Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Bebal Kominfo Hadapi Covid-19
Spoiler for Johnny G Plate:


Spoiler for Video:


Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung kurang lebih 11 bulan lamanya. Namun hingga kini laju penyebaran virus dari China itu masih mengkhawatirkan. Informasi yang terbatas serta dinamika tentang virus yang berubah dengan cepat menyebabkan negara kewalahan mengantisipasinya. Kebijakan antisipasi, mulai dari penerapan protokol kesehatan massal seperti PSBB hingga teranyar tentang pengadaan vaksin seakan sia-sia. Angka kasus aktif Covid-19 Indonesia tak kunjung reda. Bahkan baru-baru ini kasus aktif tersebut telah mengalahkan India yang sempat menjadi nomor wahid di Asia. Sungguh prestasi yang tak dapat dibanggakan.

Pemerintah lantas menyalahkan informasi hoaks yang menjadi penyebab gagalnya penanganan pandemi Covid-19. Pada 1 Februari 2021, Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan per 30 Januari 2021, ada 1.396 isu hoaks Covid-19, di mana 92 isu terkait hoaks vaksin. Seluruh isu tersebut tersebar dalam 2.209 konten di sejumlah media sosial yakni Facebook, Instagram, Twitter dan YouTube.

Sumber : CNBC Indonesia[Waspada! Kominfo Temukan 1.396 Hoaks Terkait Covid-19]

Akibat dari informasi hoaks tentang vaksin, 30 persen masyarakat Indonesia masih meragukan keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19. Hal tersebut diungkapkan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Prof Dr Widodo Muktiyo, pada 27 Januari 2021 lalu.

Sumber : Liputan 6 [Kominfo Sebut Hoaks Buat 30 Persen Masyarakat Ragukan Vaksin Covid-19]

Kominfo pun memiliki langkah-langkah khusus untuk menyikapi serbuan informasi hoaks tersebut. Apabila informasi yang dianggap keliru itu sampai mengganggu ketertiban umum, maka Kominfo akan memberikan stemple hoaks dan menyampaikan mengenai kekeliruan itu kepada publik. Selain itu, Kominfo juga akan menurunkan informasi-informasi yang kurang benar dari media sosial yang menjadi sumber penyebarannya. Namun, jika informasi hoaks itu dinilai sudah mengkhawatirkan, maka Kominfo akan menggandeng pihak yang berwajib.

Sumber : Tirto [Langkah Kemkominfo Tindak Hoaks Terkait COVID-19 & Vaksin]

Namun ada hal yang menggelitik nalar penulis terkait hal yang dianggap Menkominfo sebagai hoaks. Yakni informasi yang menyatakan vaksin tertentu lebih baik dari vaksin yang lain. Pada 28 Januari 2021, Menteri Johnny menyayangkan masifnya informasi tentang perbandingan satu vaksin dengan vaksin lainnya. Seolah-olah vaksin yang ada dan digunakan di Indonesia adalah jenis vaksin yang kurang baik.

“Salah satu hoaks adalah ada vaksin superior yang dibandingkan dengan vaksin yang lain. Padahal, masing-masing vaksin punya kelebihan dan kekurangan masing-masing,” ujar Menteri Johnny.

Menteri Johnny G Plate berharap masyarakat semakin yakin bahwa vaksin yang sekarang digunakan di Indonesia memiliki kualitas yang baik. Ia juga menambahkan, bahwa vaksin Sinovac adalah jenis vaksin yang telah dilemahkan atau dimatikan. Model yang secara scientific telah teruji cukup ampuh untuk menciptakan imunitas tubuh.

Sumber : Medcom [Menkominfo: Informasi yang Menyatakan Vaksin Tertentu Lebih Baik adalah Hoaks]

Pernyataan Menkominfo Johnny tersebut bukankah dapat dikatakan sebagai hoaks?

Diketahui vaksin Sinovac memiliki efikasi 65,3 persen. Tingkat efikasi atau kemanjuran dari sebuah vaksin ini lah yang sering menjadi pembicaraan menjelang dilakukannya vaksinasi massal gratis vaksin Sinovac. Sementara vaksin yang akan digunakan di Indonesia berbagai macam jenisnya. Mulai dari merk China hingga merk Eropa dan Amerika Serikat.

Memang sesuai dengan rekomendasi WHO, tingkat efikasi vaksin harus di atas 50 persen. Namun jika kita membandingkan tingkat efikasi antara Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, dan Pfizer, maka vaksin gratis Sinovac yang digalakkan pemerintah adalah vaksin dengan kualitas terburuk. Coba saja bandingkan dengan vaksin AztraZeneca buatan Inggris yang mencapai efikasi 70 persen.

Sumber : Detik [Sama-sama Dipakai di RI, Ini Beda Vaksin COVID-19 AstraZeneca Vs Sinovac]

Maka secara logika, resistensi masyarakat terhadap vaksin sinovac memang disebabkan oleh rendahnya kepercayan publik pada produk asal China yang selama ini memang memiliki kesan berkualitas rendah. Bukan karena termakan hoaks. Selama ini tentu kita memperhatikan pola belanja masyarakat Indonesia menggunakan produk China karena alasan keterbatasan ekonomi, bukan karena pengakuan kualitas. Namun lain hal jika menyangkut keselamatan jiwa.

Kita tengok saja saat pemilihan kendaraan bermotor. Rakyat Indonesia lebih mempercayai mobil atau sepeda motor buatan Jepang, Eropa, atau Amerika Serikat ketimbang buatan China. Pertimbangannya bermacam-macam, mulai dari harga jual, kepercayaan terhadap label perusahaan pembuat kendaraan tersebut, hingga faktor keamanan. Maka semurah apapun produk kendaraan buatan China, tidak akan mengubah preferensi rakyat Indonesia dalam memilih suatu produk. Fakta ilmiah ini didukung dengan preferensi orang Indonesia yang lebih memilih membeli produk KW merk Eropa dan AS. Loyalitas adalah pada label, bukan negara produsen produk KW itu.

Oleh karena itu, apa pun upaya pemerintah memaksakan vaksin Sinovac hanya akan menghasilkan resistensi di kelompok Grassroot Indonesia. Itulah mengapa banyak tenaga kesehatan yang enggan mengikuti vaksinasi gratis oleh pemerintah.

Sungguh ironis, Menkominfo justru menjadi penyebar hoaks ketika mengatakan kualitas vaksin apapun merknya sama. Hal ini akan berdampak pada pandangan rakyat terhadap pemerintah. Pemerintahan Jokowi seolah mengesankan bahwa mereka memaksakan vaksin Sinovac karena sudah terlanjur dibeli dari China. Bahkan bisa saja ada pandangan, pemaksaan vaksin Sinovac hanyalah sekedar trik dagang berbau monopoli. Bagaimana bisa orang percaya kualitas vaksin Sinovac sama dengan yang lain jika izin penggunannya saja masih dikaji oleh WHO?

Hal ini diperparah pula dengan mudahnya Kominfo melakukan kriminalisasi dengan dalih hoaks atas informasi yang belum teruji secara asimetris. Harus diingat, pandemi Covid-19 adalah hal baru bagi seluruh dunia. Segala informasi yang ada soal Covid-19 masih terus bergerak dan masih sedikit sekali informasi yang 100 persen terbukti valid dan akurat.

Penegakan hukum ITE di ranah yang masih terus berdinamika dan minim informasi adalah penegakan hukum salah sasaran. Hoaks atau informasi palsu hanya dapat dikatakan hoaks jika sudah dibuktikan secara ilmiah validitas dan akurasinya. Terlebih lagi, kesimetrisan informasi masih menjadi persoalan di Indonesia. Tidak semua informasi yang dijabarkan pemerintah bahkan yang telah dibuktikan ilmuwan sekalipun dapat langsung diketahui oleh seluruh warga.

Seharusnya tugas Kominfo mendorong kesimetrisan informasi tersebut, bukan sekedar menyelesaikannya dengan label hoaks serta penegakan hukum.
Diubah oleh NegaraTerbaru 03-02-2021 23:14
hilmiazizi19Avatar border
sitinur200Avatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.3K
33
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan