu justru muncul karena ada keraguan.
Sinovac adalah vaksin baru yang tentunya membutuhkan waktu untuk mengetahui keefektifannya mencegah virus.
Masalahnya siapa yang rela dirinya menjadi bahan percobaan?
Apa lagi dengan mengingat bahwa corona termasuk dalam keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga radang paru-paru, sehingga tidak ada pengobatan khusus untuk itu.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa orang biasanya sembuh sendiri seiring waktu.
Jadi, salahkah aku yang semakin ragu dengan vaksin Covid-19?
Meskipun menerima vaksin ini telah dicontohkan oleh Bapak Jokowi, nyatanya hal itu tidak mengurangi keraguan dan ketakutan di masyarakat.
Salah satu warga masyarakat itu adalah saya sendiri. Jika ditanya masuk golongan pro atau kontra, saya adalah golongan yang bingung.
Bagaimana tidak dari awal sejak Covid-19 muncul di Wuhan, berita-berita terus menerus bergulir. Aroma ketakutan tersebar begitu luas, tetapi seiring berjalannya waktu berita itu semakin menguap kemudian hilang. Hal ini membuat sebuah pertanyaan tentang kebenaran berita itu sendiri?
Setelah sekarang nyata di samping kanan kiri ada yang jatuh sakit dan divonis terkena COVID-19 lagi-lagi datang informasi bahwa sebelumnya mereka mempunyai penyakit bawaan. Kemudian muncul sebuah statment baru 'Jangan ke rumah sakit jika sakit, sebab nanti menjadi divonis kena COVID-19.
Setelah kami mati-matian mengikuti protokol kesehatan. Memakai masker dll. Di lain pihak banyak tokoh publik justru melanggar seenak jidat. Padahal kami sudah berusaha keras mematuhi.
Belum lagi tuntunan ekonomi yang terus mendesak. Bagaimana pun untuk memelihara kesehatan diperlukan biaya. Untuk menciptakan kekebalan tubuh diperlukan asupan gizi yang cukup. Bagaimana bisa gizi terpenuhi jika makan sehari-hari pun susah untuk didapati.
Jika benar vaksin diberikan secara GRATIS tentu tidak terlalu menjadi persoalan. Akan tetapi jika membayar untuk sesuatu yang belum ada jaminan keefektifan. Serupa membeli harapan sementara ancaman efek samping lebih mengerikan.
Ah, terkadang saya sendiri bingung. Keraguan itu muncul karena alasan-alasan yang tersebut di atas. Atau karena ragu sehingga muncul berbagai alasan untuk menolak.
Lantas jika benar petugas itu datang, dapatkah saya menolaknya? Entahlah saya tak bisa menjawabnya sekarang. Kita lihat bagaimana nanti saja.
Opini pribadi dari reverensi bacaan satu, dua, tiga

Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku masih bayi selalu diberi asi dan makanan bergizi dan imunisasi.
Lagu ini sudah kita kenal sejak balita. Tentang teori tubuh yang sehat adalah dengan cara pemberian ASI, makanan bergizi dan imunisasi (saudaranya Vaksin).

Pixabay
Jadi jauh sebelum adanya COVID-19, vaksin dan imunisasi telah lama lahir. Namun demikian hingga sekarang vaksin tetap menjadi pro dan kontra. Mulai dari cara pembuatan dan bahan dll.
Jujur saja, pemberian imunisasi dan vaksin yang telah berlangsung sejak lama. Tidak semua saya ikuti. Ya itu tadi karena ragu.
Pada kenyataannya pemberian vaksin cacar tidak menyebabkan seseorang terbebas dari cacar bukan? Bahkan ada statment bahwa setiap orang akan terkena cacar sekali dalam hidupnya. Pernah mendengar tentang hal ini?

Pixabay
COVID-19 ini merupakan virus baru, sudah menjadi barang tentu vaksinnya pun baru. Hal baru memang selalu membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali lebih dalam. Jadi wajar bukan, jika ragu terhadap Vakasin Covid-19 Sinovac?
Hal ini juga disebut sebagai sebuah reaksi yang wajar menurut Dr. Endang Mariani, M.Psi. pengamat dan praktisi Psikososial dan Budaya, Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. ar.
Apa itu vaksin? Vaksin adalah virus yang dilemahkan yang dimasukan ke dalam tubuh bsik melalui suntik atau ditetes. Jadi secara singkat vaksin adalah bibit penyakit dengan kadar sedikit/lemah. Itu pengertian vsksin yang dikenal di masyarakat (saya).
Namun menurut juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro hal itu tidak benar dan keliru. Beliau mengatakan.
"Anggapan ini salah. Karena vaksin terbuat dari virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, yang membuat badan kita jadi kenal, lalu kebal melawan penyakit. Hal ini tidak sama dengan membuat badan jadi sakit," terang Reisa secara virtual, Senin (21/12/2020).

Pixabay
Namun pengertian vaksin sebagai bibit penyakit telah terlanjur mengakar. Meskipun tujuan diberikannya vaksin ini agar tubuh kita mengenal virus COVID-19 sehingga saat virus ini datang menyerang tubuh kita langsung merespon dengan menciptakan kekebalan untuk melawan virus.
Vaksin yang didapatkan pertama kali akan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi terhadap suatu penyakit tertentu. Nah, selanjutnya imunisasi diberikan supaya antibodi yang telah terbentuk semakin kuat, sehingga kebal terhadap serangan penyakit atau virus.
Keterangan jelas di atas tidak lantas diterima begitu saja dengan mudah. Tetap saja ada keraguan didalamnya. Kenapa? Karena vaksin yang tujuannya untuk menciptakan kekebalan bukan untuk mengobati atau membunuh virus. Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang telah divaksin tidak terserang virus yang dimaksudkan.
Seperti halnya vaksin Cacar yang telah kita terima waktu balita. Kenyataannya virus cacar tetap saja menyerang. Bahkan katanya cacar akan diderita setiap orang seksli semasa hidupnya. Lantas apa fungsi vaksin tadi? Padahal Vsksin Cacar telah lama lahir. Bagaimana dengan vaksin Covid-19 yang baru saja ditemukan? Jadi wajar bukan jika ragu?
Terlebih lagi di era digital di mana segala informasi dengan mudah diakses oleh setiap orang. Peperangan antara pro dan kontra vaksin semakin keras berdengung.

Pixabay
Berita hoax soal COVID-19 dan Vaksin seperti bola api yang dilempar ke sana kemari. Kelompok kontra gencar menolak dengan berbagai alibi. Dari mulai teori konspirasi hingga adanya nilai bisnis dan korupsi di dalam vaksin.
Sementara pemberian vaksin, pada prakteknya masih tidak jelas prosedurnya karena kurangnya sosialisasi.
Reaksi apa yang muncul ketika warga didata untuk divaksin, senang atau takut?
Jawabannya pasti berbeda-beda. Berkaitan dengan hal ini, baru saja di WAG yang saya ikuti ada seorang teman yang merasa takut saat didata. Akan tetapi kabarnya jika menolak akan didenda maka terpaksa menerima untuk didata. Ini baru di data, belum dipastikan divaksin atau tidak tetapi sudah menimbulkan ketakutan.
Kerap timbul pertanyaan. Apakah akan aman divaksin?Aku punya penyakit bawaan apa tetap divaksin? Pertanyaan-pertanyaan itu justru muncul karena ada keraguan.
Sinovac adalah vaksin baru yang tentunya membutuhkan waktu untuk mengetahui keefektifannya mencegah virus.
Masalahnya siapa yang rela dirinya menjadi bahan percobaan?
Apa lagi dengan mengingat bahwa corona termasuk dalam keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga radang paru-paru, sehingga tidak ada pengobatan khusus untuk itu.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa orang biasanya sembuh sendiri seiring waktu.
Jadi, salahkah aku yang semakin ragu dengan vaksin Covid-19?
Meskipun menerima vaksin ini telah dicontohkan oleh Bapak Jokowi, nyatanya hal itu tidak mengurangi keraguan dan ketakutan di masyarakat.
Salah satu warga masyarakat itu adalah saya sendiri. Jika ditanya masuk golongan pro atau kontra, saya adalah golongan yang bingung.
Bagaimana tidak dari awal sejak Covid-19 muncul di Wuhan, berita-berita terus menerus bergulir. Aroma ketakutan tersebar begitu luas, tetapi seiring berjalannya waktu berita itu semakin menguap kemudian hilang. Hal ini membuat sebuah pertanyaan tentang kebenaran berita itu sendiri?
Setelah sekarang nyata di samping kanan kiri ada yang jatuh sakit dan divonis terkena COVID-19 lagi-lagi datang informasi bahwa sebelumnya mereka mempunyai penyakit bawaan. Kemudian muncul sebuah statment baru 'Jangan ke rumah sakit jika sakit, sebab nanti menjadi divonis kena COVID-19.
Setelah kami mati-matian mengikuti protokol kesehatan. Memakai masker dll. Di lain pihak banyak tokoh publik justru melanggar seenak jidat. Padahal kami sudah berusaha keras mematuhi.
Belum lagi tuntunan ekonomi yang terus mendesak. Bagaimana pun untuk memelihara kesehatan diperlukan biaya. Untuk menciptakan kekebalan tubuh diperlukan asupan gizi yang cukup. Bagaimana bisa gizi terpenuhi jika makan sehari-hari pun susah untuk didapati.
Jika benar vaksin diberikan secara GRATIS tentu tidak terlalu menjadi persoalan. Akan tetapi jika membayar untuk sesuatu yang belum ada jaminan keefektifan. Serupa membeli harapan sementara ancaman efek samping lebih mengerikan.
Ah, terkadang saya sendiri bingung. Keraguan itu muncul karena alasan-alasan yang tersebut di atas. Atau karena ragu sehingga muncul berbagai alasan untuk menolak.
Lantas jika benar petugas itu datang, dapatkah saya menolaknya? Entahlah saya tak bisa menjawabnya sekarang. Kita lihat bagaimana nanti saja.
Opini pribadi dari reverensi bacaan satu, dua, tiga

Diubah oleh husnamutia 27-02-2021 22:41






tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
943
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan