wafafarhamuAvatar border
TS
wafafarhamu
BAB 2: BUKAN HANYA MAYAT YUNA
Ternyata Delia masih melanjutkan chatnya. Notif bunyi tiga kali.

"Dari istrinya Mas?" Ustadz Harun kelihatan tak enak mendengar gawaiku yang terus berbunyi.

"Hehe, bukan Ustadz. Usia saya kan baru 28 tahun."

"Ah sudah cukup itu, kalau di Yaman 18 tahun belum nikah itu aib?"

"Yaman Ustadz? Aib? Waw, amazing donk. Pada nikah muda? Ustadz dari Yaman?"

"Hehe. Iya jelas pada nikah muda. Benar saya lulusan Yaman."

"Yaman bukannya tempatnya syiah Ustadz? Itu kenapa sekarang lagi kisruh dengan Arab?"

"Wah Mas tahu dari mana?"

"Biasa google Ustadz. Hehehe."

"Google pun banyak hoax, karena kita gak bisa pukul rata dan membenci saudara kita yang ada di sana, bahkan selevel presiden pun bisa nyebar hoax?"

"Maksud Ustadz?"

"Iya, bukannya pemimpin barat sering menyebar hoax bahwa Islam itu teroris. Tapi pada saatnya ukhuwah akan menyatukan kita dan menolong seluruh kaum muslim, bukan hanya Yaman tapi juga muslim di negeri-negeri lain seperti Suriah, Palestina, Myanmar dan di Xinjiang China.”

Benar juga, Ustadz Harun bahkan tadi sempat menyebut Bunda Aisyah ketika menjelaskan tentang interaksi pria wanita dalam Islam. Bukankah syiah sangat membenci Siti Aisyah.

"Hehe, kaget saya Ustadz. Saya pikir, Ustadz akan bahas raja hoax yang beredar baru-baru ini."

"Wah Mas Romi suka politik juga. Ya soal itu kapan-kapan sajalah kita bahas. Hahaha."

Ustadz Harun tertawa, kemudian menunjuk gawaiku.

"Ohya Ustadz, hehehe. Saya pamit."

Bicara dengan Ustadz Harun membuatku lupa pada WA dari Delia. Sampai di parkiran, aku melihat Ustadz Harun menggangguk.

Tapi setelah membuka pintu aku kembali berbalik,

"Ustadz!"

Ustadz Harun yang sudah mau masuk masjid menoleh.

"Ya? Kok balik lagi Mas?"

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tak gatal, salah tingkah.

"Em itu Ustadz, bisakah saya menginap di sini malam ini?"

Ustadz Harun mengernyit.

"Em itu, tiba-tiba saya ingat hantu Jepang. Eh bukan saya ingin tahu banyak tentang raja hoax dan perang Yaman."

"Hahahha."

Sepertinya Ustadz Harun menangkap apa yang aku rasa.

"Begini Mas sebenarnya saya belum masuk rumah sejak tadi siang. Kasian istri saya sepertinya sudah kangen sekali."

"Oh Ustadz punya istri?"

"Hahaa, saya ini kan ustadz bukan biksu."

"Hehehe."

"Istri saya, tiga ..."

"Ustadz punya tiga istri? Wow."

Ustadz Harun menepuk pundakku.

"Saya belum selesai bicara Mas, maksud saya istri dan tiga anak saya. Insyaallah besok lepas subuh kita lanjutkan diskusi."

"Oh begitu. Ya silakan Ustadz."

Tak lama Ustadz Harun memanggil seorang marbot, memintanya membawaku ke kamar mereka. Tapi aku menolak, dan memilih tetap di dalam masjid. Ruang masjid membuatku merasa aman. Hingga malam masih ada beberapa orang i'tikaf, mereka adalah orang-orang sepertiku binaan Ustadz Harun yang haus kebutuhan rohani.

Tadinya saat aku memutar kunci pintu mobil pandanganku tak sengaja melihat ke arah jalan, tepat di seberang jalan gadis berseragam itu duduk. Rambutnya tergerai menutupi seluruh wajahnya. Jantungku hampir saja copot, sehingga kuputuskan kembali masuk ke masjid.

***

Setelah berwudhu, dan sholat tahiyyatul masjid. Aku membuka pesan dari Adelia. Empat pesan beruntun. Rupanya saking takut, aku tak menyadari handphone berbunyi lagi.

[Mengerikan Mas, bukan hanya mayat Yuna. Tapi ada mayat gadis lain yang ditemukan polisi]

[Mas bisa antar ke RS?]

[Mas kok gak bales]

[Mas]



Aku pun membalasnya.

[Kamu sakit?]

[Nggak, cuma beberapa guru ada di RS. Mereka ingin melihat keadaan Yuna]

Aku menghela nafas berat. Bingung apa yang harus aku perbuat. Tak mungkin aku terus terang melihat hantu dan tak berani keluar area masjid, bisa runtuh ke-handsome-anku di matanya.

[Ini kan sudah malam, gak baik wanita cantik malam hari ada di luar]

[Mas gak mau antar?]

[Bukan begitu, Mas takut kejadian sebelumnya terulang lagi. Mas ini laki-laki normal, bahaya jika kita bertemu malam-malam]

Tak ada balasan. Aku bernafas lega.

Namun, tidak berangsur lama, kelegaan itu hilang, tak sesuai harapan ternyata Delia tak menyerah. Satu dari wataknya yang tak aku suka saat kondisi seperti ini.

[Aku sudah bilang sama Bi Inah Mas, dia mau ikut serta]

"Huft," aku meniup berat. Mengacak-ngacak rambut.

Argh, wanita itu sungguh menyusahkan. Akhirnya beranjak juga tubuh ini. Aku mengamati keadaan di luar masjid, melihat ke arah halte. Lega, karena tak menangkap sosok gadis itu. Mungkin dia kepanasan karena aku sudah rajin sholat, untuk sesaat itu membuatku bangga.

Baru sadar kekonyolanku sejak tadi, berjinjit, mengendap-endap dan mengintip celingukan keluar masjid, aku segera memperbaiki posisi berdiri tegap sebelum ada yang melihat.

Aku sudah berdiri pintu mobil. Mengecek semua saku dan belum menemukan kunci. Shit, apalagi ini? Apa aku dikerjai gadis hantu itu?

"Mas!" Seorang jamaah memanggilku.

Aku langsung menoleh, dia memberikan kunci mobilku.

"Tadi waktu Mas mengendap-endap dan mengintip keluar kuncinya jatuh," lelaki itu tersenyum, manis dan ... membuatku malu.

***

Setelah menjemput Delia dan pembantunya, kami langsung meluncur ke rumah sakit.

Di lobby, kami bertemu dengan dua guru, kepala sekolah dan seorang berpakaian rapi yang sepertinya polisi. Mereka nampak mendiskusikan sesuatu secara serius.

Sedang di kursi dekat mereka, seorang lelaki paruh baya duduk dengan wajah pias. Kesedihan yang tak bisa kuterjemahkan. mendapati putrinya tak lagi bernyawa, tanpa tahu bagaimana kronologinya.

"Oh Ibu Delia." Lelaki tua yang mereka panggil Bapak Kepsek menyambut kedatangan kami. Lelaki berkacamata itu melirikku dengan pandangan tak biasa, lalu menunjuk pada Delia,

"Ini wali kelas sekaligus guru Bahasa Inggris di kelas Yuna."

Lelaki berpakaian rapi mencatat sesuatu di buku kecilnya.

"Apa ada siswi lain yang juga hilang?"

Kepala sekolah berpikir sejenak, lalu menggeleng, "Sejauh ini tidak ada laporan sisiwi hilang selain Yuna."

"Apa kita bisa melihat kondisi almarhumah?" Tanya Delia menyela pembicaraan Kepsek dan polisi itu.

"Sebentar Bu, ini masih di nego," ucap wanita yang juga guru itu setengah berbisik, namanya Wati. Aku tahu karena Delia sering bercerita tentang rekan mengajarnya, dan beberapa kali ketemu saat mengantar atau menjemput Delia.

Aku mendekati ayah Yuna, kemudian duduk di sebelahnya.

Lelaki itu menatapku sebentar kemudian melihat kearah sembarang, menahan tangis, tatapannya masih kosong.

"Orang tua Yuna?" Pertanyaanku sungguh tak memerlukan jawaban, karena dari gelagatnya aku sudah tahu.

Dia mengangguk berkali-kali dengan menahan isak. Aku mengusap-usap pundaknya. Ingin ku bicara banyak hal padanya, namun Delia sudah memanggilku.

"Mas ayo!"

"Ha?"

"Kesana!" Delia menunjuk ke lorong rumah sakit.

Aku berdiri, mengekornya.

"Kemana?"

"Melihat Yuna."

"Kita? Hanya berdua?"

"Kenapa Mas takut?" Delia menaikkan sebelah bibirnya, "kita diizinkan masuk tapi bergantian. Agak cepat jalannya nanti ketinggalan perawat yang mengantar ke ruangannya."

"Ruang mayat?"

"Ayo." Delia mengamit lenganku, berjalan paksa mengikuti lelaki berpakaian putih di depan kami.

Terus terang aku paling tidak suka lorong RS, kamar mayat, belum lagi bau obat yang membuatku mual. Ditambah ada hal mistis yang menyangkut benda-benda itu.

Seperti di film-film horor, kami melewati lorong RS yang lengang. Lalu, menyusuri teras RS yang bersebelahan dengan taman. Dedaunan basah, aroma petrikor menguar menyusup begitu saja, menambah bulu kuduk merinding. Jika saja gadis itu muncul sekarang, pasti menyempurnakan rasa takutku. Sepanjang jalan aku celingukan, tanpa sadar menggenggam tangan Delia begitu kuat.

"Mas."

"Ah ya." Langsung kukurangi energiku di tangan. Lagi-lagi aku harus salah tingkah.

Sampai di satu ruangan, seorang wanita menangis di dekat ranjang tempat Yuna terbujur kaku. Delia langsung memeluknya. Wanita itu semakin keras tangisnya di pelukan Delia.

Karena aku sedang bersama Delia, kuberanikan diri membuka penutup wajah Yuna.

Melihatnya, membuatku syok.

Seketika mataku membulat. Aku ingat benar wajah itu.

Yuna adalah gadis yang bertemu denganku saat di puncak. Beberapa kali bertemu malah, kami bahkan sempat bertukar nomor telepon. Tapi bagaimana bisa dia mati? Kondisinya sungguh mengenaskan, lebam dan luka memar bekas ikatan. Tanpa busana, hanya selimut yang menutupi tubuhnya. Lalu mayat satunya dimana?

Delia menangis tanpa isak, menutup mulut dengan tangannya. Aku ingin membahas satu mayat lain tapi tak sampai hati.

***

Di lobby, masih terjadi percakapan.

"Apa pelakunya sudah tertangkap?" Delia bertanya pada mereka.

Kepala sekolah menggeleng.

Melihat sosoknya, fokusku terganggu pada arloji  yang Ia kenakan. Seolah tak asing.

"Jamnya bagus Pak." Aku memuji seraya melirik ke arah Delia.

Delia terlihat tak nyaman dengan pertanyaanku pada kepsek.

"Oh ini." Kepsek langsung menutupi dengan tangannya, pipinya bersemu merah karena tersanjung.

Gila hormat pikirku.

"Hanya jam KW. Hahaha." Dia benahi kacamata tebalnya,

"Oya setelah diotopsi, kita akan tahu pelakunya," sambungnya sangat meyakinkan.

Delia mulai sibuk dengan pertanyaan polisi, tentu saja mereka tidak meminta keteranganku, karena tak satu pun dari mereka tahu bahwa sebelum kejadian aku dan Yuna sempat bertemu. Saat itu, rasanya aku ingin kembali ke kamar mayat dan melihat mayat satunya. Namun urung karena rasa takut masih mendera. Alhasil, aku hanya bisa diam-diam chat Arya, menanyakan gadis yang saat itu dia bawa ke villa, bernama Yuna.

[Bro ....]

Aku mulai menyapanya.

[Ya]

Arya langsung membalas.

[Sibuk?]

[Kagak.] Singkat Arya membalas. Bagus, dengan begitu dia akan balas semua chatku.

[Masih ingat gadis di puncak?]

[Yang mana?]

[Yg Loe bawa ke Villa lima hari lalu. Maksud gue "Jeny"]

Menurut Arya, Yuna sangat mirip Jeny Blackpink. Itu kenapa dia mengenalkan pada kami dengan nama itu.

Tak ada balasan, meski centang dua biru.

Aish, sial apa dia ada hubungannya dengan kematian Jeny?

Bersambung ke HALAMAN INI
Diubah oleh wafafarhamu 09-02-2021 11:24
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
289
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan